Happy Reading!
Zayn berdiri tepat di samping Deby sembari menatap Selvia yang sedari tadi tak henti menangis bahkan setelah kedua jasad orang tuanya di kubur.
"Kasian ya tuan, tante Selvia pasti sangat sedih." Ucap Deby membuat Zayn mengangguk singkat. Lagipula ia tidak begitu peduli.
Kecelakaan malam itu memang sukses merenggut nyawa kedua mertuanya. Namun bukan itu kabar baik yang sebenarnya, melainkan tabrakan itu murni terjadi karena kecelakaan tanpa campur tangan orang suruhannya. Zayn tentu merasa senang, ia tak perlu repot menyingkirkan kedua orang itu karena Tuhan sudah melakukannya lebih dulu.
Setelah pemakaman selesai. Semua orang kembali ke rumah dengan situasi masih berduka. Tangis Selvia bahkan tidak berhenti walau Widura sudah membujuk menantunya itu.
"Sudah nak, jangan sedih. Masih ada kami yang bisa menjadi orang tua kamu. Ada Zayn juga yang.."
"Zayn hiks"
Perkataan Widura terpotong karena Selvia langsung terisak dan bergerak memeluk Zayn.
"Malam ini kamu tidur sama aku kan Zayn? Temenin aku. Aku takut." Ucap Selvia membuat Widura menatap Zayn.
"Iya nak. Malam ini sebaiknya kamu tidur bersama Selvia. Kasian nak, dia pasti masih terpukul karena kehilangan orang tuanya." Ucap Widura lembut membuat Zayn menatap Deby yang juga ada di sana.
Widura yang melihat arah pandang putranya langsung tersenyum."Biar Deby ditemeni ibunya malam ini, nggak papa kan Deb" Tanya Widura membuat Deby mengangguk pelan.
"Iya nyonya." Sahut Deby membuat Zayn menghela napas sedang Selvia langsung memeluk tubuh Zayn erat.
"Capek Zayn." Adu Selvia manja masih dengan suara serak karena baru saja menangis.
Widura mendekat lalu mengelus kepala Selvia."Bawa ke kamar Zayn. Kasian Selvia pasti kelelahan karena seharian menangis." ucap Widura lembut yang diangguki oleh Selvia.
Zayn mengangguk lalu menatap Deby."Pergilah ke kamar dan istirahat." Ucap Zayn lalu menarik lengan Selvia menaiki tangga menuju kamar mereka di lantai dua.
Setelah kepergian Zayn dan Selvia. Deby segera berdiri."Permisi nyonya, tuan."
"Tunggu Deb, saya mau bicara sama kamu." Cegah Widura membuat Deby kembali duduk.
"Ada apa nyonya?" Tanya Deby pelan.
Widura mengangguk." Maaf tapi saya harus mengatakan ini. Tolong biarkan Zayn menghabiskan waktunya dengan Selvia untuk beberapa hari, saya tahu kamu juga istri Zayn dan sedang mengandung tapi posisi Selvia saat ini juga tidak baik. Dia baru saja kehilangan orang tuanya, saya harap kamu bisa mengerti."
"Hiks"
Suara isakan tiba-tiba terdengar membuat Widura menghentikan perkataannya.
"Deby." Panggil Widura merasa bersalah.
Deby menggeleng lalu menghapus air matanya."Iya nyonya. Saya paham." Ucap Deby susah payah sambil menahan tangisnya. Entah mengapa ia tiba-tiba saja menangis.
"Ya sudah, sekarang pergilah ke kamarmu dan istirahat." Ucap Widura lembut. Sebenarnya ia tidak tega tapi mau bagaimana, Selvia dan Deby memang berbeda.
Deby mengangguk lalu berdiri kemudian berjalan menuju kamarnya.
Sedang Widura langsung menatap suaminya."Menurut papa bagaimana?" Tanya Widura membuat Baskoro mengernyit.
"Bagaimana apa mah?" Tanya Baskoro bingung.
Widura menghela napas lalu menatap suaminya serius.
"Bagaimana jika kita meminta Zayn dan Selvia untuk tinggal berdua? Maksud mama biarkan mereka pindah dari sini toh mereka sudah menikah."
"Lalu bagaimana dengan Deby?" Tanya Baskoro cepat.
Widura terdiam sesaat lalu berkata."Kita bisa biarkan Deby tinggal di sini dan setelah dia melahirkan kita kirim dia ke luar kota atau kalau perlu ke luar negeri. Sungguh pah, mama rasa cuma ini jalan yang terbaik bagi kita semua." ucap Widura dengan nada setengah frustasi. Ia tak ingin pernikahan putranya dan Selvia berjalan tidak baik namun ia juga tak tega pada Deby.
"Terserah mama saja, jika itu memang yang terbaik maka ya sudah. Kita lakukan saja." Ucap Baskoro membuat Widura mengangguk.
Namun yang tidak keduanya ketahui adalah, Asih telah mendengar pembicaraan keduanya.
Asih menutup mulutnya tak percaya. Demi Tuhan ia tak rela jika putrinya diperlakukan dengan tidak adil. Bagaimana bisa nyonya Widura berpikir untuk mengirim Deby pergi jauh setelah melahirkan. Padahal jelas kehamilan itu bukan sepenuhnya kesalahan putrinya tapi juga Tuan Zayn.
"Tidak. Lebih baik aku membawa Deby pergi dari sini dari pada putriku menerima ketidakadilan seperti ini." Gumam Asih pelan lalu berlalu dari sana menuju kamarnya.
Asih membuka lemari dan mengeluarkan semua tabungan dan perhiasan yang ia punya. Lama bekerja dengan biaya hidup yang ditanggung majikan membuat Asih memiliki cukup uang untuk menabung dan membeli perhiasan.
Asih memasukkan uang dan perhiasan ke dalam tas lusuh miliknya. Setelah itu menyimpannya dalam lemari. Ia harus menemui Deby terlebih dahulu.
Asih berjalan pelan menuju kamar Deby lalu membuka pintu kamar yang tidak terkunci itu.
"hiks hiks"
Gerakan Asih terhenti saat mendengar suara isak tangis putrinya. Lihat! Hanya putrinya yang tersiksa di sini, hanya putrinya yang menerima ketidakadilan.
"Deby, nak." Panggil Asih membuat tubuh Deby yang membelakangi pintu menegang. Kemudian dengan gerakan cepat, Deby menghapus air matanya lalu berbalik menatap ibunya.
"Ibu." Panggil Deby serak.
Asih tersenyum lalu melangkah mendekati Deby."Jangan menangis." Bisik Asih membuat Deby menggeleng.
"Deby nggak nangis kok bu."
Asih tersenyum lalu menghapus air mata yang menetes dari mata putrinya. Apanya yang tidak menangis jika wajah saja sudah dipenuhi air mata.
"Deby, Ibu rasa kita harus pergi dari sini secepatnya." Ucap Asih membuat Deby menatap ibunya bingung.
"Tapi kenapa bu, apa ibu dipecat? hiks Padahal tuan Zayn sudah janji tidak akan memecat ibu kalau Deby nurut hiks" Tangis Deby pecah membuat Asih juga ikut menangis.
"Tidak nak, ibu tidak dipecat. Ibu hanya ingin kita berdua hidup dengan tenang." ucap Asih membuat Deby menggeleng.
"Tapi bu."
Asih menggeleng."Nurut kata ibu Deby, kita harus pergi atau nyonya Widura akan mengirim kamu pergi setelah melahirkan nanti. Demi Tuhan, ibu nggak siap kalau harus pisah sama kamu." ucap Asih membuat Deby terdiam. Benarkah ia akan dikirim pergi setelah melahirkan.
Asih mengelus wajah Deby."Bukan itu saja, tuan dan nyonya juga akan meminta tuan Zayn dan istrinya pindah dari sini. Mereka tidak akan peduli pada orang kecil seperti kita nak, mereka terlalu jauh untuk kita jangkau." Ucap Asih membuat Deby terisak tanpa suara.
Asih berusaha tersenyum lalu kembali menghapus air mata yang membasahi wajah Deby.
"Kamu mau kan ikut ibu?" Tanya Asih membuat Deby mengangguk pelan.
"Iya bu. Deby mau."
Asih menghela napas lega lalu memeluk tubuh Deby."Maafkan ibu nak, tapi memang tidak akan ada tempat bagi orang kecil seperti kita untuk orang-orang seperti tuan dan nyonya." ucap Asih membuat Deby terdiam dengan air mata yang terus mengalir.
"Ibu harap semuanya bisa berjalan dengan baik saat kita pergi." Ucap Asih pelan.
-Bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
Zayn's Wife
RomanceMature Content 21+ Apa yang lebih buruk dari pada hamil saat SMA? Itulah yang dirasakan oleh Deby. Putri seorang pembantu yang hidupnya tiba-tiba saja berubah saat Zayn, putra majikan tempat ibunya bekerja kembali ke rumah.