Tajuk 21: Awal Perlawanan

54 15 0
                                    

Jangan tanya yang lain, Via pun terkejut dengan perlawanannya tadi. Dia terus menyebut kata-kata aneh dalam dadanya, menumpahkan penyesalan yang baru saja keluar, dia membalikkan badannya ke kompor yang menyala. Tatapan Jay langsung mengarah pada Jody.

"Ibu?" tanya Jay tak percaya. Dia melakukan semua yang membahagiakan ibu, termasuk bersikap baik pada Via. Benarkah ibu tahu masalahku? Masalah yang terjadi di antara kami? Lalu ..., "Apa aja yang udah lu kasih tahu ke ibu?"

"Semua yang gue tahu. Semua."

Jawaban Jody membuat Jay berdebar. Dia menarik diri dari hadapan Via dan adiknya, beralih untuk mendatangi ibu di kamar. Langkah kaki yang panjang itu berjalan cepat, derap yang pelan membuatnya terdengar menggema. Jay takut, dia akan mengecewakan ibunya.

"Bu," panggil Jay seraya jari-jarinya diketukkan ke pintu. Jay menurunkan kenop pintu dan mendapatinya terkunci. Apa ibu marah?

"Bu, buka pintunya ... ini Jay." Kedua kalinya Jay mengetuk, tetap tak ada jawaban. Dia menghentikan kegiatannya dan duduk di ruang TV. Merenungi setiap detil kejadian yang menimpa keluarga mereka. Dia mengingat segalanya mulai dari pertemuannya dengan Via dan wafatnya ayahanda. Apa benar aku terlalu egois sampai-sampai ibu mengkhawatirkanku?

Via datang dari dapur ingin mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Seseorang yang karenanya dia bertahan. Via melewati Jay yang tengah tertunduk dengan tangan dikepal di depan, ya, itu ciri khasnya.

Tanpa bertanya pada suaminya, dia berlalu begitu saja memasuki kamarnya dan mencari ponsel yang dia simpan di nakas. Menyentuh beberapa kali dengan gerakan cepat kemudian dia menyimpan ponsel itu di telinga kanannya menunggu beberapa saat sampai bunyi tut menjadi sebuah suara.

"Assalamualaikum," ucap seseorang dari seberang sana terdengar begitu sendu. "Udah baikan, 'kan?"

Suara itu! Via menarik napas dalam, memberikan ruang pada rongga dadanya agar dapat bicara tanpa terbata. Dia sangat merindukan suara sang nenek yang baru bisa didengarnya setelah satu minggu. Via yakin dia akan menangis.

"Waalaikumsalam, Nek," balasnya, "alhamdulilah baik."

Via berhasil mengontrol suaranya. Tanpa aba-aba dia mengungkapkan isi hatinya, apalagi? Via merindukan keluarganya dan ingin pulang. neneknya tentu saja melarang dia untuk pulang, meski tahu bahwa kakak iparnya memang tidak menyukai Via, tapi Ria meminta Via untuk bertahan dalam rumah tangga. Ria tidak menginginkan cucu yang dirawatnya bernasib sama seperti dirinya dan anaknya.

"Tapi Nek, Via-" kalimatnya terputus begitu saja dia masih berpikir keras akankah dirinya melepas begitu saja setelah lima bulan pernikahan atau bertahan sedikit lebih lama untuk mencapai kebahagiaan, jika memang ada.

Via keluar dari kamar setelah mendapati dirinya rileks kembali. Jay masih di sana bertopang tangan dan menunduk. Via tahu kalau Jay tengah terguncang, tetapi lebih dari itu, dia juga merasakan hal yang lebih hebat. Percuma jika hari ini aku mengiba, besok hari akan dikasihani, dan selanjutnya aku akan kembali mengemis. Aku mencintainya lebih dulu sampai-sampai dia merasa berhak untuk memanfaatkanku. Jika begitu aku juga punya hak memanfaatkannya untuk keberlangsungan hidupku. Lebih egois? Aku tahu itu, tetapi jadi orang baik, orang bodoh, bukanlah pilihan.

Via bergegas melewati Jay. Dia mendapati Jody tengah menghirup asap dari makanan yang sudah berada di piring. Senyumnya mengembang, yakin untuk kesekian kalinya, dia menyukai sang adik ipar.

