BAB 9 - PERJANJIAN DENGAN ZAKI

7.2K 443 8
                                    

"Kau benar-benar jahat, Rom." Zaki meneliti wajah Romeo yang sedari tadi bahkan tidak memandang istrinya sama sekali.

"Lalu menurutmu aku harus apa?"
Zaki mengernyit, tidak ingin membahas lebih jauh lagi kini ia berkeliling sambil menyedekapkan tangannya. Menatap pada figura di tempat kerja Romeo yang ada di rumah ini dengan foto-foto Aluna di segala penjuru.

"Aku semakin kasihan dengan Arini. Kau benar-benar tidak punya hati. Tidak bisa kah kau juga memasang foto pernikahanmu dengan Arini? Semua foto-foto ini membuat Arini tampak asing di rumah ini."

"Dia memang asing di sini, Zak."

Zaki menggelengkan kepalanya ketika ikut sakit hati dengan semua perkataan Romeo. "Tidak kah kau kasihan pada istrimu?"

Romeo menggeleng. "Dia hanya pembunuh Aluna."

Mendengar hal itu membuat Zaki semakin mengerutkan keningnya. "Romeo, tolong lah..."

"Nyatanya seperti itu."

Zaki memicingkan mata sebentar. "Percaya lah padaku, kau hanya mencari orang untuk disalahkan atas kepergian Aluna. Arini hanya korban, dan aku semakin kasihan padanya."

"Sudah kubilang ambil saja dia, Zak."

Zaki mengernyit. "Jadi kau tidak keberatan kalau aku benar-benar mendekati Arini?"

Ha ha ha. Romeo tertawa. "Tentu saja tidak. Bukan kah aku juga sudah pernah mengatakannya padamu? Aku malah sangat berterima kasih."

Zaki tersenyum. "Baik lah kalau begitu. Tapi, ingat lah karma itu ada. Dan disaat semuanya berbalik, aku tidak akan pernah memberikan Arini kepadamu."

Tiba-tiba dahi Romeo mengerut. "Jadi, kau menyukai Arini?"

"Bagaimana?"

Tanpa perlu pikir panjang, Romeo kemudian menyetujui apa yang dikatakan oleh Zaki. "Oke, aku setuju."

***

Pagi menjelang, situasinya masih tetap sama. Entah, sudah berapa pagi yang Arini lewati dan kondisinya masih tetap sama. Bangun sebelum shubuh dan memasakkan makanan untuk Romeo, yang entah akan dimakan oleh Romeo atau tidak.

Seberapa pun keras usahanya untuk meluluhkan hati Romeo, sepertinya ia masih tetap saja dipandang sebelah mata.

Arini menarik napas, memejamkan mata sebentar untuk menahan pening yang masih menjalar di setiap bagian kepalanya. Akhir-akhir ini, Arini merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya, Ia sering merasa pusing sekaligus lemas. Kadang ia merasa baikan tapi kadang pusing ini kambuh sendiri.

Lalu tiba-tiba, terlihat Romeo turun dari arah tangga. Sebuah pemandangan yang jarang dilihat Arini melihat Romeo sepagi ini, biasanya ia akan turun setelah ia memakai pakaian kantornya, tapi kali ini Romeo berjalan masih menggunakan pakaian santainya.

"Emm, apa kau ingin sarapan? Sebentar, supnya belum matang." Ucap Arini.

Tapi Romeo melengang, mengambil air yang ada di dalam kulkas dan menuangkan ke dalam gelas.

"Kau...? Apa kau mengadu pada Mama?" Tiba-tiba Romeo mengatakan hal itu. Sedikit membuat Arini tercekat oleh pekataannya.

"Emm, kemarin Mama datang berkunjung."

"Mama mengomeliku, aku baru mengecek ponsel pagi ini dan melihat puluhan panggilan serta ratusan pesan oleh Mama yang kesemuanya berisi cacian."

Mendengar hal itu Arini menahan napas. "Maaf, kemarin pasti karena aku sakit. Tapi sungguh, aku tidak mengatakan apa pun pada Mama. Aku tidak pernah mengatakan hal yang tidak-tidak."

ARINI'S WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang