20-Ingatan

23 4 0
                                    

-Happy Reading-

BAGIAN SEMBILAN BELAS

NOW PLAYING : MAHEN - DATANG UNTUK PERGI

****
Hati tau, kapan dia akan pergi dan kapan ia akan kembali lagi.

****

Matahari telah menyingsing di ufuk barat. Hari sudah malam. Ersya tengah duduk di ruang makan rumah Dimas, ditemani laptop kesayangannya, segelas susu strawberry kesukaannya dan beberapa cemilan. Sejak pulang sekolah, ia hanya duduk termenung memandang layar laptop tanpa ada niat untuk mengotak-atiknya.

Sudah seminggu ini ia menghindari Aldian, tidak membalas chat atau telpon dari cowok itu. Bahkan di sekolahan saja Ersya enggan untuk bertemu. Setiap anggota OSIS mengadakan rapat dadakan, Ersya akan beralasan sakit.

"Gue lebih suka lo yang cerewet ketimbang galau kayak gini."

"Emang gue galau?" Tanya Ersya tanpa mengalihkan 
pandangannya dari layar laptop.

Dimas memutar bola matanya. "Gue juga pernah putus cinta, jadi gue tau orang lagi galau kayak gimana."

Ersya mengangguk samar. "Oh."

Dimas menghela nafas pelan. Orang pertama kali putus cinta ya gini nih, sambungan otaknya putus satu, di ajak ngomong bukannya nyambunga sama yang di omongin, yang ada malah nyambung emosi.

Dimas mengarahkan sendok berisi nasi dan kuah sup ke arah mulut Ersya. Namun gadis itu tidak tidak ingin membuka mulutnya, Ersya hanya menggelengkan kepalanya.

"Makan!!, mau lo kena maag kalo nunda-nunda makan?" Ujar Dimas masih menyuapi sesendok nasi di depan mulut. Ersya menatap Dimas sekilas, kemudian menerima suapan Dimas.

"Gue nyusahin ya Dim?" Tanya Ersya 

Dimas meletakan sendok yang tadi ia pegang ke atas piring mengambil gelas berisi susu strawberry lalu memberikannya kepada Ersya.

"Kenapa ngomong gitu?" Tanya Dimas.

"Ya… ya gara-gara gue lo jadi jarang ada waktu buat kumpul sama temen-temen lo, tiap hari nemenin gue." Ujar Ersya. "Lo ngerasa nggak bisa bebas ya?"

"Gue nggak masalah." Ucap Dimas menatap Ersya.

"Bohong." Balas Ersya cepat.

Dimas membenarkan posisi duduknya menghadap ke arah Ersya. "Liat gue! lo liat mata gue apa ada kebohongan di sana?"

Ersya menatap Dimas, berusaha mencari kebohongan namun hasilnya nihil, yang ada hanyalah ketulusan.

"Nihil." Ucap Ersya pelan.

"Asal lo tau ya Ca, jagain lo itu udah termasuk tanggung jawab gue juga. Gue nggak bisa kalo liat lo lemah, liat lo terluka gue nggak bisa, bahkan saat gue ngeliat lo nangis gara-gara Aldian kemarin gue juga ngerasain apa yang lo rasain."

"Gue sayang sama lo, lo itu sahabat gue dan gue nggak akan pernah rela kalo lo rapuh kayak gini." Sambung Dimas.

Ersya memandang Dimas lekat. "Jangan ninggalin gue."

"Gue nggak akan pernah ninggalin lo." Ujar Dimas meyakinkan, lalu merangkuh tubuh Ersya untuk didekap.

Dimas memejamkan matanya, kenapa hatinya selalu tidak tenang jika melihat Ersya seperti ini, ada rasa sakit dan sedih. Entah apa namanya ini, antara kasihan atau peduli, bukannya beda tipis?

Apakah memang sekarang perasaannya lebih dari seorang sahabat, ia saja tidak yakin akan hal itu. Ingin rasanya ia meyakinkan tapi hati dan pikirannya belum bisa untuk diajak meyakinkan.

RUMIT [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang