Bagian 4

74 16 3
                                        

"Seakan, kekhawatirannya seperti menandakan adanya rasa tidak ingin kehilangan."

- Dipta

💙💙💙💙💙


Disetiap doa setelah salatku, ku pastikan selalu mendoakan Ayu agar sembuh dari anemianya. Namanya selalu ku sertakan dalam setiap doaku, karena aku sangat mencintainya.

Hingga beberapa hari kemudian, keadaan Ayu kunjung membaik. Dia sudah jarang pingsan.

Senyum diwajahnya sudah terlihat seperti awal aku mengenalnya. Walau terkadang wajahnya masih terlihat pucat dan berjalan masih sering merasa lemas, tetapi aku bersyukur keadaan dia mulai membaik.

Apakah ini keajaiban cinta? Seakan-akan doaku terkabul. Sungguh, Tuhan maha pemberi segalanya.

Setelah aku dan Ayu sudah tau perasaan hati kami masing-masing, kedekatan hubunganku dengan Ayu pun berlanjut.

Ketika istirahat kami terkadang jalan ke kantin bersama, terkadang juga kami tetap di kelas hanya bedua saja. Jika ia sedang malas ke kantin, aku biasa membelikannya permen karena jajan yang dia sukai adalah permen.

Suatu ketika, saat aku dan Ayu berada di kelas. Kami duduk di posisi meja ke dua dari belakang paling kiri di ruang kelas. Ia menanyakan sesuatu padaku.

"Dip, kalo misalnya aku mati gimana?" Ayu bertanya dengan serius.

Jujur aku kaget sekali, dan aku pikir dia sudah patah semangat untuk jalani hidup.

"Enggak Yu, kamu jangan bilang kayak gitu. Aku gak mau kamu mati. Aku gak bisa hidup tanpa kamu Yu..." Aku pun menjawab dengan serius.

Setelah itu, matanya berkaca-kaca menahan tangis haru. Dia tau kalau cinta yang kuberikan padanya benar-benar tulus.

Suatu hari dia membuktikan rasa cintanya padaku. Saat itu aku sedang tidak enak badan, badanku panas dan sedikit pusing. Aku berada di kelas sedang menidurkan kepalaku di atas meja.

Ketika istirahat aku tidak keluar kelas, hanya tiduran saja. Lantas Ayu datang menghampiriku.

"Dip kamu kenapa?" Dia bertanya dengan wajah cemas.

"Aku lagi nggak enak badan yu," Aku menjawab dengan lemas, "Coba deh, ini lho Yu jidatku panas." Aku menyentuh jidatku.

Lantas Ayu menyentuh jidatku, "Oh iya panas ini kamu Dip, bentar ya Dip." Ayu keluar meninggalkan kelas.

Aku pikir dia mau pergi ke mana, ternyata dia pergi ke kantin. Ayu membawakan segelas teh hangat beserta tutup dan tatakan gelasnya untukku.

Ayu datang ke kelas kembali dan menaruh segelas teh itu dimejaku.

"Wah, makasih Yu. Kamu baik banget." Ku ucapkan dengan lemas dan senyuman tipis.

Ayu pun tersenyum, "Diminum ya tehnya..."

Sungguh, dia adalah perempuan terbaik yang pernah aku kenal.

💙💙💙

Di hari siang yang cukup cerah dimana bel pulang sekolah telah berbunyi, aku dan Ayu berada di belakang kelas. Seperti biasanya, ada saja yang kami perbincangkan.

Hingga keadaan kelas mulai sedikit sepi karena sudah banyak yang pulang sekolah, walau di luar kelas masih cukup ramai. Saat itu aku dan Ayu sedang ngobrol berdua sambil berdiri. Temanku Zulkarnain datang menghampiri kami berdua.

"Cieee." Zulkarnain tersenyum menahan tawa seperti mengejek.

Kami berdua hanya membalas dengan senyuman malu.

Zulkarnain sambil menahan tawa, "Kok berduaan disini e? Sebenernya kalian udah jadian belum e?"

Ayu langsung menggandeng tanganku, "Lha ini buktinya kita udah jadian." Tersenyum sambil sedikit mengayun-ayunkan gandengan kami. Genggamannya tidak keras, tetapi lembut berperasaan.

Zulkarnain pergi meninggalkan kami sambil tersenyum, "Ya udah tak pergi aja, biar enggak ngeganggu." Ia pun tertawa.

Jantungku berdegup kencang. Itu benar-benar diluar perkiraanku. Aku belum jadian dengan Ayu, dan dia menggandeng tanganku.

Setelah Zulkarnain pergi, Ayu masih mempertahankan genggamannya selama beberapa saat. Akhir obrolan di kelas kami akhiri dengan pulang ke rumah masing-masing.

Malam harinya setelah waktu isya, Ayu mengirim SMS.

Ayu : Eh maaf ya Dip, aku tadi gandeng tanganmu.
Dipta : Udah Yu nggak papa kok.
Ayu : Beneran lho Dip, maaf ya Dip.
Dipta : Iya Yu nggak papa, tak maafin.
Ayu : Beneran lho Dip, jangan marah lho Dip.
Dipta : Enggak kok, aku nggak marah kok Yu. Hehehe.

Ayu seperti merasa bersalah. Ia pun berpikir apa yang dilakukannya tadi siang itu membuatku marah, padahal sebenarnya tidak.

Seakan, kekhawatirannya seperti menandakan adanya rasa tidak ingin kehilangan.

💙💙💙

Tanggal 11 Februari 2013, di Facebook aku di chat oleh Fio teman dekat Nia sekaligus teman sekelasku. Dia anak ekskul voli, maka tak heran jika tingginya bisa sama seperti ku.

Ketika chat, bahasa yang digunakan seperti memaksa dan kurang sopan. Dia mengawalinya dengan basa-basi.

Fio : Eh besok ada ekskul gak?
Dipta : Menurutku nggak ada.
Fio : Oh, makasih ya. Lagi apa?
Dipta : Lagi ngerjain PR.
Fio : Cie anak rajin.
Fio : Gampang besok tinggal nyontek. Hehehe.
Fio : Kamu rajin banget sih, katanya belajar kok malah on?
Dipta : Ini lagi nyari jawaban di internet.
Fio : Oh, tapi sambil on Facebook kan? Hehehe.
Fio : Kamu masih suka sama Ayu po?
Fio : Jawab jujur, kalo gak jawab jujur masuk neraka.
Dipta : Hah?

Disini aku terkejut. Topik pembicaraan pun berubah drastis.

Fio : Yang bener ah, soalnya ini penting banget?
Dipta : Aku nggak suka Ayu.

Memang sengaja ku putar-putar pembicaraannya.

Fio : Oh, ini aku lagi kepo soalnya. Terus kamu sekarang suka siapa?
Dipta : Lha kamu suka sama siapa?
Fio : Kok malah balik nanya? Kamu dulu nanti aku.
Dipta : Nanti ada yang marah.
Fio : Siapa?
Dipta : Ayu.
Fio : Loh emang kenapa? Apa urusannya sama Ayu?
Dipta : Kan aku suka Ayu.
Fio : Hmm

Tak ada 1 menit, kemudian Fio menuliskan status di Facebook-nya.

"Putus sudah harapanku, untuk bisa ngedapetin kamu."

Selang 3 menit kemudian dia membuat status lagi.

"Sakit tau gak hati ini setelah kamu ngomong kayak gitu. Galau."


💙💙💙💙💙

Sebenernya tujuan Fio buat status itu apa sih?

Gimana part ini menurut kalian? Hehehe... 😂

Tombol bintang votenya diklik yaa... Biar lebih semangat ini ngetiknya.. 😂

Hadir Sejenak {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang