Delapan Belas

4.1K 482 14
                                    

Hari Minggu memang hari yang paling dinantikan budak korporat sepertiku dan Mbak Tina, apa lagi kalau bukan untuk memenuhi hasrat sebagai perempuan. Apa lagi kalau bukan belanja dan memanjakan diri di salon?

Sehabis dari salon, kami lalu mampir ke salah satu pusat perbelanjaan, memborong baju diskonan. Puas dengan baju, kami lalu pindah ke gerai sepatu. Aku hanya membeli sepatu olahraga berwarna merah jambu sedangkan Mbak Tina membeli 2 wedges dan satu sepatu kets yang ia belikan untuk adiknya.

"Gue nggak tahu kalau ternyata CEO PieM punya dua anak laki-laki dan kedua-duanya malah kecantol sama lo."

Aku menceritakan semua hal kepada Mbak Tina mulai dari pria yang melamarku adalah Pak Wira, Pak Wira yang ternyata adalah kakak Vino dan kejadian menggemparkan makan malam kemarin di rumah Tante Diana.

Aku menyeruput red velvet-ku sambil menopang dagu dengan kedua tangan. Saat ini kami tengah berada di food court. Selesai berputar-putar mencari baju dan sepatu sesuai selera sambil curhat dengan Mbak Tina, aku merasa kehausan dan butuh minuman dingin. Belum lagi betisku yang nyeri karena lelah berkeliling nyaris 2 jam lamanya.

"Jangankan lo Mbak, gue aja yang sudah dilamar Pak Wira dengan cincin 9 M aja baru tahu kemarin. Gue merasa dibohongin banget, Mbak."

"Jadi bagaimana dengan hubungan kalian?"

"Gue juga bingung harus ngapain Mbak." Kataku.

Aku sayang sama Pak Wira dan itu bukan alasan kuat untuk tetap menjaga hubungan kami. Tapi masalah kami sekarang adalah restu orang tua Pak Wira. Aku mau bersama dengan Pak Wira tapi juga tidak mau memperburuk hubungan anak dan ayah itu yang memang sejak awal sudah bermasalah dan kehadiranku hanya akan menambah masalah di antara mereka.

"Kayaknya kalian perlu ketemu dan membicarakan banyak hal." Saran Mbak Tina.

Aku meringis mendengarnya. Mau ketemu gimana? Pak Wira saja tidak pernah menghubungiku sejak semalam padahal dia dengan jelas bilang I'll call you till you forgive me. Bullshit tahu nggak?

Iyya sih aku katakan padanya kalau aku butuh waktu tapi sumpah demi Allah itu semua aku katakan karena aku sedang dalam emosi yang tidak menentu. Aku syok karena merasa dibohongi mentah-mentah olehnya.

"Makanya kamu inisiatif kek telpon Wira duluan. Ajakin ketemu dan bicara baik-baik. Cari solusinya bareng-bareng, bukan diam-diaman kayak gini." Saran Mbak Tina.

"Nggak ah." Tolakku, "Orang dia yang salah udah bohongin gue, seharusnya dia dong yang inisiatif temuin gue dan minta maaf. Lagi pula bentar lagi gue ada kencan buta dekat sini. Dari pada pulang lagi mending langsung ke sana biar nggak ribet." Kataku sambil melirik arloji.

Satu jam lagi waktu janjianku dengan Diyo, anak teman Mama. Butuh setengah jam perjalanan ke sana dan aku akan menunggu selama setengah jam lagi karena janji kami satu jam lagi. Itu lebih baik daripada harus kembali ke rumah yang malah membutuhkan waktu lebih banyak lagi.

"Hubungan lo sama Wira belum kelar dan lo malah mau kencan buta?"

"Ini gue terpaksa. Gue harus cari calon suami cadangan karena gue dan Pak Wira terancam batal nikah. Kalau beneran batal nikah sama Pak Wira, gue tetap akan menikah meski bukan sama Pak Wira. Mama gue nggak akan sanggup menahan malu kalau-kalau gue batal menikah setelah dia kabarin semua kontak di hpnya kalau anak perempuannya sebentar lagi akan menikah. Lo tahu serempong apa Mama gue,kan, Mbak?"

Mbak Tina berdecak, "Iya sih. Untung Mama gue nggak ikutan rempong macam Mama lo. Kadang gue prihatin sama lo. Lo kan masih muda, Ri. Masih bisa menikmati indahnya pacaran lebih lama lagi tapi malah ditekan untuk menikah secepatnya. Gue aja yang sudah 28 tahun belum pernah terbesit dipikiran gue untuk komitmen. Ortu gue juga fine-fine aja saat gue bilang belum mau nikah. Yah, meskipun akhir-akhir ini Jeje sering ngasi kode mau nikah cepat. Gue sih cuek aja." Terang Mbak Tina santai.

Love Developer (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang