Tujuh

4.2K 447 6
                                    

Yuda Rolling Action

Hanya perasaanku saja atau memang Pak Wira jadi aneh akhir-akhir ini. Malam setelah ia mengantarku ke kontrakan Bang Haris, Pak Wira keseringan mengirimiku chat random dan tidak penting.

Malam itu, Pak Wira mengirimiku chat menanyakan apakah aku sudah pulang ke rumah atau masih di rumah kontrakan Bang Haris. Aku hanya membalas seadanya walau menurutku aku tidak punya kewajiban untuk menjawab pertanyaan yang tidak terkait dengan pekerjaan.

Tapi hari-hari setelah itu, ada-ada saja yang Pak Wira tanyakan. Tentang progress kerjaan sudah sampai di mana, menanyakan apakah mamaku juga suka masak, menanyakan pendapatku tentang apa nama yang sebaiknya dia berikan kepada kucing yang baru dia adopsi.

Yang paling aneh adalah, dia menanyakan apakah aku lebih suka tinggal di rumah atau di apartemen. Apa Pak Wira keracunan gado-gado waktu itu hingga otaknya jadi koslet?

Ngomong-ngomong, malam itu, setelah mendengar curhatan kegalauan Bang Haris dan menolak lamaran tidak romantisnya, aku langsung minta diantar pulang.

Bang Haris terpaksa meminjam mobil Alvin, teman serumahnya karena aku menolak diantar pulang pakai motor bututnya. Naik motor malam-malam bisa membuatku membeku, apa lagi naik motor butut miliknya yang berpotensi membuatku keracunan asap knalpot motornya yang berwarna hitam pekat.

Keesokannya, Bang Haris kembali menjadi Bang Haris yang dulu. Bocah itu langsung teriak heboh sesampainya di kantor. Bang Wawan yang merasa jadi penyebab perubahan aneh Bang Haris kelihatan lega melihatnya, "Jadi lo akhirnya mau nyusul gue ke pelaminan?" Tanyanya karena perubahan sikap Haris yang jauh berbeda dengan kemarin.

"Tadinya sih gitu, bang. Tapi Eriana Grande nolak lamaran gue jadi it's okay Bang Wawan nikah duluan aja, gue takutnya lo kadaluarsa kalau nunggu gue." Balas Bang Haris menghidupkan PC di mejanya.

"Sialan lo." Desis Bang Wawan. "Gue mah udah kelihatan hilalnya, kalau lo, masih gitu-gitu aja. Malah kemarin drama banget lagi pake acara ngambek kayak anak kecil. Makanya kalo disuruh nikah ya nikah ajah nggak usah milih-milih." Balas Bang Wawan tak mau kalah.

"Nggak bisa gitu dong, Bang. Memangnya lo pikir nyari jodoh kayak beli pakaian di mall? Tinggal nunjuk, bayar trus bawa pulang? Nggak segampang itu, Bang. Gue aja kalo belanja di mall muter-muter dulu buat nyari yang paling srek, walaupun ujung-ujungnya nyampe di rumah gue nyesel kenapa malah beli baju yang itu. Apa lagi kalau sudah menyangkut pernikahan, mesti selektif karena nikah menyangkut masa depan, nggak boleh random atau ujung-ujungnya pisah. Bahaya." Jelasku emosional membuat Bang Wawan melihatku dengan tatapan iba. Nasihatnya memang untuk Bang Haris namun aku tidak setuju dengan Bang Wawan.

Bang Wawan sampai menutup mulutnya karena kalimat panjangku dan Haris menunjukkan dukungannya untukku dengan berdecak.

"Kok malah lo yang sewot sih, Ri?" Timpal Mbak Tina membuka bungkus permen yang selalu sedia setiap saat di dalam toples yang ia letak di atas meja kubikel yang sempit. Meja kami itu tidak luas apa lagi harus menampung toples cemilan berbagai jenis yang cuma sepekan langsung habis.

"Orang jomblo mah gitu, nyari-nyari alasan biar nggak kelihatan banget jonesnya. Alasannya mah nyari yang srek biar nggak nyesel kalo jadi nikah. Padahal...." Bang Wawan menggantung ucapannya, tapi aku sudah tahu kemana arah pembicaraannya. Apa lagi kalau bukan membanggakan dirinya yang soon to be a husband dan mengejek aku yang masih berdiri sendiri tanpa gandengan. Sialan.

"Songong banget lo, Bang. Baru juga mau nikah udah sok-sokan ngehina. Kemarin aja lo yang paling jones. Entar kalo Laudia Sintia Bella KW sadar dia dipelet sama lo, nggak bakalan dia rela sehidup semati sama lo, Bang." Bang Haris membelaku, sesama manusia jomblo itu harus saling membantu.

Love Developer (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang