Arini menatap pada ranjang kosong yang ada di hadapannya. Duduk termenung ketika menyadari, bahwa pada akhirnya ia ditinggalkan oleh Romeo.
Arini melenguh, menatap pada pantulan cermin yang ada di hadapannya. Bahkan, dirinya masih menggunakan baju pengantin setelah tadi, dia dan Romeo melanjutkan akad dua jam yang lalu.
Lagi-lagi Arini menangis, merasakan hati yang sakit karena menyadari bahwa Romeo meninggalkannya. Bahkan, di malam pertama saat mereka menikah.
Arini meremas ponselnya, berusaha menghubungi Romeo karena bukan kah ini termasuk kewajibannya sebagai seorang istri?
"Halo, Romeo kau di mana...?" Begitu sambungan terangkat, Arini langsung menanyakan keberadaannya, begitu ingin tahu kalau suaminya sedang dalam keadaan baik-baik saja.
"Aku sudah memenuhi tanggung jawabku untuk menikahimu. Dan sekarang bisa kah kau diam saja dan tidak mengangguku?"
Arini menahan napas, merasakan bahwa ia sudah di lempari jawaban pahit bahkan Arini belum sempat bertanya lebih jauh lagi.
"Baik lah, kalau begitu aku akan menyiapkan makanan saat kau pulang nanti."
Ha ha ha. Dan terdengar tertawa yang semakin keras. "Jangan berlagak kalau kau benar-benar istriku. Kau tahu kalau aku tidak pernah menginginkan pernikahan ini?!"
Arini merasakan paru-parunya sesak hingga sangat sulit baginya untuk bernapas, mendengar jawaban itu sudah menyakiti hati Arini hingga benar-benar terasa sangat sakit.
"Dan jangan kau pikir, kamu bisa berada di kamar itu. Jangan pernah sekali pun kau menginjakkan kaki di kamar itu karena kamar itu hanya milik Aluna! Jangan pernah berpikir untuk menggantikan posisi Aluna di sini! Ingat itu!!!"
Arini terperangah kaget, bahkan dirinya langsung berdiri ketika Romeo seperti bisa melihat bahwa sekarang Arini berada di kamar ini. Tampak seperti orang bodoh dan mengharapkan malam pengantin dan sedang menunggu mempelai laki-laki.
Hingga akhirnya sambungan terputus, Arini menyeka air matanya ketika menatap seluruh kamar ini. Entah kenapa, kata-kata Romeo langsung membuatnya sadar dan sedikit membuka mata, bahwa ia memang tidak pantas berada di kamar ini.
Dengan masih menggunakan baju pengantin Arini kemudian pergi, meraih knop pintu lalu keluar dari dalam kamar.
Bodoh...! Dirinya benar-benar bodoh! Seharusnya Arini sadar, kalau kamar ini seharusnya milik kakaknya, dan bukan milik dirinya. Betapa bodohnya Arini karena menganggap bahwa dia bisa diterima baik oleh Romeo.
Setelah Arini keluar dari kamar, ia menatap pada sebuah rumah besar yang tampak lengang ini. Dan rumah ini pun juga...! Bukan kah rumah ini juga dipersiapkan Romeo untuk kakaknya...? Ketika seharusnya yang menikah dengan Romeo adalah Aluna, dan bukan dirinya.
Arini hanya hadir, mengusik hubungan mereka dan berakhir dibenci oleh Romeo.
Kini, Arini lebih memilih untuk turun ke lantai bawah dan memilih kamar di paling sudut ruangan, berada di samping dapur yang sepertinya memang ditujukan sebagai kamar pembantu.
Tapi biar lah, biar lah Arini berada di sini. Berada di kamar yang paling tidak, sangat jauh letaknya dari kamar milik Romeo. Dari pada ia harus tersiksa batin karena Romeo masih bersikukuh kalau kamar itu milik almarhumah kakaknya dan juga Romeo.
Di sini, Arini menangis sedih, meremas dadanya yang semakin sesak untuk ia bisa bernapas lagi. Dan sepertinya, tidak ada tempat bagi Arini untuk mengisi ruang di hati Romeo. Arini hanya benalu, datang secara tiba-tiba dan membuat Romeo harus bertanggung jawab untuk menanggung kehidupannya.
Arini harus sadar diri.
Di dalam kamar ini, Arini meringkuk memeluk tubuhnya sendiri. Seandainya waktu dapat diulang, dirinya akan lebih memilih semuanya berjalan dan normal seperti dulu. Sebelum kecelakaan itu menewaskan kedua orang tuanya dan juga Aluna.
"Kau harus kuat Arini, kau harus kuat." Ucapnya menenangkan diri, berbicara pada dirinya sendiri dan menepuk-nepuk tubuhnya untuk menenangkan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ARINI'S WEDDING
RomanceKetika Arini dipaksa untuk menggantikan posisi kakaknya untuk Romeo. Lalu ketika Romeo terpaksa menikahi Arini, yang benar-benar sangat membuatnya benci. Dan ketika dua hati terpaksa bersatu, mungkin kah mereka akan berdamai dengan waktu?