Baekhyun hanya remaja kesepian, tak mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya yang terlalu sibuk bekerja. Tubuhnya rindu pelukan hangat, kasih sayang. Dan dia menemukannya, dari gurunya, Park Chanyeol.
Chanyeol tidak menyangka, dia akan jatuh ke...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jika hujan jatuh membasahi bumi, maka aku jatuh menuju hatimu"
"Baik, sekarang kalian sudah tahu nama saya. Begitu juga dengan saya." Anak-anak mulai menganguk meng-iya-kan ucapan sang guru.
"Ada yang ingin ditanyakan lagi?" katanya mulai membuka sesi tanya jawab.
Bisa dilihat semua anak cepat-cepat mengangkat tangannya, dan sang guru pun menunjuk salah satu dari mereka.
"Ssaem sudah punya pacar?" katanya menatap genit.
Dia tertawa, jadi ingat dengan kelakuannya dulu. Sama-sama suka menggoda guru baru, tapi itu dulu.
"Kebetulan tidak, ada lagi?" Perempuan itu menganguk bertepuk tangan girang, apa maksudnya? Haha
Dan kelakuan perempuan itu dihadiahi sorakan oleh anak-anak yang lain.
"Apa Ssaem mempunyai seorang istri?" Pertanyaan itu membuatnya terdiam sejenak.
"Saya sudah mempunyai anak," katanya seraya tersenyum. Membuat para perempuan di kelas itu mendesah kecewa.
Pantas saja tidak punya pacar
"Ssaem tinggal dimana?"
"Saya pikir itu privasi, jadi saya tidak akan menjawab."
Jika kalian lebih teliti, pasti kalian akan melihat ada satu bangku kosong di dekat jendela, tapi masih ada tas di atas meja itu.
Apa ada yang belum masuk? Chanyeol bertanya dalam hati.
"Jika Ssaem belum menikah, maukah Ssaem menikahiku?" Chanyeol tergelak mendengar pertanyaan itu.
"Entahlah." Perempuan itu tersenyum genit menatap Chanyeol, tapi itu tak lantas membuat Chanyeol suka.
"Sepertinya sih, tidak," kata Chanyeol lagi, dan semua tergelak. Remaja memang suka seperti itu, Dia juga pernah berada di posisi itu.
Ada pula pertanyaan yang paling vulgar untuk didengarnya, rasanya Dia risih sekali mendengarnya.
"Berapa lama Ssaem kuat bertahan di ranjang?" Chanyeol hanya tersenyum tipis.
"Kau ini masih murid sekolah, belajarlah yang rajin bukan memikirkan hal yang seperti itu," kata lelaki bertelinga lebar itu..
Murid itu menunduk menahan malu dengan wajah merahnya. Semua orang di kelas menyoraki dia, lebih parah dari yang lain bahkan sampai ada yang melemparnya dengan kertas.
"Apa! Memangnya salah? Aku kan hanya penasaran!" Dia berteriak berusaha membela diri.
"Sudah cukup!" Aku berusaha menghentikan pertikaian ini, tapi tak mereka dengar.
