[17] Running Out

112 29 11
                                    

Sunghoon berjalan ragu menghampiri sebuah pintu berwarna biru tua dengan knop emas di depannya. Waktu sebenarnya sudah hampir menunjukkan pukul lima dan harusnya Sunghoon sedang bersiap – siap untuk pergi latihan, tapi sore ini ia malah menyempatkan diri untuk bertamu ke ruang kerja Papanya mumpung Mama dan kedua adiknya sedang berada di luar.

Dengan ragu – ragu Sunghoon mengangkat tangan kanannya untuk mengetuk permukaan pintu tiga kali. Ia menunggu beberapa detik sampai suara familiar Papanya menyahut dari dalam.

"Siapa?"

Entah ini keputusan yang benar atau salah, tapi bagi Sunghoon ini keputusan terbaik yang bisa ia ambil sekarang. "Sunghoon, Pa."

Untuk sepersekian detik kedepan Sunghoon gak mendapat jawaban apa – apa. ia hanya diam di depan pintu dengan kepala yang hampir kosong, menunggu Papannya kembali bersuara—entah menyuruhnya masuk atau mengusirnya. Lalu gak lama kemudian, pintu pun terbuka dan Sunghoon mendapati sosok Papanya kembali berbalik menuju meja kerjanya setelah membuka pintu.

"saya gak ada waktu. Kamu mau apa?" tanya Papa sembari duduk dan kembali menatap komputernya yang masih menyala.

"Ada yang mau Sunghoon bicarain," jawab Sunghoon. Volume suaranya memang gak begitu besar, tapi sebisa mungkin Sunghoon memberi ketegasan dalam kalimatnya.

"tell me—" Papa menjeda omongannya seraya mengangkat kepala dan menatap Sunghoon yang berdiri di depan meja kerjanya sekilas. "—apa bicara sama kamu bikin kerjaan saya tuntas?"

"Ini soal Mama," jawab Sunghoon, mengabaikan pertanyaan Papanya barusan.

"Bikin masalah apa Mama kamu?" tanya Papanya lagi sembari sibuk mengetik sesuatu di laptopnya.

"Sunghoon yang harusnya tanya, Papa ada masalah apa sama Mama?" Sunghoon melempar balik pertanyaan, memberanikan diri menatap lurus ke arah Papanya yang masih enggan menatapnya balik.

"kenapa kamu pikir saya penyebabnya?" tanya Papa yang masih terlihat santai. laki - laki paruh baya itu melirik Sunghoon sekilas ketika ia menghela napas kasar. "Kalaupun saya sama Mama kamu ada masalah, bukannya kamu gak perlu tau? Lagian kalau bertengkar pun pasti gara – gara kamu, selama ini yang susah diatur dan dibela – bela Mamamu yang cuma kamu," Papanya terkekeh kecil.

Sunghoon mengeraskan rahangnya dan menghela napas kasar. "Sunghoon tanya sekali lagi, Papa ada masalah apa sama Mama?"

"haduh," Papa menghela napas panjang seraya menyandarkan badannya di kursi kebesarannya, ia menatap Sunghoon dengan senyuman kecil. "Kenapa gak kamu tanya langsung sama Mama kamu?"

"Pa, Sunghoon tau Mama nyoba ngelukain tangannya. Sama siapa lagi Mama punya masalah sampe bisa bikin dia kepikiran buat ngelakuin hal kayak gitu kalo bukan sama Papa?" desak Sunghoon yang sudah mulai gak sabar.

"mentang – mentang kamu gak pernah adu argumen dengan Mamamu, kalau ada yang salah sama dia itu berarti salah saya? Maksud kamu begitu?" tanya Papa yang kemudian kembali terkekeh. "coba tanya diri kamu dululah. Apa kamu pikir ngerawat dan ngebesarin kamu sampai sekarang cukup buat Mamamu bangga dan bebas stress? Kamu pikir dia gak bisa ngelukain diri sendiri karena capek sama kamu?"

Sunghoon mengerutkan keningnya sedikit sembari terus menatap Papanya yang juga masih menatapnya balik dengan senyum miringnya.

"saya kan sudah ribuan kali bilang ke kamu, kamu ini cuma bisa bikin pusing. Kamu pikir kamu membanggakan dengan jadi atlet skating atau apalah itu dan secara gak langsung melupakan tugas kamu sebagai pelajar, padahal gak ada yang bisa dibanggakan dari semua kegiatan kamu. Semenjak masuk SMA kamu bahkan udah gak pernah menang emas, dan saya tau nilai kamu disekolah pun jauh dari kata baik. semua hal itu—semua hal yang saya sebutin, kamu pikir gak bisa bikin stress Mama kamu?"

Silver Lining | I-LANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang