🍷 23. Tak Terduga 🍷

5.6K 890 119
                                    

Pagi, temans. Sahabat dr. Satrio langsung merapat yess. Sekali-kali kutemani dirimu pagi². Habis sahur, nggak bobok lagi, kan?🤭

Ocean sedang berada di gudang ketika bedak dan keperluan bayi datang, disusul popok sekali pakai yang seketika membuat Ocean sakit kepala. Dia tidak menyangka dengan semua ide-ide bisnisnya, gudang milik Satrio ternyata tidak mempunyai kapasitas besar. Tidak mungkin mengembalikan beberapa karton produk itu mengingat diskon maksimal yang sudah dia dapatkan.

Ketika truk pengiriman sudah pergi, sakit kepalanya semakin menjadi. Gudangnya penuh dan hanya tersisa sedikit tempat untuk produk yang akan datang hari ini juga. Jika yang datang obat, maka tidak akan menjadi masalah karena untuk obat mereka mempunyai tempat tersendiri. Bagaimana jika yang datang adalah susu untukibu hamil? Sudah pasti dia harus mengirimkan sebagian besar barang yang sudah di-order oleh beberapa toko grosir dan minimarket di beberapa tempat dan itu adalah hari ini.

Ocean ... kelar nasibmu, berbisnis nggak lihat-lihat kapasitas gudang, batinnya. Dia lupa kalau usaha suaminya ini bergerak di bidang obat-obatan dan perlengkapan bayi dalam jumlah terbatas.

Ocean berjalan mondar-mandir sambil menggigit kuku sambil memikirkan bagaimana cara menyimpan semua produk yang sudah dia order. Satu-satunya cara yang terpikir hanyalah memperluas gudangnya atau segera mengirimkan pesanan hari itu juga. Mengirimkan hari itu juga ... Ocean berpikir tentang mobil pikap Satrio yang hanya satu, itu pun selalu digunakan untuk mengirimkan keperluan ke beberapa rumah sakit dan apotek.

"Nanti kalau ada barang lagi tolong ditata sebisanya, ya. Biar aku urus pengirimannya besok," kata Ocean pada kepala gudangnya sebelum pergi meninggalkan tempat yang sudah membuatnya mendadak pusing.

Dalam perjalanannya kembali ke ruang kerja, Ocean bertemu dengan Alfredo. Meskipun pria itu terkenal bermulut pedas di rumah sakit, tetapi Ocean kagum dengan dedikasinya pada pekerjaan. Teman suaminya itu benar-benar kompeten dalam menjalankan tugasnya. Setidaknya itu yang Ocean dengar dari Athena sewaktu mereka keluar makan bersama.

"Kenapa alismu berkerut begitu, Ocean?" tanya Alfredo setelah mereka dekat.

"Siang, Mas Al," sapa Ocean tanpa menjawab pertanyaan Alfredo.

Alfredo hanya mengangguk dan menaikkan sebelah alisnya. "Jadi?"

"Entah," jawab Ocean.

"Pekerjaan menyulitkanmu?"

Ocean mengangguk samar. "Uhm ... ya be ... gitu," jawab Ocean ragu. "Tapi sedikit," lanjutnya.

"Kamu boleh ngomongin apa aja ke aku. Selama aku bisa bantu pasti aku bantu."

Ocean menatap wajah Alfredo sekilas. "Tapi Mas Al ...."

"Biasa aja, Ocean. Istriku juga kalau perlu apa-apa ke Satrio langsung bilang. Aku harap kamu juga sama."

"Aku perlu pikap satu buat ...."

"Ayo berangkat," sahut Alfredo sambil menarik tangan Ocean.

Ocean berjalan cepat di belakang Alfredo karena sahabat suaminya itu tidak melepaskan tangannya. Sesampainya di tempat parkir, Alfredo langsung mendorong Ocean masuk ke mobilnya. Ocean tidak sempat menolak karena pintu sudah tertutup dan Alfredo berjalan memutar ke sisi pengemudi.

Ocean tidak mengatakan apa-apa sepanjang perjalanan mereka. Alfredo juga sepertinya lebih fokus ke jalan. Sekali dia menerima telepon yang Ocean tahu itu dari Aegea karena Alfredo mengatakan kata sayang berkali-kali serta sedang dalam perjalanan ke suatu tempat untuk membantu kesulitannya.

Ocean membayangkan, betapa bahagianya menjadi Aegea. Dengan suami super bucin seperti Alfredo, semua permintaannya pasti dikabulkan tanpa berpikir. Bahkan dalam percakapan singkat mereka, Alfredo tanpa sungkan mengirimkan kecupan sayang seolah sang istri ada di dekatnya. Ocean tersenyum geli dengan tingkah Alfredo yang ternyata bisa seperti remaja labil sedang jatuh cinta.

Mobil berhenti di depan showroom yang membuat Ocean tidak bisa berkata apa-apa. Alfredo juga langsung turun sehingga Ocean melakukan hal yang sama dan mengikutinya masuk. Pintu terbuka dari dalam dengan sebuah sapaan ramah dari seseorang yang Ocean duga adalah tenaga pemasaran dari merek mobil di sana.

