Selamat malam, dr Satrio dateng lagi, ya, temans. Merapat dong🤭🤭🤭
Ocean berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat karena merasa sangat lapar. Entah sudah waktunya makan siang atau belum karena dia tidak sempat mengecek waktu jika sudah asyik bekerja. Dia berniat turun ke area minimarket dan memeriksa kehadiran SPG guna membantu perhitungan stok tersisa untuk menentukan jumlah permintaan pada distributor.
Begitu turun ke lantai dasar, beberapa SPG dari produk berbeda langsung mendatangi Ocean dan memberikan kertas berisi persetujuan order. Satu per satu Ocean memeriksa edaran dari para SPG itu dan mendatangi rak display produk mereka. Ocean menandatangani setelah mencoret atau menambahkan jumlah permintaan lalu mengembalikan kertas yang disambut senyum perempuan-perempuan yang menjadi ujung tombak perusahaan mereka.
"Bu Ocean, produk saya ordernya ditambahin, dong," pinta salah seorang SPG.
Ocean menoleh dan menarik kertas yang disodorkan padanya. "Stok yang ada sekarang itu masih cukup, jadi rasanya nggak bisa kalau ditambah lagi kecuali mau aku retur di akhir bulan kalau nggak habis. Gimana?"
"Saya bantu dengan promo, Bu. Bulan ini saya stay sini 4 hari dalam seminggu." SPG itu menawar pada Ocean.
Ocean melirik kertasnya dan pandangannya berpindah kembali pada SPG. "Targetmu kurang berapa bulan ini? Kalau order ini saya setujui kamu sudah masuk target?"
SPG itu menggeleng. "Belum, Bu. Untuk target 80% masih harus menambahkan 5 karton lagi, tapi Bu Ocean setuju order yang ini saja saya sudah seneng, minimal kerja saya nggak jelek banget," jelasnya.
Ocean mengerutkan alisnya. "Tukar libur mau? Jadi hari Minggu nanti kamu jaga di sini karena toko rame banget. Kamu bisa promo dan kurasa kita nggak akan retur kalau kamu merelakan hari liburmu ditukar."
Wajah SPG itu berbinar. "Siap, Bu. Saya mau tukar libur. Nanti saya lapor ke kantor mengenai hal ini."
Ocean mengangguk. Memperhatikan rak dan mencoret beberapa tulisan di kertas kemudian menuliskan kembali jumlah yang diinginkan. Dia memberikan kertas itu kembali kepada SPG yang langsung membuat perempuan itu tertawa senang.
"Sepuluh karton tambahan," pekiknya, "makasih, Bu Ocean," ujarnya.
Ocean hanya tersenyum kecil dan berlalu. Perutnya sangat lapar dan rasanya sampai perih. Sudah hampir jam 4 sore, artinya jam kerjanya berakhir dan buat apa dia makan siang kalau kondisinya seperti itu? Lebih baik membereskan barang-barangnya dan menikmati sore di pujasera sebelah minimarket ditemani sepiring siomay dan teh dingin dalam botol.
Sesampainya di ruang kerja, Ocean bergegas merapikan barang-barangnya. Memasukkan ponsel ketas dan bergegas turun. Dimatikannya komputer yang biasa dia gunakan untuk bekerja lalu mematikan lampu. Setelah yakin kalau tidak ada barang pribadinya yang tertinggal, Ocean keluar dari sana.
Berjalan santai keluar dari minimarket, Ocean menuju pujasera. Setelah memesan siomay, dia berjalan kedalam dan mengambil teh botol dingin lalu duduk di salah satu meja kosong yang kebetulan berada di bagian depan dan menghadap ke jalan. Pujasera itu cukup luas dengan 6 meja panjang di mana masing-masing meja dilengkapi 4 kursi panjang yang ditata berhadapan. Sebelum menuju tempat duduk, ada 3 stan makanan yang masing-masing menjual siomay, bakso, dan lalapan. Biasanya pengunjung langsung memesan lalu mengambil minum sendiri dari lemari pendingin yang ada di pojok dalam ruangan.
Ocean menikmati siomay pesanannya dengan santai. Sesekali menyesap teh dinginnya sementara tangannya menggulir ponsel dan membalas pesan teman-temannya yang heboh dalam grup chat.
"Enak aja makan sendirian." Sebuah suara menegur disusul seseorang yang langsung duduk di depan Ocean.
Ocean melihat Delta dan tersenyum kecil. Meski enggan, tetapi Ocean tidak bisa mengusir teman yang menjadi rekan kerjanya. Tidak lama kemudian seorang pelayan mengantarkan semangkuk bakso serta es teh untuk Delta. Berdua mereka makan dalam keheningan karena Ocean tidak berminat untuk mengobrol.
"Diem aja sih, Cean. Ada masalah?" Delta bertanya setelah beberapa saat makan dalam keheningan.
Ocean menggeleng dan masih menikmati makanannya. "Enggak," jawabnya setelah menelan siomay dan meneguk teh botolnya. "Makan dulu, sih, Del. Aku laper banget."
Mereka kembali terdiam dan menikmati makan siang yang terlambat itu. Ocean merasakan kesenangan tersendiri saat makan dalam keadaan yang begitu lapar. Rasanya dia menjadi semakin bersyukur dengan semua yang sudah dia miliki.
Seseorang tiba-tiba duduk di sebelah Ocean membawa sebotol teh disusul pelayan yang mengantarkan semangkuk bakso. Merasa terganggu, Ocean menoleh dan mendapati Satrio tengah menatapnya dengan sebelah alis terangkat. Niat untuk mengusir siapa pun yang membuatnya terganggu seketika diurungkan oleh Ocean.
"Sam," sapa Ocean.
"Hmm ... rupanya kamu bekerja seperti ikut penjajah, ya, jam segini baru sempat makan," komentar Satrio sambil memasukkan potongan bakso ke mulutnya. "Gajinya berapa?"
"Pak Satrio, bisakah anda berbicara sedikit lebih baik?" Delta merespon dan tampak tidak nyaman.
Satrio meletakkan sendok dan garpunya. "Siapa yang minta pendapat Anda, Pak Delta? Lagipula ini pembicaraan suami istri." Satrio melirik jam di pergelangan tangannya. "Sudah lepas dari jam kerja atau kalaupun masih dalam jam kerja, ini tetap bukan waktu Anda. Anda sedang mengganggu pasangan suami istri, mengerti sopan santun tidak?"
Ocean tahu kalau Delta pasti merasa tidak enak karena ucapan Satrio, tetapi dia juga paham kalau Satrio benar. Delta terlalu berani untuk mencampuri urusannya dengan Satrio sementara Ocean tahu kalau suaminya itu adalah tipe orang yang akan langsung berubah garang jika merasa terusik. Kesalahan yang sangat fatal jika Delta tidak menangkap isyarat yang dia siratkan melalui tatap matanya dan tampaknya memang hal itulah yang sedang terjadi.
Apa pun yang terjadi dalam hubungannya dengan Satrio, Ocean tidak boleh menampakkannya di depan umum. Rumah tangganya adalah miliknya dan tidak seharusnya orang luar tahu apa yang sudah terjadi di dalamnya.
"Anda keterlaluan, Pak Satrio." Delta memperingatkan. "Saya rasa Anda juga harus belajar sedikit tentang bagaimana caranya untuk bersopan santun.
Ocean memejamkan mata mendengar kalimat Delta. Itu sudah menyulut kemarahan Satrio karena Ocean tahu pasti perangai suaminya. Sebentar lagi ... pria yang sudah menikahinya itu pasti akan mengeluarkan kata-kata yang lebih merendahkan.
"Sebegitu nggak lakunya, ya, Anda ini sampai-sampai berusaha untuk menarik perhatian istri orang? Nggak ada perempuan lain untuk dinikahi? Atau memang berniat jadi pebinor? Tau pebinor, kan? Perebut bini orang."
Nah ... apa yang baru saja dipikirkan oleh Ocean sudah menjadi kenyataan. Untunglah pujasera sedang sepi sehingga suara perlahan dari Satrio dan Delta tidak menarik perhatian para penjual di sana.
"Jangan keterlaluan. Pak Satrio. Ocean adalah rekan kerja saya." Delta membela diri.
Satrio menarik napas panjang dan mengembuskannya cepat. "Kalau rekan kerja, sebaiknya jaga batasan Anda."
"Kami sudah biasa membahas urusan apa pun di luar jam kerja." Delta bersikeras. "Sebagai pemilik dari separuh usaha itu, saya rasa ... saya berhak untuk mengajak Ocean untuk berbicara kapan saja."
Satrio menyeringai kemudian mencondongkan tubuh ke depan. "Hanya separuh dan saya bisa membuat Ocean berhenti bekerja serta melupakan 25% kepemilikannya. Saya bisa membuatkan 10 minimarket seperti yang Anda punya. Sendirian. Tidak perlu patungan yang hanya akan membuat orang-orang seperti anda merasa sewenang-wenang."
"Sam ...," panggil Ocean dan langsung meraih sebelah tangan Satrio.
Satrio meremas tangan Ocean lembut. "Ayo pulang," ajaknya.
Ocean mengangguk dan langsung berdiri mengikuti Satrio. Dia berpikir hal terpenting saat ini adalah mengikuti kemauan Satrio atau segalanya akan menjadi semakin buruk. Ocean membiarkan Satrio membayar makanan mereka dengan dua lembar uang berwarna biru dan pergi dengan merangkul pinggang Ocean tanpa mengambil kembaliannya.
Eaak ... salah siapa kalau udah kea begitu? Pusing pala incess nihh😁😁
Love, Rain❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Kedua
RomanceCover by @henzsadewa Terkenal cerdas dan bertangan dingin dalam menangani seluruh kasus pasiennya tidak membuat Satria beruntung dalam cinta. Wanita yang dia nikahi mencintai pria lain. Pernikahan yang penuh kesalahpahaman itu membawa Satria menemu...