18. Nyaman
🌊🌊🌊
"Lo ngapain disini ?"
"Mau jemput lo lah"
Maurel mengeryit, untuk kedua kalinya Aletta tidak datang menemuinya dan malah cowok ini yang datang menemuinya. "Ayo mau pulang nggak ?"
"Eh, iya ayo", Maurel turun dari ranjang dengan tangan memegangi perut, "ayo"
"Ehh", Rafael mencekal pergelangan tangan Maurel
"Kenapa ?"
"Bendera jepang"
"Hah ?"
Rafael menunjuk dengan dagunya, Maurel yang penasaran melihat bagian rok belakangnya, seketika matanya membulat sempurna dan merapat kembali ke tempat tidur.
Sudut bibir Rafael terangkat sedikit, ia melepaskan hoodie yang dikenakannya. Menatap Maurel yang terus saja menunduk menutupi rasa malunya,
"sini"
"Lo duluan aja"
Rafael langsung menarik pergelangan tangan Maurel, memutar tubuh Maurel hingga membelakanginya. "Lo mau ngapain ?" tanya Maurel yang kaget karena Rafael seperti ingin memeluknya dari belakang.
"Diem" wajah Maurel semakin pucat melihat tangan Rafael melingkari perutnya dan wajah Rafael pun tepat berada di pundak Maurel.
"Ayo pulang" ajak Rafael yang membuyarkan lamunan Maurel, ternyata ia mengikatkan hoodienya diperut Maurel untuk menutupi bagian belakang rok Maurel.
"Untung gue gak mikir macem macem"
🌊🌊🌊
Motor Daffa memasuki area parkiran salah satu Mall, setelah memarkirkan motor besarnya Daffa mulai melangkahkan kaki memasuki Mall dengan diikuti Tasya tepat dibelakangnya. Setelah lima menit berjalan, Daffa menghentikan langkahnya yang membuat Tasya terheran, "kenapa ?"
Daffa berbalik menghadap Tasya lalu mendudukan bokongnya di salah satu kursi lengkap dengan mejanya, Tasya mengerjap ia baru sadar bahwa mereka sekarang sedang berada di salah satu Cafe di Mall tersebut. Tasya duduk dihadapan Daffa yang kini sedang memanggil salah satu Waitress, kemudian waitress tersebut menghampiri mereka berdua dan langsung memberikan buku menu. "Spageti satu sama jus jeruk satu" pesan Daffa, "Lo mau pesen apa ?" tanya Daffa kepada Tasya yang hanya diam setelah melihat menu.
"Jus mangga aja" jawab Tasya, setelah waitress itu mencatat pesanan mereka berdua diminta untuk menunggu selama beberapa menit.
Dua puluh menit berlalu, mereka berdua sudah selesai mengisi perutnya, ehh ralat bukan mereka berdua, lebih tepatnya hanya Daffa. Karena memang hanya ia yang memesan makanan, sedangkan Tasya hanya memesan minuman saja. Ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Ia mendengus sebal, rasanya sudah sangat lama berada di tempat ini ternyata baru satu jam. Mungkin karena tidak bersama kedua sahabatnya Tasya merasa bosan? "Gue mau pulang aja" ucap Tasya yang membuat Daffa menatapnya dengan alis terangkat sebelah
"Males guee, pengen rebahan" rengek Tasya seperti anak kecil yang meminta mainan kepada sang Bunda
Daffa memutar bola matanya malas, "Yaudah sono pulang sendiri"
Tasya membulatkan matanya, "Apa lo bilang ? Pulang sendiri ? Heh Daki Badak! Lo yang ngajak gue bolos yaa, teruss sekarang lo nggak mau tanggung jawab ? Gila lo!" omel Tasya panjang kali lebar kali tinggi kali sungai eehh
"Dihh tanggung jawab, emang gu--"
"BUKAN ITU MAKSUD GUE!"
Daffa tersentak, "Lo...lagi PMS ya ?" tanya Daffa dengan tampang polosnya
"BUKAN URUSAN LO!"
Daffa mengerjap, menelan salivanya susah payah, ternyata cewek kalo lagi PMS terus marah tuh bener bener mirip singa yang mau nerkam mangsanya. Tadi aja Tasya pendiem banget kayak patung hidup, ehh sekarang, sumpah kesialan sedang berpihak kepada Daffa hari ini, "ampun ndoro"
Tasya menghembuskan napasnya secara kasar, mulai meminum jus mangganya yang tadi tersisa setengah kini hanya tinggal gelasnya saja, "ternyata abis marah terbitlah haus" gumam Daffa yang masih terdengar oleh Tasya
"Ngomong apaan lo?"
"Hah ?, apaan kaga" elak Daffa "eh Lol, mau maen timezone gak ?"
Tasya nampak berfikir sejenak sebelum menganggukkan kepalanya "boleh deh"
Daffa mengangguk dan berdiri dari tempat duduknya, "yaudah ayo"
"Ah lo curaaang"
"Dihh apaan, lo nya aja yang gak bisa maen beginian"
"Yakan udah gue bilang, kalo masukin bola basket jarak deket gue gak bisa"
Tasya mengerucutkan bibirnya menatap Daffa yang berdiri di sampingnya, "Gemess" ucap batin Daffa.
Daffa menggelengkan kepalanya, "nggak nggak, lo apa apaan sih Daf"
Tasya mengeryit melihat tingkah Daffa, "lo kenapa ?" tanya Tasya seraya memegang pundak Daffa
"Hah ? Nggak, sini deh biar gue yang ajarin cara maennya"
Tasya hanya menurut saja, Daffa mulai memasukan koin ke dalam mesin permainan bola basket. Ia pun mengambil salah satu bola basket yang menggelinding menghampirinya, "nih, lo pegang bolanya pake kedua tangan disini, angkat sikut lo, pandangan fokus ke ring bas--" ucapan Daffa terhenti ketika tatapannya bertemu dengan manik mata berwarna coklat milik Tasya, untuk kesekian kalinya Daffa maupun Tasya tenggelam kedalam tatapan satu sama lain.
Tasya memalingkan wajahnya yang kini mulai memerah menahan malu, pasalnya ialah yang menatap Daffa pertama kali dan sialnya Daffa malah balik menatapnya, "hm...gu-e bisa sendiri" ucapnya sembari cengengesan.
Daffa berdeham menjauhkan tangannya dari tangan Tasya yang memegang bola basket "kalo gak masuk anak monyet"
"Sialan, liat nihh"
"Cepetan anjirr"
"Musik tegang dongg"
"Jrengg jengg jengg jengg", Daffa memukul mesin permainan dihadapannya menirukan suara tegang di tv
Tasya mulai mengeker serta berancang ancang ingin memasukan bola nya ke dalam ring dan, "Masuuk yeayyy" ucap mereka berdua senang sembari loncat loncat kegirangan, tanpa mereka sadari keduanya saling berpelukan
"Akhirnya gue bisa masukin bola basket jarak dekett, makasihh bangetttt" ucap Tasya yang masih belum menyadari tingkahnya, Daffa pun sama, ia hanya mengangguk dan masih memeluk tubuh Tasya dengan rasa senang yang tumbuh begitu saja. Satu kata yang mereka rasakan, Nyaman.
"PEPET TROSSS"
"JANGAN KASIH KENDOR"
Begitulah tanggapan Rafael dan Leon setelah Daffa menceritakan detail kejadian hari ini. "Lo berdua tau gak gimana perasaan gue ?" tanya Daffa kepada kedua sahabatnya.
"Gimana ?" tanya balik Rafael dan Leon
"Rasanya Anjimm bangett"
Swipe Up
🌊
KAMU SEDANG MEMBACA
Couple Bobrok [On Going]
Ficção AdolescenteSMA Tunas Harapan Tiga cewek MIPA 2 dan tiga cowok MIPA 4 itu bagaikan langit di sore hari berwarna biru sebiru hatiku. Stop nyanyi--maksudnya bagaikan Tom and Jerry yang tak pernah bisa akur. Lebih parahnya semua murid kelas sepuluh MIPA 2 dan MIPA...