"Selamat siang, Pak. Ada yang bisa kami bantu?"

"Aku mau bertemu Pak Dio dan sudah tahu kantornya," sahut Alfredo tanpa senyum dan terus berjalan menuju sebuah ruangan dengan pintu setengah terbuka.

Alfredo langsung mendorong pintu itu dan masuk tanpa mengatakan apa pun. Dia duduk di depan pria yang tampaknya tidak terganggu dengan kelakuan Alfredo yang jauh dari kata sopan. Ocean baru mengetahui hal itu. Ternyata Alfredo dan Satrio memiliki kesamaan, tetapi entah bagaimana dengan Raphael karena Ocean belum pernah melihat pria pendiam itu berinteraksi dengan yang lain.

"Kenalin, ini Ocean, istrinya Satrio. Dia perlu pikap dan beri dia yang paling bagus. Kirim tagihan pada suaminya, pokoknya mobil itu mau dibawa sekarang," ujar Alfredo.

Ocean tertegun mendengar ucapan Alfredo yang tanpa basa-basi seolah ucapannya akan dia dapatkan saat itu juga. Tidak ada raut wajah tersinggung dari pria yang sudah jelas bernama Dio saat mendengar kalimat Alfredo.

"Halo, Ocean ... aku Dio. Perlu pikap yang gimana?"

Alfredo mendengkus. "Gak usah genit. Istri Satrio itu, lagian tadi aku udah ngomong kasih dia pikap paling bagus."

"Dasar nggak sopan!"

"Pembeli adalah raja," sahut Alfredo tidak peduli.

Ocean benar-benar tidak menyangka bahwa kelakuan Alfredo benar-benar mirip dengan suaminya. Dia hanya bisa mendengar dan melihat perdebatan serta ekspresi keduanya tanpa berkomentar. Dalam pikirannya dia bertanya-tanya, kapan perdebatan tidak penting itu berakhir.

Rasa syukur Ocean panjatkan ketika kedua pria itu keluar. Dia mengikuti tanpa bertanya.

Alfredo menyuruh Ocean menunggu di sebuah kursi bersama sales yang tadi menyapa mereka saat masuk. Ocean menurut dan langsung duduk sementara si sales menanyakan ingin mencari mobil yang bagaimana. Ocean hanya enggan menjawab, tetapi dia justru tertarik dengan cara kerja menjual mobil. Jadilah dalam menunggu Alfredo, dia mendapatkan ilmu yang menurutnya bermanfaat.

"Ocean, ayo pulang," ajak Alfredo. "Dan ini ...." Alfredo memberikan kunci ke tangan Ocean. "Kunci mobilmu. Kamu bisa bawa, 'kan? Jadi ... selamat bekerja. Aku mau pulang dulu, kangen anakku."

Ocean menerima kunci dari tangan Alfredo dan langsung menyusul pria itu berjalan keluar. Alfredo bahkan tidak merasa perlu untuk berpamitan atau mengucapkan terima kasih, sementara dirinya tidak bisa begitu. Dia mengucapkan terima kasih dan meminta maaf atas ketidaksopanan Alfredo.

"Biasa aja, Ocean. Dia itu memang seperti itu. Dari jaman sekolah menengah, dia dan suamimu sama-sama nggak tau adat," sahut Dio.

"Ya sudah. Makasih, Mas Dio. Pembayarannya ...."

"Nggak usah dipikir."

Ocean mengemudi kembali ke apotek dengan keheranan luar biasa. Semudah itu dia mendapat apa yang dia butuhkan tanpa proses yang berbelit-belit dan panjang. Dia tidak habis pikir, sebenarnya siapa yang berpengaruh di antara suami dan kedua temannya?

Sesampainya di apotek, Ocean meminta bagian gudang untuk menyiapkan produk yang akan dikirimkan ke pikap barunya. Sementara menunggu semuanya siap, dia bermaksud untuk menemui Satrio dan mengatakan apa yang baru saja dia lakukan. Meskipun semua terserah dia, tetapi Ocean berpikir harus tetap memberitahu Satrio karena bagaimanapun usaha itu adalah milik bersama.

Ocean membuka pintu ruang kerja Satrio dan membeku. Suaminya sedang duduk sambil mengisap rokoknya sementara di depannya, seorang wanita cantik juga duduk manis menikmati makan siangnya.

Ocean membatalkan niatnya untuk berbicara dengan Satrio. Dia berbalik dan dengan langkah lebar meninggalkan ruang kerja suaminya. Secepat yang dia bisa, Ocean kembali ke gudang dan bersyukur betapa cepat pekerjaan karyawannya selesai.

"Selesai, Bu. Siapa yang mau mengirimnya?"

"Aku," jawab Ocean. "Satu orang ikut denganku sekarang. Ayo berangkat!" lanjutnya.

Saia nggak sempat revisi ini, maaf kalo telat, kerjaa  lagi banyak. Bantu tandai typo atau kalimat janggal. Saia nggak balas komen skr ya, lelaah hayatii hihihi #gaya #ngantuk

Love, Rain❤

Janji KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang