Vely duduk diatas sofa putih berbahan lembut, untuk kali ini ia mensyukuri memiliki bos real sultan seperti pak Adjie. Paling tidak ia dapat merasakan sedikit cipratan kenikmatan fasilitas exclusive yang ada di hotel tempatnya sekarang. Adjie dengan baik hati begitu tau jika Vely sangat kelaparan dan memilihkan menu yang yummy.
Berbagai canape yang disajikan sebagai eppetizer membuat Vely meleleh membayangkan bagaimana kudapan itu berada dalam mulutnya, tapi Vely juga harus teliti terlebih dahulu, ia akan melewatkan jika ada olahan prawn dan shrimp didalamnya, meski Vely tau bosnya detail dalam hal itu. Alergi bukanlah hal yang sepele.
Tadi seusai berdamai dengan kenyataan bahwa ia berada di dalam kamar bosnya sendiri, yang bisa dilakukan Vely adalah secepatnya mandi. Ia memanfaatkan kamar mandi didalam kamar Adjie dengan kilat. Sebenarnya ia sebal harus melewatkan berendam didalam air hangat karena bathtub disana sangat menggoda untuk digunakan.
Ini adalah mandi tercepatnya bisa saja workshop Adjie cepat selesai, ia tak mau bosnya itu menunggu terlalu lama di depan pintu. Sedangkan jika tak mandi, apa kabar badannya yang terasa lengket dan setelan kerja yang sudah lecek, itu iyuuh sekali buatnya.
Setelah badannya sudah bersih dan terasa segar ia segera mengenakan dress yang dipesan Adjie, satu lagi hal ajaib bosnya itu tau ukuran yang pas untuk dirinya. Vely bersyukur biarpun bosnya sedikit menyebalkan tetapi royal terhadap anak buah. Vely tersenyum sendiri mengingat bagaimana ia sering dibuat keki pak bos. Mulai dari membuatkan black coffe, disuruh ini dan itu, apalagi menyangkut sifat keras kepala Adjie yang sering membuat Vely geleng kepala.
Sekarang Vely menutup mata berulangkali saat dessert berupa puding caramel dengan saus strawberry itu lumer di mulutnya. Ia sedikit malu karena merasa kampungan. Berada didalam kamar bosnya, dress yang indah dan makanan yang nikmat, Vely tak pernah membayangkan ini.
Suara ketukan menginterupsi kenikmatan yang sedang dirasakannya, Vely meletakkan piring kecil itu diatas meja, ia akan berterima kasih jika bertemu dengan chef yang telah menghidangkan makanan nikmat tersebut.
Vely segera membukakan pintu, dadanya serasa sesak sesaat melihat wajah tampan bosnya yang sedikitpun tak berkurang meski sudah penat dengan materi workshop seharian penuh.
"Bapak sudah selesai?" Vely menundukkan pandangan, rasanya malu dan sedikit canggung mengingat mereka hanya berdua di dalam ruangan. Ini tidak seperti biasanya mereka di kantor.
"Kalau belum selesai ngapain saya kesini Vely?"
"Duh pak harus ya jawabnya selalu begitu?"
Adjie menatap sekilas pada Vely, "Benarkan pilihan saya.. kamu pas banget pakai baju itu. Nice."
Vely membiarkan saja ucapan bosnya, pujian itu sepertinya lebih ditujukan untuk diri bosnya sendiri karena puas dengan pilihannya. Real sultan mah bebas kalau mau narsis.
"Kamu sudah siap? Ayo berangkat."
"Lho pak kita mau kemana?"
"Antar kamu pulang lah, ini Jogja Vely.. rumah ibu kamu ada disini."
"Saya kira..."
"Saya akan suruh kamu tidur disini? Enak saja, apa kata adik perempuan saya nanti."
"Tapi ini jauhan pak, lagian kita nggak ada kendaraan."
"Nggak baik kamu nggak ketemu ibu kamu. Saya sudah minta hotel untuk menyediakan transportasi selama di Jogja."
"Lha bapak nggak sholat dulu inikan udah Maghrib, emang bapak juga udah makan?"
"Udah, gitu workshop kelar saya langsung sholat dan makan dibawah."
Vely tergagap tak menyangka dengan rencana Adjie, ini sebenarnya buat apa dia ke Jogja?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Adjie Tampan
General FictionAdjie Tama Panduwinata (31 tahun) Mereka memanggilku Adjie Tampan kependekan dari Tama Panduwinata, selain itu memang wajahku diatas rerata. Otak jangan ditanya memiliki IQ 125 pasti kalian tau bagaimana menghadapi orang cerdas sepertiku. Tapi saat...