🍷 20. Aloanamnesa 🍷

5.8K 805 235
                                    

Malem temans. Hayuuk sohibnya
dr. Satrio langsung merapat. Kuyy 🥰🥰

Satrio duduk sambil melihat berita di televisi sementara Ocean sibuk dengan laptop di sebelahnya. Sesekali matanya melirik pada Ocean yang sama sekali tidak terganggu dengan suara tv yang terkadang dia besarkan dan kecilkan. Fokus Ocean benar-benar tidak terbagi dan membuat Satrio sedikit jengkel.

Berita masih sama seperti yang sudah-sudah. Satrio menghapalnya di luar kepala sementara yang berbeda hanyalah jumlah yang kini disebutkan. Dia mulai merasa bosan karena tidak menemukan hal baru untuk dilakukan.

Pikirannya kembali melayang pada kejadian tadi siang saat menjemput Ocean dari minimarket. Sejak meninggalkan tempat itu, Ocean tidak menceritakan apa pun perihal kedatangannya ke sana. Benar-benar menyebalkan, Satrio berharap Ocean akan menceritakan mengapa kepikiran sampai mendatangi tempat menjengkelkan itu dan meninggalkannya sendiri.

Melirik Ocean yang masih terus serius dengan pekerjaannya, Satrio mendadak jengah. Dia bosan tidak melakukan apa-apa. Perasaan terabaikan mendadak muncul dan membuatnya tidak nyaman.

"Nyebelin tahu, ada aku di sini dan kamu tetep sibuk," ujar Satrio meraih laptop Ocean dan menutupnya lalu meletakkannya di karpet.

Ocean membelalak tidak mengerti ketika tiba-tiba laptopnya sudah diambil. "Itu maksudnya apa?" tanyanya.

"Aku bosan sendirian," jawab Satrio sembari menjauhkan laptop Ocean dengan kaki ketika istrinya berusaha meraih benda itu.

"Sendirian?" Ocean bertanya dengan wajah jengkel. "Memangnya aku patung sampai nggak kamu anggap?"

"Kamu dari tadi sibuk terus, sadar nggak kalau suamimu ada di sampingmu?"

Ocean berdecak tidak suka. "Nggak usah merajuk, sadar kenapa kalau udah tua."

Sudah tua? Ocean mengatakan dia sudah tua? Satrio meraih tas Ocean dan mencari cermin yang biasa dibawa ke mana-mana. Diamatinya wajah bersih dalam cermin yang balik menatapnya. Masih segar dan tidak ada satu keriput pun yang dia temukan.

"Kamu bercanda?" tanya Satrio jengkel. "Masih tampan gini dibilang tua," omelnya.

"Oh ... jadi kamu merasa tampan? Bangga sama itu?"

Satrio terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan Ocean. Dari nada bicara Ocean, dia menangkap adanya sesuatu yang tidak menyenangkan dan jelas akan menjadi sebuah pertengkaran kalau dia membuat sebuah argumen menjengkelkan.

"Memangnya aku nggak tampan?"

Ocean menggeleng. "Enggak," jawabnya. "Yang bilang kamu tampan mestinya periksa mata dulu."

Baru kali ini ada yang mengatakan kalau dia tidak tampan. Satrio merasa itu sangat menarik. Selama ini hampir semua orang berjenis kelamin wanita pasti mengatakan kalau dia rupawan.

"Serius? Kayaknya kamu deh, yang perlu periksa mata," saran Satrio.

"Buat apa tampan kalau nggak ada akhlak?"

Satrio terdiam memikirkan ucapan Ocean. Dia tidak tahu itu serius atau gurauan, tetapi melihat dari ekspresi Ocean yang tidak ada senyumnya sama sekali, sudah pasti itu serius.

"Jadi aku nggak ada akhlak?"

"Memang aku bilang gitu?"

"Memang enggak, tapi secara nggak langsung kamu udah nuduh itu. Jelas-jelas ngobrolnya cuma sama aku."

"Ya terserah kamu, sih, kalau mikir gitu. Suka-suka kamu aja."

Ini hal yang tidak disukainya dari Ocean yang baru. Dulu ... sebelum semuanya kacau, Ocean pasti akan menghinanya habis-habisan jika dia sedang menyombongkan diri. Hal yang tidak pernah didapatinya dari Ocean yang sekarang dan dia merasa rindu.

Janji KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang