Siang, temans ... temannya dr. Satrio merapat yess.
Ocean berjalan dengan langkah-langkah lebar menuju ruang kerjanya di lantai 2 minimarket yang sudah tidak disambanginya selama beberapa minggu. Setelah makan siang, Ocean mendapatkan kabar kalau ada selisih pembayaran padahal dia sudah membayarnya lunas sebelum berkantor di apotek milik suaminya.
Memasuki ruang kerjanya, Ocean mendapati Delta yang sedang duduk di belakang meja, mengalihkan perhatian dari komputernya, dan tersenyum lebar begitu melihat Ocean di ambang pintu. Ocean tidak mendapati wajah Delta yang jengkel karena masalah yang baru diketahuinya, Ocean melihat wajah santai seolah tidak terjadi apa-apa dan jujur saja itu membuatnya heran.
"Jadi ... produk apa yang katanya belum aku bayar, Del?" tanya Ocean tanpa basa-basi.
"Nggak ada," jawab Delta ringan.
Dahi Ocean mengernyit. "Maksudmu apa?" Ocean tidak mengerti.
"Ayolah, Cean. Masa begitu saja kamu nggak ngerti."
"Enggak." Ocean menggeleng. "Memangnya apa yang harus aku mengerti?"
"Kalau aku nggak bilang soal pembayaran, kamu nggak akan datang kemari," tandas Delta. "Terlalu sulit untuk menjauhkanmu dari suamimu."
Mata Ocean menyipit saat memahami kalimat Delta. Jadi sebenarnya tidak ada masalah seperti kabar yang diterimanya melalui pesan singkat. Semua hanya akal-akalan Delta supaya Ocean datang ke minimarket.
"Tau nggak kalau ini tuh nggak lucu?"
"Memang enggak, tapi aku nggak punya cara lain."
"Cara lain untuk apa?"
Delta menatap Ocean lembut. "Cara untuk membuatmu sejenak menjauh dari suamimu," kata Delta tanpa rasa sungkan.
Ocean terdiam, tidak memahami sepenuhnya apa yang diucapkan oleh Delta. Baginya Delta hanya sedang berpikir sedikit berlebihan hingga berbicara tidak jelas dan susah untuk dimengerti. Ocean tidak memikirkan hal selain itu.
Delta adalah teman yang dikenal Ocean semasa kuliah. Menjadi teman baik seiring berjalannya waktu hingga mereka lulus dan membuat usaha bersama setelah menamatkan pendidikan magister mereka. Sepanjang pertemanan itu, Delta hanya tahu kalau Ocean pernah gagal menikah, tetapi tidak pernah tahu siapa calon suami Ocean.
Ocean sendiri tidak pernah menceritakan apa pun tentang kehidupan pribadinya. Meskipun memiliki beberapa teman dekat, Ocean tetap menutupi semua kisahnya dengan rapat. Tidak seorang pun tahu lebih dari yang Ocean izinkan. Semuanya tetap ada batasnya karena Ocean tidak ingin melihat pandangan kasihan yang tertuju padanya.
"Kenapa kamu mau ngejauhin aku dari suamiku?"
"Cean, mestinya kamu tahu kalau suamimu itu adalah pria yang ... agak menjengkelkan dan kurasa kamu nggak akan bahagia sama dia." Delta berbicara dengan penuh keyakinan sambil menatap lurus pada mata Ocean.
"Aku harap kamu tahu batasan, Del," kata Ocean. "Apa dan bagaimana suamiku, kurasa itu bukan masalahmu, 'kan?" lanjutnya.
"Tapi, Cean ...."
"Del!" seru Ocean. "Jangan buat suamiku berkata buruk padamu, jadi berhentilah bersikap konyol!"
Delta menggeleng. "Aku nggak konyol, Cean. Suamimu itu berbahaya."
Pintu yang terbuka sedikit tiba-tiba terbuka lebih lebar dalam satu dorongan kencang dan menatap dinding sebelum tertutup dengan suara keras. Sesosok pria sudah masuk dalam ruangan itu dengan tatapan garang.
"Tau apa kau tentang aku?" tanya Satrio tanpa basa-basi. "Memangnya apa hakmu? Siapa kau begitu berani berkata begitu tentangku dan tak sopan memanggil istriku?"
"Dokter, aku ...."
"Jaga batasanmu, Kid! Sebelum aku melakukan hal buruk padamu." Satrio memutar sedikit tubuhnya ke arah Ocean. "Ayo pulang!" ajaknya."
Ocean mengangguk dan berjalan menuju pintu.
"Anda tidak bisa berbuat seperti itu, Dokter." Suara Delta menghentikan langkah Ocean. Ocean sudah tidak bisa lagi membayangkan kata-kata apa yang akan dilontarkan oleh suaminya. Dia sudah mengisyaratkan pada Delta supaya diam, tetapi tidak ditanggapi dengan baik.
"Sebelum berkata begitu padaku, berkacalah! Sadari siapa dirimu. Kalau tak punya uang untuk beli kaca, bilang padaku. Akan kubelikan."
Ocean keluar dari ruangan itu dalam rangkulan lengan Satrio. Tidak ada kata-kata bantahan karena dia sangat paham tabiat Satrio yang meskipun terlihat kalem, tetapi bisa mendadak buruk dalam hitungan detik. Baginya pergi secepat mungkin dari hadapan Delta merupakan solusi terbaik.
"Cean tunggu, aku perlu untuk ...."
"Diamlah, Del!" seru Ocean tanpa menoleh. Dia yang tidak memelankan langkah membuat Satrio terus mengikutinya berjalan dan tidak menghiraukan Delta.
Ocean tidak menghiraukan tatapan-tatapan ingin tahu yang diarahkan padanya. Baginya semua yang terjadi adalah hal yang memalukan mengingat Satrio tidak menunjukkan ekspresi ramah. Wajah suaminya yang sering menebar senyum itu tidak terlihat siang ini. Bahkan kebahagiaan yang Ocean duga saat mengirimkan banyak pesan waktu makan siang pun tak terlihat.
"Sam ... nggak usah marah-marah gitu, aku nggak suka," kata Ocean begitu mereka sudah berada dalam mobil.
"Salah siapa kalau aku begitu?"
Ocean menghela napas panjang. Berbicara dengan Satrio bisa sangat menguras kesabaran. Maksud hati supaya Satrio menjadi lebih tenang, tetapi tanggapan yang diperolehnya justru menjengkelkan hatinya sendiri. Ocean memilih untuk diam dan bersandar melihat orang berlalu lalang di depan minimarketnya.
"Aku minta dibelikan makanan sama kamu. Bukannya kamu muncul, malah nitip sama OB."
Ocean melirik Satrio sekilas. "Bukannya sudah makan, ya?" tanyanya santai. "Mestinya nggak usah nitip makanan lagi. Makan berdua gitu jelas enak."
"Maksudnya apa, itu?"
"Nggak ada," tukas Ocean.
Hening dalam mobil tidak membuat Ocean ingin melanjutkan percakapan. Begitu lebih baik baginya daripada memancing kalimat Satrio yang pasti akan menyebalkan. Dalam keadaan tertentu, Satrio tak lebih dari pria iseng yang tak mau kalah ketika berdebat. Namun, di saat lainnya Satrio bisa berubah menjadi pria dengan fokus luar biasa dan mampu meyakinkan orang dengan mudah.
"Kamu cemburu aku duduk sama Lina?"
Ocean tidak menyangka akan mendapat pertanyaan itu dari Satrio. Lina ... nama itu seperti mengorek luka lama yang tidak pernah mengering di hatinya. Ocean terus melihat keluar mobil. Memperhatikan seorang wanita dengan anaknya dalam gendongan, mendorong troli yang penuh berisi barang belanjaan mendekati sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari pagar minimarket. Tukang parkir yang biasa berada di sana membantu wanita itu dengan memindahkan belanjaan dari troli ke bagasi.
"Cean ... kenapa nggak jawab?" tanya Sario sekali lagi.
"Cemburu?" Ocean balik bertanya. "Kenapa aku harus cemburu?
Satrio meraih sebelah lengan Ocean kemudian menggenggam telapak tangannya. "Karena aku suamimu," ujarnya.
"Ayo pulang!" ajak Ocean.
"Cean, jawab dulu."
"Kalau kamu merasa sebagai suamiku, bertingkahlah seperti yang seharusnya. Dari awal aku udah males sama kamu dan bagiku kamu tetep malesin."
"Apa maksudmu?"
"Pembohong akan tetap menjadi pembohong. Pengkhianat juga akan tetap menjadi pengkhianat. Ayo pulang! Atau kamu mau kita bertengkar?"
Ocean bersyukur begitu Satrio mengemudikan mobilnya keluar dari area parkir minimarket. Dalam keramaian jalan raya, Ocean terus menatap keluar jendela. Memerhatikan semuanya untuk mengalihkan pikirannya dari hal tak mengenakkan yang terus datang silih berganti.
Eaa ... tengkar elit kayanya😁😁
Makasih yang nungguin🥰🥰Love, Rain❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Kedua
RomanceCover by @henzsadewa Terkenal cerdas dan bertangan dingin dalam menangani seluruh kasus pasiennya tidak membuat Satria beruntung dalam cinta. Wanita yang dia nikahi mencintai pria lain. Pernikahan yang penuh kesalahpahaman itu membawa Satria menemu...