•𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 𝟒•

3.1K 525 27
                                    

.

"For me, cry it's not bad, because cry make me strong!"

.






Junkyu sedikit terkejut kalau membuka matanya, hal pertama yang ia lihat adalah hamparan warna putih, bagaikan awan yang biasa ia lihat diatas langit.

Sosok wanita tua itu terjatuh; menarik atensi Junkyu yang sedang kebingungan itu.

Dengan cekatan Junkyu membantu wanita tua itu untuk berdiri.

"Ibu ti—"

Namun, Junkyu langsung terhenyak saat setelah melihat sosok yang baru saja ia tolong tersebut.

"Mama!"

Ia berusaha mendekat dan memeluk ibunya, namun kakinya seakan terpaku ditanah, bahkan hanya untuk mengangkatnya saja begitu susah.

"Ma bantu aku ma! Ma jangan pergi!"

Isakan tangis terdengar jelas dari mulutnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk memeluk ibunya, namun sungguh, pergerakannya seakan terkunci oleh gravitasi bumi yang tak ternilai besarnya.

Selanjutnya Junkyu semakin dibuat terkejut dengan suasana sekitarnya yang berubah; tak ada lagi ibunya, tak ada lagi warna putih. Semua berubah menjadi warna serba gelap, membuat rasa takut seketika menyalur ditubuhnya.

“Dasar anak pembunuh, gara gara kamu ibu kita mati.”

Junkyu tersentak; tanpa diperintah lagi, air matanya mengalir bebas, meluncur dari mata sebening kristalnya.

“Kamu membunuh ibumu sendiri!”

“Tidak bukan aku yang membunuhnya!” Junkyu berteriak sekencang mungkin, meski ia tak melihat siapa yang mengatakan ia pembunuh.

“Kamu yang membunuhnya bodoh!”

“Kamu pelakunya!”

“Kim Junkyu pembawa sial!”

Junkyu jatuh karena tak mampu menahan berat badannya sendiri, air matanya semakin mengalir deras di pipinya.

Tangan kanan dan kirinya fokus menutup kedua telinganya, berusaha menulikan pendengaran agar tak dihantui suara suara yang mengatakan dirinya pembunuh itu.

Junkyu memeluk lututnya sendiri, menangis semakin kencang diantara kedua lutut tersebut.

"Kenapa kamu tega!"

Junkyu seketika menoleh kala suara yang begitu ia kenal masuk kedalam telinganya.

Matanya semakin mengeluarkan air mata kala ia melihat Ayahnya datang dengan membawa cambuk dari rotan.

"Ayah aku bukan pembunuhnya—"

"AYAHHHH!"

Junkyu tersentak dan refleks memeluk lutunya— tadi memang hanya mimpi, namun Junkyu masih menangis karena itu.

Traumanya kambuh kembali.

Ia menangis sejadi jadinya seraya terus menggumamkan "bukan! aku pembunuhnya."

Hingga tangannya mengambil ponsel pintarnya—

You calling Yoshinori......

"Halo Junkyu?" Sapa orang diseberang sana. "Kenapa menelfon malam malam, kamu belum tidur?"

Junkyu tak menjawab, namun suara isakannya terdengar di telfon membuat orang diseberang sana langsung gaduh.

[✓] Secret Love ; YoshiKyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang