🍷 16. Langkah Pertama 🍷

6.9K 930 85
                                    

Siang, temans. Sohib dr. Satrio langsung merapat yakk🤗🤗

Satrio bersiul senang saat melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju ruang kerja Athena. Sesampainya di lantai 3 dia langsung belok kanan tanpa peduli pada suster yang kebetulan berpapasan dengannya. Satrio langsung membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dulu dan duduk santai setelah mengambil sebotol air mineral dari dalam kulkas.

"Kalau masuk nggak bisa ketuk pintu dulu?" Athena menegur keras.

"Nggak usah sok sopan sama kamu, Bayi. Udah kebiasaan juga masih sewot aja," balas Satrio sekenanya. "Lagian kalian nggak sedang bercinta, kan?" lanjutnya sambil melirik pada Raphael yang serius mengerjakan sesuatu di komputer Athena.

"Kelakuan jelek tetep aja nggak diubah," ketus Athena. "Bini bisa jantungan lama-lama sama kelakuanmu, Mas Sat."

"Nggak usah bawa-bawa bini. Dia seneng-seneng aja sama kelakuanku. Tadi aja sampe nambah gitu. Aduh!" keluh Satrio. Sebuah donat masih dalam bungkusnya melayang dan mendarat tepat di kepalanya. "Usilmu, Raph, ngiri aja kalau denger aku mesra sama Cean," olok Satrio yang melempar balik donat itu ke arah Rahael. Ngomong-ngomong dia udah ngantor di sebelah, tolong kamu awasi dia ya, Bayi."

"Omonganmu nggak sopan," ujar Raphael.

"Lagakmu nggak sopan, biasa aja kali, kayak perjaka belum pernah nyentuh perempuan aja atau jangan-jangan kamu belum apa-apain istrimu, ya?" Satrio makin menjadi.

"Mas Sat!" jerit Athena. "Ini anak siapa kalau aku belum diapa-apain?" tanya Athena sambil menunjuk perutnya.

Satrio tertawa ringan tanpa merasa berdosa. Hari ini dia memang benar-benar merasa bahagia dengan semua yang telah dilakukannya. Keluar dari apotek dan meninggalkan Ocean yang asyik dengan mainan barunya merupakan kesenangan tersendiri yang bagi Satrio adalah hal penting. Diakui atau tidak, membuat istrinya melupakan minimarket dan seluruh isinya adalah sebuah kemenangan tanpa piala yang kebahagiaannya melebihi kemenangan itu sendiri.

"Makanya bilangin suamimu itu, Bayi. Nggak usah nyebelin," omel Satrio.

Athena meremas tangan Raphael saat melihat gelagat suaminya mau mengatakan sesuatu. "Jadi apa yang membuat Mas Sat begitu girang siang ini?"

Satrio masih terus tersenyum sebelum menjawab pertanyaan Athena. "Ocean sudah resmi mengurus apotek di sebelah," mulainya, "tolong sesekali pantau dia. Bukan masalah aku tidak percaya, tapi aku tahu ada sesuatu yang lain."

"Iya," sahut Athena langsung. "Aku mengerti."

"Benarkah? Kamu ngerti maksudku, Bayi?"

"Hmm," gumam Athena. "Jika kuperhatikan, Ocean itu seharusnya tipe perempuan yang berani, penuh percaya diri, dan sedikit cerewet, mungkin." Athena ragu.

Satrio mengangguk. "Benar. Dia itu sangat cerewet dan nggak ada takut-takutnya. Persislah sama kamu."

"Aku paham," cetus Athena. "Serahkan padaku, Mas Sat."

"Oke. Thank you, Bayi. Aku cinta padamu," kata Satrio dan berlalu dari ruang kerja Athena tanpa memedulikan lirikan galak Raphael.

Langkah ringan Satrio menapak tangga satu demi satu hingga lantai dasar. Berjalan lurus hingga ujung lorong lalu belok kanan hingga ke tempat parkir. Dia masih duduk di dalam mobilnya sambil memandang bangunan yang ada di depannya secara keseluruhan.

Rasanya masih sulit dipercaya ketika dia mampu berdiri hingga titik ini. Semula yang hanya rutin bekerja di rumah sakit Alfredo dan praktik pribadi di beberapa tempat hingga mempunyai sebuah tempat yang mendukung passion-nya. Semua tidak luput dari dukungan kedua sahabatnya dan orang tua sampai semuanya berhasil diwujudkan.

Satrio masih betah berlama-lama duduk dalam mobilnya dan menatap ketiga bangunan yang dulunya terpisah, kini telah menjadi satu lingkup dan saling berkepentingan. Klinik Aegea, laboratorium medis Raphael dan apotek miliknya. Satrio ingin berangkat bekerja ke rumah sakit, tetapi dia merasa tidak enak dan enggan untuk pergi.

Tiba-tiba hujan turun sangat deras tanpa tanda-tanda sebelumnya. Satrio termangu melihat kaca depan mobilnya yang langsung memburam oleh curahan hujan. Kilat terlihat di kejauhan seolah membelah langit disusul suara petir yang terdengar menggelegar. Satrio mengurungkan niatnya pergi ke rumah sakit dan memilih untuk mengirimkan pesan kepada salah satu rekan sejawatnya. Dikabarkannya bahwa dia tidak bisa datang siang itu tanpa memberikan alasan.

Satrio mengemudikan mobilnya lebih dekat ke pintu apotek lalu turun dari mobilnya. Dia berlari secepat yang dia bisa dan langsung naik menuju lantai 3. Rasanya percuma dia mengibaskan rambut basahnya karena itu akan memperlambatnya menuju ruangan Ocean.

"Cean," panggil Satrio langsung begitu pintu terbuka dan menutup di belakangnya.

Ocean terkejut di kursinya dan langsung menoleh ke arah pintu. "Sam!" serunya. "Kok hujan-hujan, sih? Dari mana? Nggak kerja?" tanyanya beruntun dan melupakan pekerjaannya.

"Wah, banyak banget pertanyaanmu, Nyonya. Aku mesti jawab yang mana dulu?"

Ocean memalingkan kembali wajahnya pada komputer. "Ya udah nggak usah dijawab," gumam Ocean.

"Ngambekan," olok Satrio. "Ambilin baju ganti, gih! Aku mau mandi."

Satrio langsung masuk ke kamarnya tidak peduli Ocean mendengar permintaannya atau tidak. Ditinggalkannya baju basah yang sudah dia lepaskan di lantai. Memasuki kamar mandi, Satrio langsung memutar kran air hangat dan mulai membersihkan dirinya sambil sesekali bersiul. Hari ini dia banyak bersiul, Satrio menyadari itu. Rupanya suasana hatinya memang benar-benar sedang baik hingga semua yang dilakukannya menjadi terasa menyenangkan.

Keluar dari kamar mandi, Satrio sudah menemukan pakaian gantinya ada di atas ranjang. Bergegas dia memakainya dan keluar untuk menemui istrinya.

"Cean," panggil Satrio.

Ocean menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah Satrio. "Sam, ayo makan dulu."

Satrio mendekati Ocean yang duduk di sofa dengan beberapa mangkuk makanan di atas meja. Satrio melihat ramen dan wonton dalam mangkuk berbeda serta air mineral dalam botol besar. Diterimanya semangkuk ramen yang diulurkan Ocean.

"Beli di mana?"

"Nggak tau, aku tadi nanya Athena pas kamu mandi trus dia pesankan. Katanya sekalian sama punya dia. Pas banget seleranya sama siang ini."

"Dia memang suka masakan jepang, kalau wonton itu kelakuan suaminya."

"Kok kamu tahu banget?"

Satrio mengerutkan keningnya dan melirik Ocean. "Nggak usah cemburu, menurutmu aku ini gimana sama teman-temanku?"

Ocean mengedikkan bahu. "Nggak tau," jawabnya singkat.

"Kalau kamu sering ikut aku ngumpul sama teman-temanku, Al sama Raph juga pasti akan tahu kamu suka makanan apa. Terus ... masa iya aku mau cemburu?"

Satrio melanjutkan makannya begitu Ocean tidak menjawab kata-katanya. Ketidaktahuannya akan pikiran Ocean membuatnya sedikit ragu untuk menebak-nebak apa yang dipikirkan istrinya. Bagaimanapun hari baik ini tidak boleh berakhir dengan pertengkaran atau buruknya mood Ocean.

"Memangnya makanan ini pesen di mana, sih, Sam? Cepet banget sampainya?"

"Belakang."

"Pantesan," gumam Ocean. "Sebenernya tadi aku pengen sop ayam juga."

Satrio meletakkan ramennya di atas meja dan meraih gawainya. "Sop ayam bagian dada, perkedel 5, dan jeruk hangat . Apalagi?"

"Udah tapi nggak mau jeruk hangat. "Maunya jeruk es," jawab Ocean.

Satrio mengangguk dan kembali melanjutkan makannya yang sempat terjeda. Sesekali matanya melirik pada Ocean yang malas-malasan memakan wonton. Disuapkannya ramen ke mulut Ocean. Satrio senang Ocean menerimanya tanpa protes. Setidaknya satu hal yang tidak pernah berubah dari Ocean. Istrinya itu tetap suka jika disuapi, hal yang membuat Satrio merasa yakin bahwa dia bisa mendapatkan kembali Oceannya seperti 6 tahun yang lalu.

Makasih yang selalu komen dan maaf kalau nggak balesin satu2 karena agak sibuk belakangan ini, tapi aku baca semua kok🥰🥰🥰

Love, Rain❤

Janji KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang