"Sampai kapan pun aku tidak akan pernah membuka pintu itu!" Tiba-tiba terdengar sebuah suara. Entah dari mana asalnya, Romeo datang ke arah Arini. Ia berjalan mendekat kemudian langsung mengambil kursi untuk duduk di antara mereka.
"Rom ...?"
Kini, Arini yang kaget. Bukan kah di waktu seperti ini ia harus bekerja?
"Maafkan aku, Arini. Aku mempunyai feeling yang sangat kuat bahwa ini semua akan terjadi. Firasatku ternyata benar, kau akan mulai berkata macam-macam lagi dengannya."
"Tapi, Arini sudah mengizinkanku, Rom." Kini, Kiara yang protes.
"Tutup mulutmu!"
"Romeo, tadi kita hanya ..."
"Sampai kapan kau akan terus seperti ini? Aku kecewa padamu," ucapnya pada Arini kemudian ia menoleh ke arah Kiara. "Dan kau?! Boleh kah aku mengajarkanmu bagaimana cara bicara yang sopan?! Aku tahu kau sangat terbuka, tapi tidak kah kau juga harus memperhatikan situasi dan perasaan orang yang kau ajak bicara?! Bagaimana bisa kau dengan terus terang ingin menjadi wanita kedua di depan Arini?! Apa kau semurah itu?!"
Mata Kiara melebar dengan ucapan yang menyakitkan itu.
"A-apa?"
"Ya. Kiara. Tapi kau memang wanita murahan."
Deg.
Melihat ekspresinya, Romeo tersenyum puas.
"Bagaimana?! Kau sakit hati?! Bukan kah kau sendiri juga selalu terbuka untuk mengatakan hal yang melintas di otakmu tanpa berpikir? Aku hanya ingin membalasnya. Aku juga ingin sekali-kali ingin mengatakan sesuatu yang melintas di kepalaku."
"Kau jahat!"
"Lantas?! Kau tidak jahat, begitu ...? Ha ha ha. Kau sering menyakiti orang lain tapi kau sama sekali tidak mau disakiti."
Mata Kiara masih memerah dibuatnya. Sedangkan Arini menganga dengan perlakuan Romeo kali ini. Romeo tidak berubah. Jika Romeo membenci seseorang, dia akan berubah kejam sama seperti apa yang pernah dulu ia lakukan kepadanya ketika awal-awal mereka menikah.
"Aku pertegas sekali lagi. Aku sama sekali tidak pernah tertarik kepadamu, Kiara. Aku juga sama sekali tidak pernah mempunyai pikiran sekecil apa pun itu untuk mencari istri lagi. Walau pun bukan kau, aku juga tidak tertarik dengan wanita mana pun lagi. Jangan pernah datang lagi ke kehidupan kami. Karena aku sudah benar-benar muak dengan semua ini."
Air mata Kiara sudah tidak terbendung lagi. Ia menatap Arini kemudian Romeo secara bergantian dengan tatapan benci.
"Kurang ajar kalian!"
Romeo mengangkat bahunya.
Kiara menggebrak meja. Seluruh pengunjung yang ada di kedai ini pun juga tampak menatap ke arah Kiara dengan tatapan mencemooh hingga membuat Kiara malu seketika. Ia kemudian menggebrak meja. Segera pergi dari sini sambil menenteng tasnya.
"Kiara ... Kiara ...!"
Baru saja Arini ingin mengejar Kiara, namun Romeo malah menahannya.
"Kita perlu bicara."
***
Romeo diam seribu bahasa sampai mereka tiba di rumah. Matanya merah padam, emosinya mungkin sudah bertumpuk dan tidak tahu lagi bagaimana caranya ia membuang semuanya. Satu hal yang membuat Romeo tidak habis pikir adalah ...
KAMU SEDANG MEMBACA
ARINI'S WEDDING
RomanceKetika Arini dipaksa untuk menggantikan posisi kakaknya untuk Romeo. Lalu ketika Romeo terpaksa menikahi Arini, yang benar-benar sangat membuatnya benci. Dan ketika dua hati terpaksa bersatu, mungkin kah mereka akan berdamai dengan waktu?