Lelaki dengan tinggi 1,85m itu melangkahkan kakinya dengan sangat tergesa, kantung matanya tampak jelas tetapi senyuman dibibirnya itu tidak pudar sejak dia memasuki gedung besar ini, membuat dimple pada kedua pipinya terlihat jelas. Matanya bahkan tampak tertutup karena dia tak berhenti tersenyum lebar. Soobin, begitu orang-orang memanggilnya.
Bruk!
"Ah, maafkan aku, maafkan aku." Soobin membungkukkan tubuhnya beberapa kali, kemudian berniat melanjutkan perjalanannya tetapi tudung hoodienya justru di tarik oleh lelaki lain yang tadi tak sengaja dia tabrak itu.
"Wah," lelaki yang ditabraknya itu menggeleng, "Bagaimana bisa kau hanya meminta maaf seperti itu kepada orang yang sedang sakit ini?"
Soobin menatap lelaki lain yang ternyata menggunakan pakaian pasien itu dengan rasa bersalah.
"Maafkan aku, aku tidak sadar jika kau memakai pakaian pasien. Sekali lagi, maafkan aku." Dia kembali membungkukkan tubuhnya.
Lelaki dengan pakaian pasien itu hanya mengibaskan tangannya, seolah berkata, "Yasudahlah, pergi sana."
Tetapi ketika lelaki dengan pakaian pasien itu akan berbalik, Soobin menyadari bahwa pakaian yang pasien itu pakai ada bercak darah di bagian perut. Tentu saja Soobin menjadi panik.
"Tunggu!" Ucapnya, "Perutmu berdarah, aku akan mengantarmu."
Baru saja Soobin akan merangkul si pasien, pasien itu menolak.
"Tidak perlu, aku bisa sendiri. Pergilah tampaknya kau sedang buru-buru."
"Ta-tapi..."
"Pergilah anak kecil."
Lelaki tinggi itu mengerjabkan matanya, "Berapa umurmu?" Tanyanya.
"Ya! Kau tidak sopan sekali. Sudahlah, pokoknya aku tau, kau itu tidak lain pasti seumuran dengan adikku! Sudah, pergi sana!" Pasien itu bahkan bisa tau dengan jelas bahwa lelaki didepannya dibawah umur karena memakai seragam sekolah.
"Ah, maafkan aku." Lagi-lagi lelaki tinggi itu membungkukkan tubuhnya, kemudian pergi diiringi kibasan tangan lelaki dengan pakaian pasien itu.
"Ah, setidaknya dia jauh lebih sopan dari Taehyun." Gumum pasien itu.
👻👻👻
"Dimana? Dimana dia?" Tanya Soobin heboh ketika sampai di depan pintu ruang rawat inap pasien.
"Hey, tenanglah. Ini rumah sakit, Nak." Ucap sang Ayah pelan.
Lelaki itu tersenyum lebar, "Aku sangat merindukannya, Ayah!"
Ayahnya itu juga tidak bisa menyembunyikan senyumannya. Penantian panjang mereka tidaklah berakhir sia-sia.
Kret...
Pintu ruangan itu terbuka, memperlihatkan seorang wanita paruh baya yang masih cantik dan seorang gadis yang terbaring di ranjang pasien, wajahnya tampak kebingungan.
"Noona!!!" Pekik lelaki itu kemudian setengah berlari dan memeluk gadis yang terbaring diranjang itu.
"Soobin-ah! Kecilkan suaramu!" Omel sang Ibu, tapi lelaki bernama Soobin itu tak peduli, dia memeluk gadis yang di panggilnya Noona itu dengan erat, kemudian mengecup keningnya berkali-kali.
"Noona, kau kemana saja? Kenapa lama sekali baru kembali? Apa mimpimu sangat indah? Aku rindu sekali!!" Tuturnya, matanya berair karena menangis.
"Soobin? K-kau Soobin?" Tanya gadis itu terbata-bata, rasanya bibirnya itu kelu, mungkin karena dia sudah lama tidak bicara.
"Iya! Aku Soobin, adikmu yang tampan itu!"
Mata gadis itu berkaca-kaca, dia terkekeh. "Kau sudah besar sekarang." Dia mengacak rambut Soobin perlahan.
"Aku sudah besar, tapi Noona masih tampak seperti dulu." Soobin tersenyum. "Aku rindu Noona!!" Soobin kembali memeluk tubuh gadis itu.
"Dokter bilang, besok sore kau sudah boleh pulang kerumah." Tutur sang Ayah.
Eunha tersenyum senang, "Ah, rasanya senang sekali, badanku sakit semua mungkin karena terlalu banyak berbaring."
"Bagaimana tidak? Kau tidur selama 5 tahun." Balas Ibunya sambil mengupas kulit buah apel. "Tapi Ibu sangat bersyukur karena kau bisa kembali." Wanita itu menyeka air matanya dengan punggung tangan.
"Ibu, jangan menangis lagi. Ibu sudah sering menangis selama 5 tahun ini, bukan? Sekarang aku sudah disini. Aku tak ingin ada air mata lagi." Gadis itu tersenyum dengan bibir pucatnya.
Ibunya hanya tersenyum dan mengangguk.
"Noona, kau mau jalan-jalan?" Tanya Soobin, dia mendorong kursi roda dari sudut ruangan dan meletakkannya di sisi ranjang Eunha. Eunha mengangguk. Soobin membantunya untuk pindah ke kursi roda, kedua saudara itu meninggalkan ruang inap Eunha.
"Soobin, sekarang kau kelas berapa?" Tanya Eunha.
"Aku sudah kelas 1 SMA, Noona."
Eunha melebarkan matanya, kemudian mendongak untuk menatap Soobin dibelakangnya yang sedang mendorong kursi rodanya.
"Kau sudah sebesar itu ternyata." Tutur Eunha.
"Hahaha, tentu saja, Noona. Aku tumbuh dengan baik selama kau tidak ada, agar kau tidak mengomel ketika kau kembali." Balas Soobin.
"Maafkan Noona."
"Huh? Maaf untuk apa?"
"Karena terlalu lama pergi."
"Ah, tidak apa-apa selama Noona bisa kembali. Tapi aku juga tidak ingin hal ini terjadi lagi. Aku akan menjaga Noona seperti dulu Noona menjagaku.
Eunha tersenyum. "Kau benar-benar tumbuh dengan baik, Soobinie."
KAMU SEDANG MEMBACA
Speechless: Like The Sun And The Moon
Fanfiction[COMPLETED] I won't start to crumble Whenever they try 2019 © xjustfinex