🍷 12. Dr. Satrio Galau 🍷

7.4K 928 117
                                    

Siang ... temannya dr. Satrio langsung merapat yakk 🤭🤭

Satrio mematikan AC di ruang kerjanya. Dia membuka jendela lalu menyulut sebatang rokok. Embusan asap rokoknya langsung meliuk keluar dari jendela. Beberapa hari ini perasaannya sedang gundah memikirkan rumah tangganya yang bisa dibilang bermasalah. Entah serius atau tidak yang jelas keterdiaman Ocean membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.

Suatu sore Satrio pulang ke rumah orang tuanya tanpa memberitahu Ocean. Dipikirannya hanya ada reaksi orang tuanya saat mengetahui kalau dia sudah menikah. Sepanjang perjalanan Satrio memikirkan bagaimana memulai percakapan dengan mamanya yang memang selalu cerewet.

Apa yang terjadi di rumah mamanya tidak seburuk yang dia kira karena ternyata orang tuanya tahu terlebih dulu dari desas-desus ketika mereka berdua datang ke rumah sakit. Mereka sengaja tidak bertanya kepada Satrio dan menunggu hingga dia siap bercerita.

"Kamu nikah aja, mama sudah seneng. Terserah kamu mau nikah sama siapa, mama ndak perlu nanya-nanya wong kamu itu sudah tua," ujar mamanya ketika Satrio menanyakan ketenangan beliau yang dirasa berlebihan.

"Mama kok nggak nanya aku nikah sama siapa," komplain Satrio.

Mamanya hanya melirik Satrio sekilas. "Pastikan saja kapan mama sama papa bisa silaturahmi, kamu sudah ngelonin anaknya, kok, orang tuanya ndak nongol. Ndak pantas sama sekali."

Satrio berdecak, "Harus, ya, mama ngomong sejelas itu?"

"Ya harus. Ngomong sama anak modelan kamu itu mesti langsung, jelas, dan mengena. Kalau ndak, ya, sudah jelas kamu cuekin."

"Masa aku segitunya, sih, Ma?"

"Temanmu itu kenapa betah berteman sama kamu? Itu karena kalian bertiga sama-sama aneh dan nggak jelas. Makanya bisa awet begitu, mama hanya berharap semoga istri-istri kalian adalah wanita luar biasa yang bisa ngadepin kalian semua."

Satrio menyandarkan punggungnya. "Istriku itu Ocean, Ma," tukas Satrio.

"Istrimu siapa?" Mamanya melemparkan sebuah bantal sofa dan mendarat tepat di wajah Satrio. "Bocah ndak tau adat, gimana ceritanya anak baik itu mau nerima kamu lagi, haduh ... mama nggak habis pikir."

Satrio menceritakan kronologi pernikahan dadakannya. Sang mama hanya mendengar tanpa berkomentar sembari menatap Satrio tajam. Hanya satu yang disembunyikan satrio dari mamanya, yaitu mengenai ketidakharmonisan dalam kehidupan rumah tangganya.

"Jadi, Ma ... aku mau bajak Mbok Sumi buat nemenin Ocean."

"Hmm ...," mama Satrio bergumam, "bawa saja, sekalian sama Siti juga ndak papa. Asal perhatikan Ocean dengan baik."

Satrio tertawa kecil menanggapi antusias mamanya. Setidaknya wanita yang sudah melahirkannya itu bahagia karena dari dulu beliau memang sangat menyayangi Ocean. Beliau sempat menyesalkan mengapa hubungan Satrio dan Ocean berakhir begitu saja, tetapi sang mama tidak pernah menanyakan alasan perpisahan itu kepada Satrio.

"Jadi ...segera pertemukan mama dengan orang tua Ocean. Mama Ndak mau, ya, dianggap sebagai besan yang tidak tahu unggah-ungguh," pinta mamanya.

"Mama sok manja. Datang aja sih ke rumahnya, kan sudah tahu. Rumah mereka juga masih tetep yang dulu dan satu lagi ... jangan heboh kalau ketemu besan. Kebiasaan mama itu." Satrio memperingatkan.

Ketika pulang ke rumah keesokan paginya, Satrio mengajak Mbok Sumi masuk dan langsung mengenalkannya pada Ocean. Mbok Sumi telah bekerja selama hampir 25 tahun di rumah mamanya dan kini merasa senang karena kembali akan memperhatikan keteraturan hidup Satrio.

Ocean menyambut wanita paruh baya itu dengan senyum ramah dan bergegas berangkat kerja setelah basa-basi sekedarnya. Satrio bisa melihat dengan jelas ketidakpedulian Ocean akan kedatangan Mbok Sumi yang dia katakan akan membantu tugas rumah Ocean. Dikatakannya juga kalau seluruh pekerjaan akan dikerjakan oleh Mbok Sumi kecuali memasak.

Dari sanalah pada akhirnya Satrio tahu banyak apa yang dilakukan Ocean jika dia belum pulang kerja. Kesimpulan Satrio adalah banyak masalah yang muncul dalam rumah tangganya yang harus segera diselesaikan.

Masalah makan adalah contoh ringannya. Jika dulu dia selalu memaksa Ocean untuk makan maka kini hal itu tidak terjadi lagi. Dia makan sendiri jika Ocean mengatakan sudah makan dan yang dia dapati kemudian benar-benar membuatnya merasa tidak enak. Saat terjaga pada dini hari, dia mendengar teriakan perut Ocean. Bukankah itu tanda lapar? Jadi sebenarnya Ocean tidak pernah makan lagi sejak mereka berselisih?

"Istriku makan jam berapa kalau sore, Mbok?" tanya Satrio suatu hari saat dia sengaja pulang makan siang.

Mbok Sumi yang sedang memotong sayuran langsung menghentikan pekerjaannya. "Ndak pernah makan, Mas." Mbok Sumi memasukkan sayuran ke plastik dan kembali memotong yang lain, "Kadang hanya makan mi instan," lanjutnya.

"Mi instan?" Satrio menghentikan makannya dan memandang Mbok Sumi. "Kan dia masak setiap hari." Satrio tidak mengerti.

"Iya, Mas. Mbak Cean memang masak tiap hari tapi dia ndak mau makan."

"Setiap hari sarapan dengan baik, kan?"

Satrio menoleh ketika Mbok Sumi tak kunjung menjawab pertanyaannya. Wanita yang turut mengasuhnya itu terdiam dengan pandangan sendu seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak sampai hati untuk menyampaikannya.

"Kenapa, Mbok? Bilang aja, Ocean itu kan istriku."

"Mbak Cean ndak pernah makan di rumah, Mas. Kalaupun makan ya selalu mi instan itu. Pokoknya Mbak Cean ndak makan makanan di rumah ini."

Selera makan Satrio hilang saat itu juga. Bagaimana bisa dia makan enak sementara Ocean ternyata tidak pernah makan di rumah. Apa yang ada dalam pikiran perempuan yang sudah dia nikahi beberapa bulan ini? Satrio bahkan tidak yakin mampu memikirkan semua hal yang terjadi.

Rasa serba salah yang menggelayuti pikirannya membuat Satrio benar-benar tidak bisa berpikir dengan baik. Dia membatalkan praktik siang dan mewakilkannya kepada salah satu rekan sejawat yang kebetulan senggang. Satrio sedang tidak ingin melakukan apa pun dan di sinilah dia saat ini ... hanya diam dan merokok dalam ruang kerjanya sambil melihat kepadatan lalu lintas di bawah sana dari jendelanya yang terbuka.

Satrio menarik napas panjang dan masih terus memikirkan apa yang sebaiknya dia lakukan. Mau menegur itu gengsi, tidak ditegur itu khawatir masalah akan semakin parah. Belum lagi Ocean yang tampaknya memang tidak ada niat baik untuk menyapanya terlebih dulu.

Menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Satrio meraih kembali bungkus rokoknya dan mengambilnya satu batang dan diselipkannya ke bibir. Tiba-tiba Satrio mengingat sesuatu, mungkin istrinya beli makan di luar karena makanan di rumah tidak membangkitkan seleranya.

Satrio terperangah dengan apa yang dia lihat. Bulan ini Ocean hanya 3 kali menggunakan kartu yang dia berikan dan semuanya di supermarket yang Satrio tahu pasti itu adalah belanja mingguan rumahnya. Jumlahnya pun tidak banyak karena semuanya masih dalam batas wajar. Tidak ada penarikan tunai atau pembelanjaan lain di luar itu.

Bangkit dari duduknya dan meletakkan rokok yang tidak sempat dia sulut ke dalam asbak begitu saja, Satrio melangkah ke kamar mandi dan mencuci tangannya. Setelah itu dia meraih jaket dan mengenakannya sambil berjalan keluar dari ruangannya. Tujuannya sudah jelas, menjemput Ocean dan segera menyelesaikan masalah yang terjadi di antara mereka.

Ternyata si mulut lemes bisa galau juga yaa ... aku baru tau lhooo🤭🤭

Love, Rain❤

Janji KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang