"Nggak, mbak, bilangin Pak Yayan aja jangan jemput—enggak, kalo ke Mama gak usah, nanti aku yang bilang langsung. Iya. Oke, iyaaa, makasih Mbak,"Jay menatap Nadine yang berdiri di depannya. Sekitar dua hari lalu ketika berpapasan di gerbang sesudah Sports Day, keduanya sempat berbincang kecil. Bermula dari Nadine yang menanyakan perihal nilai ulangan matematika Jay, berujung dengan Nadine yang menawarkan diri untuk menjadi tutor sebaya. Kali itu dengan kikuk Nadine menawarkan,
"ya itu kalo lo mau aja sih—maksudnya juga bukan tutor yang gimana – gimana, haha, apaan sih gue kok jadi tutor. Maksudnya ya cuma ngajarin biasa aja kayak kemaren pas mau UH mtk...."
Dan Jay jelas bukan pada posisi untuk menolak tawaran berharga Nadine.
Kini keduanya berada di depan gerbang SMA Kartini. Karena Nadine bilang hari ini dia lengang gak ada jadwal bimbel atau pun ngumpul OSIS, gadis itu pun dengan senang hati menawarkan diri untuk mengajarkan Jay hari ini, berhubung Jay juga akan ada ulangan Sejarah besok. Tapi karena Jay dan Nadine sama – sama gak membawa buku pelajaran Sejarah, mereka sepakat untuk melakukan sesi tutoring siang ini di rumah Jay.
"lo bener gak apa – apa belajar di rumah gue?" tanya Jay. Jujur dia masih gak enak dengan ini. karena belajar di rumahnya berarti Nadine mau gak mau harus ikut pulang naik angkot karena Jay gak pernah bawa kendaraan ke sekolah.
"Gue udah bilang kok, gak apa – apa," jawab Nadine yakin.
"Soalnya panas gini," gumam Jay sembari menengadahkan kepalanya ke atas, menatap langit yang siang itu cerah bahkan gak berawan. Pemuda itu pun kemudian terpikir sesuatu. "lo kenapa gak minta anter supir lo aja ke rumah gue? Biar nanti gue kasih alamatnya. Soalnya angkot arah rumah gue tuh kadang suka ngetem dulu di deket pasar situ, takutnya lo kepanasan nanti—ya, kalo gue sih udah biasa tiap hari balik naik angkot."
"kalo gue dianter Pak Yayan, lo berarti ikut guelah, masa lo tetep naik angkot coba?"
"ya, gak apa – apalah, Nadinee! Dibilang gue udah biasa. Lagian gak enak, anjir, masa gue ikutan nebeng," Jay terkekeh kecil seraya menyisir rambutnya dengan jari – jari.
"Ya, kalo gitu gue juga naik angkot aja. Gak enak dong masa jalannya misah – misah? Kalo cuma panas doang gue juga tahan," ucap Nadine final. Jay yang merasa gak bisa memkasa lagi akhirnya mengangguk ngalah. Keduanya pun berjalan menuju halte sekolah, menunggu angkot yang akhirnya datang setelah lima menit.
***
"Nda? Assalamualaikum!" Jay mengetuk pintu rumahnya yang terbuka sembari mengucap salam dengan lantang sebelum mengisyaratkan Nadine untuk masuk.
"sepatunya taro situ aja," Jay menunjuk rak sepatu plastik yang berada di dekat pintu sebelum masuk tanpa melepas sepatunya sendiri.
Setelah melepas sepatu dan hanya menyisakan kaus kaki putih pendeknya, Nadine pun masuk ke dalam rumah minimalis milik Jay. Dengan kikuk gadis itu berdiri dekat pintu sembari memperhatikan ruang tamu tempat ia berdiri. Ada dua sofa tua yang membentuk letter L dengan meja persegi panjang di tengahnya, beberapa foto keluarga menggantung di dinding bersama jam dan kalender, juga kipas yang berada di langit – langit ruang tamu, semuanya Nadine perhatikan selagi menunggu Jay yang menghilang di balik gorden menuju ruangan lain di rumahnya. Walaupun rumah Jay jauh lebih kecil dari rumah Nadine, tapi Nadine merasa rumah ini terasa lebih asri dan nyaman, gak kotor juga gak banyak barang menumpuk.
"Eh, Din, duduk aja dulu. Btw mau minum apa? gue ada teh paling sama sirup. Sekalian biar dibikinin nyokap gue," Jay yang tiba – tiba menyembulkan kepala dari balik gorden membuat Nadine menoleh kaget.
"apa aja Jay," Nadine tersenyum kecil seraya mengangguk – anggukan kepalanya. Jay sendiri nampak berpikir sejenak kemudian menurut sebelum kembali menghilang dari balik gorden. Selepas menghilangnya Jay, Nadine pun mendudukan badannya di sofa sembari melepas tasnya untuk mengeluarkan sebuah buku catatan dan tempat pensilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silver Lining | I-LAND
Fanfiction18, the age where you feel like everything is a blur and you need to ask yourself, "What exactly do i want in life?" 𝐬𝐢𝐥𝐯𝐞𝐫 𝐥𝐢𝐧𝐢𝐧𝐠 by: multierrything