Adjie mengusap muka dengan kasar, baru saja mamanya menghubunginya dan sekali lagi meminta cincin pemberian eyangnya untuk dikembalikan, karena mamanya merasa sudah menemukan calon istri yang tepat untuk Adjie.
Dan yang lebih menjengkelkan lagi, calon istri yang kata mamanya paling tepat itu, dia tinggal di Jakarta. Sepertinya masa indah pacaran Adjie dan Vely akan terganggu. Adjie mengatur nafas panjang agar lebih relaks, ia tahu perjalanannya masih berliku.
Benar kata ibu Vely, jika mereka saling mencintai baiknya segera menikah. Jangan ditanya kenapa Adjie bisa menghubungi sang calon mertua, karena sejak pertemuan di Jogja itu Adjie intens bertukar kabar dan beberapa kali menyuruh orang untuk memenuhi kebutuhan keluarga Vely disana, meski tanpa sepengetahuan gadis itu.
Saat usia hubungan Vely dan Adjie belum ada dua pekan harusnya masih hangat-hangatnya, tapi hari ini beban Adjie bertambah lagi karena permintaan sang mama.
Mama Adjie tak percaya bahwa putranya telah menemukan tambatan hati, ia juga meragukan jika Vely gadis yang tepat untuk Adjie seperti yang dikatakan Adjie. Mama Adjie mendesak setidaknya Adjie harus mau bertemu dengan Clara, nama gadis itu.
Lamunan Adjie buyar ketika Rama muncul tiba-tiba memasuki ruangan bos tampan itu.
"Djie kita ada masalah proyek di Sleman."
"Kok bisa?"
"Pemilik tanah batalin kontrak. Dia masih ada sengketa waris dengan keluarganya makanya milih mundur daripada kita bermasalah nantinya."
"Astaghfirullah... Terus action kita selanjutnya gimana? Bisa coba cari lahan lain?"
"Dengan kebutuhan lahan 20 hektar kayaknya agak susah Djie, sekarang masalahnya bibit tanaman herbal yang kita pesan sudah siap."
"Kalo kerjasama dengan petani sekitar lahan itu gimana?"
"Beberapa yang aku hubungi kebanyakan tidak bisa karena lahan usaha mereka turun temurun untuk tanaman komoditas daerah."
"Coba deh Ram, kita tanya Vely siapa tau punya informasi."
"Oke deh."
Adjie keluar ruang kerja diikuti dengan Rama, sayangnya Vely yang mereka cari tak ada ditempat. Meja kerja sekretaris itu kosong, "mungkin lagi di pantry Djie, gue cariin bentar."
"Udah mau jam pulang juga, pulang sono gih. Biar gue yang cari Vely," ucap Adjie.
Rama mengiyakan permintaan Adjie, ia segera mengambil messenger bag dan berpamitan pada bosnya. Disuruh pulang tepat waktu jelas berkah buat Rama karena hubungannya dan Nadine yang baru saja official kemarin masih sangat butuh air dan pupuk agar tumbuh dengan baik. Karena Rama menyesal sudah enam tahun mengabaikan Nadine begitu saja, kini saatnya ia menebusnya.
Saat menuju elevator, Rama melihat siluet Vely ia segera memberi isyarat pada Adjie yang masih berdiri di depan meja vely bahwa gadis itu ada disana, di ruang untuk tamu. Vely berdiri seperti sedang menerima panggilan, dia tak menyadari keberadaan Rama karena menghadap jendela yang menampakkan jajaran gedung di seberang.
Rama berlalu saat lift berbunyi dan pintu terbuka sekali lagi ia hanya memberikan isyarat pada Adjie yang kini berjalan ke arah Vely. Lorong sudah sepi karena direktur bagian juga sudah pulang.
Adjie mendekati Vely tapi ia tetap menjaga jarak, suara Vely yang masih berbicara seperti sedang ada masalah serius. Gadis itu beberapa kali mengambil napas panjang. Adjie hanya duduk diam menunggu sampai Vely selesai menerima telepon.
Tujuh menit Vely menyelesaikan panggilannya, ia terlonjak kaget tatkala mendapati Adjie duduk di salah satu sofa disana. Memberikan senyum tulus pada Vely, membuat gadis itu tersipu meskipun tak bisa menutup aura kesedihannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Adjie Tampan
Ficción GeneralAdjie Tama Panduwinata (31 tahun) Mereka memanggilku Adjie Tampan kependekan dari Tama Panduwinata, selain itu memang wajahku diatas rerata. Otak jangan ditanya memiliki IQ 125 pasti kalian tau bagaimana menghadapi orang cerdas sepertiku. Tapi saat...