¥

Ibu datang ke rumah Nindya dengan bercerita tentang banyak hal karena Nindya adalah putri satu-satunya. Tari merasa dapat berbagi keluh kesah dengan anaknya itu. Dia mendapati Nindya tengah berada di halaman depan rumah. Ibu dan anak selalu punya kontak batin yang kuat, Tari tersenyum dan menyambutnya.

"Baru ibu mau ke sana," kata ibunya saat Nindya berada tepat di depannya.

"Anak-anak nih pengen ke neneknya dibilangin ibu masih sakit juga," gerutu Nindya.

"Namanya juga anak-anak kangen, ya, wajar. Sama neneknya ini. Hayu masuk!"

Ibu menggiring dua anak Nindya. Sekar dan El langsung memeluk neneknya seraya berjalan bersama memasuki rumah.

Jody keluar rumah untuk menemui teman-teman dan Jay keluar untuk bertemu Jundy. Via masih sakit jadi dia tertidur di kamarnya, ibu menceritakan itu semua.

"Kamu mau makan? Tadi Via udah masak. El mau makan?" tawar ibu sebelum memulai pembicaraan.

"Kita udah makan, kok, Bu. Di rumah aku juga masak. Mas Tanjung, 'kan, hari ini libur jadi dia ada di rumah. Kenapa, kok, ibu tumben banget sih mimik wajahnya gitu, ada masalah?

"Kamu tahu masalah Jay sama Via?"

"Kenapa ibu tanya sama Nin? Ndya gak tahu, Bu. Nindya ngerasa bersalah aja sama Via gara-gara suuzon. Padahal, 'kan, dia udah baik banget. Kadang ngajakin El sama Sekar buat jalan keluar waktu aku lagi sibuk dan ibu lagi sakit. Nindya ngerasa bersalah aja."

"Jody yang kasih tahu Ibu. Jody bilang Jay nikahin Via karena Ibu. Takut kalau Ibu meninggal, tapi dia belum bisa bahagiain Ibu," jelas Tari dengan air mata menetes.

Bahkan Nindya tidak tahu soal itu. Dia merasa kalau Jay dan Via, ya, baik-baik saja. Mereka hanya butuh waktu untuk pendekatan, makanya terkadang ada kesalahpahaman di antara mereka, begitu yang Nindya pikirkan. Nindya tidak tahu bahwa pernikahannya serumit itu.

Nindya memeluk ibunya dan menepuk pundak sambil berucap, "Ibu enggak salah kok, Jay juga enggak salah kalau emang itu alasannya. Apa lagi kalau itu menyangkut ibu atau bapak, setiap anak pasti menginginkan orang tuanya bahagia terlebih dahulu. Itu wajar, jadi ibu enggak perlu merasa bersalah." Maaf Via ....

"Ibu ngerasa bersalah sama Via. Ibu ngerasa egois, Ibu ngerasain itu enggak bener. Jay memanfaatkan wanita lain untuk membahagiakan Ibu itu enggak bener," ulang Tari masih berada dalam pelukan Nindya.

Jody datang menyaksikan adegan itu. Dia tidak mengucapkan apa pun karena Nindya memberinya kode dengan mata bulatnya untuk pergi meninggalkan mereka dan tidak perlu memberitahu siapa-siapa. Jody mengangguk dan masuk ke kamar.

Via yang masih terlelap di kamar terbangun karena suara azan. Dia bergegas mandi untuk menghilangkan keringat yang menempel di badannya kemudian karena mendengar suara anak-anak Nindya, dia keluar.

"El!" panggil Via. Ia bergabung untuk menonton Tv bersama. Ibu datang dari arah kamar dengan Nindya. Membuat Via wanti-wanti kalau ibu bertanya tentang apa yang diceritakan Jody. Tentu saja Via tak ingin, Tari yang menyayanginya terasa terbebani dengan sesuatu hal yang terjadi pada dirinya.

Ibu dan Nindya pun seakan-akan tahu bahwa mungkin apa yang dirinya lakukan akan melukai Via dan menekannya dari rasa bersalah yang sama. Keadaan semakin rumit dengan kepergian Jay yang tidak pulang di hari itu. Tentu saja dia sesak tidak direspons oleh ibu seharian ini.

Ada Apa Dengan Jay? [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang