🍷 30. Cinta Samudera 🍷

6.1K 1.1K 283
                                    

Siang, temans. Senyum lagi hyuukk sebelum aku cabein lagi😝😝

Satrio memang terlihat tenang dalam menghadapi Ocean. Dia mulai paham dengan apa yang terjadi hingga Ocean menutup diri. Secara otomatis ingatannya melayang pada sedikit percakapan dengan Athena mengenai berhenti dekat-dekat dengan wanita, juga ucapan Raphael yang menyatakan dia kurang peka. Satrio mengakui mereka berdua benar dan itu membuatnya berpikir tentang banyak hal, termasuk membuat istrinya itu kembali seperti dulu.

Memendam emosi yang sebenarnya sudah naik hingga ubun-ubun, Satrio terus menatap Ocean yang hilir mudik di dapur. Prioritas utamanya adalah menangani Ocean. Dia sudah mengatakan kepada perawatnya untuk mengalihkan semua pasien pribadinya untuk konsultasi setelah tiga hari atau periksa ke dokter yang telah dia minta untuk menggantikannya. Masalah yang lain akan dia tangani belakangan, yang terpenting adalah istrinya terlebih dahulu.

Setelah semua telepon panjangnya, di sinilah Satrio berada. Di vila orang tuanya yang ada di kawasan pegunungan. Menatap istrinya yang katanya membuat nasi goreng tapi tidak selesai-selesai. Satrio membiarkan hal itu terjadi, selama Ocean menyukai apa yang dilakukannya maka tidak ada masalah baginya.

Ada rasa sakit dalam hatinya begitu membayangkan apa yang sudah dialami oleh Ocean. Terhina dan langsung merasa rendah diri serta patah hati di saat yang sama bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilalui. Perempuan manis itu benar-benar hebat dengan menanggung semua luka itu seorang diri. Bahkan kepada orang tuanya pun dia tidak mengatakan apa-apa.

Entah bagaimana Ocean melalui hari berat itu sendirian. Membatasi pergaulan dan hanya fokus pada kuliah dan bekerja. Masa mudanya terlewatkan dan semua itu gara-gara ketidak tahuannya. Satrio merasa telah alpa dalam menjaga perasaan Ocean.

"Akhirnya matang juga," kata Satrio begitu Ocean meletakkan sepiring besar nasi goreng seafood mi instan dengan banyak sayur dan bakso.

"Lapar, ya?" tanya Ocean.

"Tentu saja. Mana dingin lagi."

"Kalau gitu kamu makan mi instan saja, biar aku makan nasi gorengnya."

"Pinter banget," sahut Satrio. "Sini duduk deket aku." Satrio menarik sebuah kursi lebih dekat dan Ocean duduk di sana.

Ocean hanya melirik Satrio sekilas tanpa memberikan jawaban. Satrio senang saat melihat Ocean melakukan hal seperti keinginannya. Ocean yang semanis itu, langsung mengingatkannya pada rumah tangga Alfredo dan Raphael. Ternyata sangat menyenangkan ketika bisa melakukan sesuatu berdua tanpa melibatkan kalimat tajam.

"Ini, buka mulut, Sam! Kamu makan dikit banget." Ocean menyuapkan sesendok nasi pada Satrio.

Satrio menurut saja pada kemauan Ocean. Melihat Ocean yang seperti itu, rasanya dia rela jika harus menjadi pria manis yang semuanya terserah sang istri.

"Kalau semua disuapin ke aku, terus istriku makan apa?" Satrio bertanya setelah menolak suapan kesekian.

"Aku kenyang, Sam. Makanya kamu makan."

"Kenyang nyuapin aku?" Satrio mengambil sendok dari tangan Ocean dan ganti menyuapi istrinya itu dengan telaten.

Ada banyak hal yang sedang disusun Satrio dalam kepalanya. Semula dia pikir masalahnya adalah Delta, tetapi tidak. Ada yang lebih besar dan itu harus segera dia bereskan. Ocean harus nyaman berada di sisinya. Dalam keadaan apa pun, Satrio hanya menginginkan Ocean untuk menjadi istrinya. Pernikahan yang sudah mereka lakukan harus untuk seterusnya.

Selesai makan malam, Satrio memasangkan sweater rajutan pada Ocean. Setelah itu mengajak istrinya duduk di kursi kolam renang yang ada di bagian samping vila. Berdua di sana dengan kaki yang tertutup selimut, mereka hanya diam. Satrio yang bersandar di bahu istrinya sempat mengintip pesan yang dikirim pada Supri tentang pekerjaan yang harus dilakukan selama tiga hari ke depan.

"Sam," panggil Ocean.

"Hmm," gumam Satrio tanpa memindahkan kepalanya dari bahu Ocean.

"Sepertinya ada kafe yang jual jagung bakar pas kita jalan ke sini tadi."

Satrio paham maksud Ocean. "Hmm ... pasti mau jagung bakar, ya?"

"Iya, tapi malas mau ke sana. Lagi nyaman."

Satrio tertawa. Diraihnya kepala Ocean dan diberikannya kecupan bertubi-tubi. Kata nyaman pertama dari Ocean merupakan hal yang tidak pernah disangka. Memang begitulah seharusnya. Setidaknya cinta bisa memberikan rasa nyaman atau tidak usah mencinta selamanya.

Satrio bangkit dan merapikan selimut yang menutupi kaki Ocean. "Tunggu di sini, aku akan segera kembali," kata Satrio sebelum pergi meninggalkan Ocean.

Setelah anggukan Ocean, Satrio hanya pergi ke dapur dan mengambil bungkusan yang sudah dibelikan oleh penjaga vila atas permintaannya sebelum Ocean memasak. Dia letakkan dalam piring oval dan langsung membawanya pada Ocean bersama dua gelas cappucino panas.

"Ini," kata Satrio meletakkan piring di meja samping Ocean. Satrio kembali duduk di samping istrinya dan merapikan kembali selimut untuk menutupi kaki mereka.

"Sam, ini ...."

"Terkesan?"

Ocean mengangguk. "Kapan belinya? Ini masih anget juga. Rasa pedes manis kesukaanku."

"Cium dulu kalau mau tahu jawabannya."

"Nggak tau juga nggak papa," sahut Ocean. "Yang penting makan jagung bakar."

Satrio tertawa pelan, meraih dagu Ocean dan mengecup bibirnya sekilas. "Rasa jagung bakar," katanya. "Mau lagi dong!"

Satrio senang Ocean tidak menolak sentuhannya. Bagaimanapun caranya, Ocean harus membalas sakit hatinya. Satrio berniat akan membuat Ocean menjadi seberani Athena atau Aegea. Istri cantiknya itu harus bisa membuat keadilan untuk dirinya sendiri sementara dia akan menyaksikannya dengan senyum meremehkan.

"Kebiasaan burukmu, Sam." Ocean menjauhkan kepalanya dan terus memakan jagung bakar di tangannya.

Satrio tergelak. Dia belum pernah merasa sebahagia itu sebelumnya. "Sebuah kebiasaan yang hanya kulakukan dengan istriku," katanya. "Istriku tercinta."

"Cinta?"

"Heran gitu. Apa aku terlihat bohong?"

Ocean menelan jagung bakarnya dan meraih gelas berisi cappucino panas yang dibawa Satrio bersama dengan jagung bakar. "Apa itu cinta?"

"Cinta bagiku adalah saat aku turut merasa sedih ketika kamu tak bahagia. Aku senang saat kamu tertawa dan bagiku ... senyummu itu istimewa."

Ocean meneguk kembali cappucinonya. Satrio bisa menebak apa yang ada dalam pikiran Ocean. Kali ini, Satrio tidak akan membiarkan perasaan rendah diri Ocean muncul lagi. Perasaan yang baginya menjengkelkan itu harus segera disingkirkan secepatnya.

"Sweety, jangan mikir apa-apa. Aku bilang cinta karena memang cinta. Aku mau kamu mempertahankan aku ketika ada orang menyebalkan yang berusaha untuk mengganggu kita. Apa aku bisa mempercayai kamu untuk hal yang satu itu?"

"Sam, aku ...."

"Pilihan aku nggak salah, kan Sweety?" Satrio terus mendesak Ocean dengan suara lembut. Tatapan matanya lurus kepada Ocean dan menangkap pandangan tidak percaya di mata Ocean.

"Tapi aku nggak se ... apa aku bisa?"

"Tentu saja bisa," sela Satrio. Lengannya memeluk Ocean erat. "Ingat satu hal. Aku hanya mau menjadi suamimu saja. Bukan orang lain."

"Tapi, Sam ...."

"Nggak ada tapi. Aku hanya mau kamu. Kamu mengerti, Sweety?"

Ocean mengerjap. "Iya."

"Good. Makan lagi jagungmu!"

Satrio kembali mendekap Ocean lebih erat sementara istrinya itu kembali memakan jagungnya. Sesekali Ocean menyuapinya dan Satrio hanya menggigitnya sedikit. Dia lebih menyukai Ocean yang banyak makan dan membiarkannya menikmati kenyamanan malam itu dengan kebersamaan mereka yang baginya terasa sangat indah.

Udah seneng? Pasti dong ya. Btw 500 vote cepet banget dengan yg baca hanya separuh dr biasanya. Artinya, kalo formasi penuh saia bisa minta 1K vote dong yaa. Berangkat temans🤭

Yang nggak sabar nunggu repost, boleh melipir ke karyakarsa. Sudah tamat di sana.

Love, Rain❤

Janji KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang