🍷 04. Yang Tertinggal 🍷

8.5K 971 94
                                    

Sore temans. Yang mau malem mingguan sama Satrio langsung merapat😁

Ocean yang lebih muda sedang mengantarkan sepupunya periksa di rumah sakit. Pemeriksaan yang lama membuat Ocean menunggu di kantin karena tidak ada hal lain yang bisa dia lakukan. Suasana yang ramai di kantin membuatnya sedikit kikuk saat seorang pria tinggi berkulit kecoklatan duduk di depannya.

"Sendirian? Boleh, kan, saya duduk di sini?" tanya pria itu.

Ocean menyapu suasana kantin yang menang sedang penuh di jam makan siang seperti itu. Tidak ada tempat duduk kosong yang tersisa selain di depannya. Ocean mengangguk mengiyakan izin pria asing itu.

Si pria duduk dan mulai menyuap makanannya. Ocean mengamati pria yang duduk di hadapannya dengan berbagai pikiran yang singgah di benaknya. Dia tahu kalau pria itu tinggi, hidungnya mancung, sekilas Ocean lihat matanya tadi menyorot tajam. Jantung Ocean berdegup lebih cepat, tetapi memandang pria itu sangat menyenangkan hatinya. Sepertinya dia merasa sayang jika melewatkan momen saat dia merasa darahnya mulai berdesir menyenangkan.

Ocean menyukainya, bibir pria itu cukup penuh di matanya. Kumis dan cambang tipis yang mulai tumbuh itu ... rasanya Ocean ingin menggerakkan jarinya di sana. Ocean penasaran bagaimana rasanya mengelus rahang itu.

"Namaku Satria." Pria itu berbicara. "Tapi teman-teman memanggilku Satrio karena aku suka begitu."

Jadi namanya Satria. Namanya bagus, Ocean menyukainya. "Namaku Ocean," kata Ocean langsung tanpa pura-pura tidak mengerti untuk mendramatisir keadaan atau jual mahal.

Satrio mengangkat sebelah alisnya. "Wah ... sepertinya kita jodoh." Dia menyingkirkan piring ke samping dan membersihkan bibirnya dengan tisu. "Namaku Satria Samudera. Semakna, kan, dengan namamu?"

Ocean tersenyum lebar, mengangguk mengiyakan ucapan Satrio. "Benar sekali ... jangan-jangan kita memang jodoh," sambut Ocean.

Senyum Ocean menular, Satrio pun ikut tersenyum dan sebentar saja mereka sudah akrab. Membicarakan segala sesuatu yang akhirnya habislah siang itu dengan saling bercerita dan berujung pertukaran nomor ponsel. Ocean menceritakan segalanya, tetapi Satrio hanya mengatakan kalau dia bekerja sebagai staf di rumah sakit tersebut.

Perkenalan yang akhirnya berlanjut pada pertemuan demi pertemuan, kencan demi kencan pun mereka lalui dan berujung pada lamaran Satrio pada orang tua Ocean. Sebagai orang tua, bapak dan ibu Ocean hanya bisa merestui hubungan keduanya. Mereka hanya meminta kedatangan orang tua Satrio untuk melamar secara resmi dan membicarakan hubungan kedua keluarga di masa depan.

Satrio menyanggupi dan dengan penuh keyakinan dia mengatakan pada Ocean bahwa mereka akan menikah secepatnya. Ocean yang sedang jatuh cinta menyambut janji Satrio dengan kebahagiaan sempurna karena akan segera bersanding dengan kekasih hatinya. Mimpi-mimpi akan kebahagiaan berdua telah dijalin Ocean, tidak ada sehari pun Ocean lewatkan tanpa senyum seolah hari esok akan selalu menjanjikan kebahagiaan selamanya.

Seperti perkataan nenek moyang pada zaman dahulu, jangan berlebihan menghadapi segala sesuatu karena tidak ada yang sempurna di dunia ini. Begitu juga dengan Ocean, tidak ada kebahagiaan sesempurna angan dan harapannya ketika pada akhirnya dia melihat Satrio di bandara. Ocean sedang menjemput kakak iparnya sedangkan kedatangan pesawatnya terlambat. Mengusir kejenuhannya, Ocean jalan-jalan dan di sanalah dia melihat Satrio. Pacarnya itu sedang melakukan adegan perpisahan dengan seorang gadis cantik, berambut hitam dengan tinggi badan di atas rata-rata wanita pada umumnya.

Tidak Ada yang aneh dengan hal itu. Mereka hanya saling melambaikan tangan dengan rentetan pesan yang mungkin disampaikan oleh Satrio karena Ocean melihat anggukan beruntun dari gadis cantik di depan Satrio. Baiklah ... Ocean berpikir bahwa gadis itu kemungkinan adalah teman karena pada akhirnya perempuan itu berlalu tanpa adegan mesra sedikitpun.

Janji KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang