11: Impian Terbuang

86 49 0
                                    

Usai makan siang pada istirahat kedua, Den tidak kembali ke kelas seperti siswa umumnya, melainkan menuju studio musik sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Usai makan siang pada istirahat kedua, Den tidak kembali ke kelas seperti siswa umumnya, melainkan menuju studio musik sekolah. SMA Jagadhita memiliki enam ruangan untuk tempat itu.

Studio Musik Satu, ruang utama, tempat biasa Den berlatih piano. Sementara Studio Musik Dua sampai Enam secara bergantian dipakai oleh band-band sekolah.

Den mampir ke Studio Musik Dua saat istirahat pertama, beberapa waktu lalu.

"Kalian ada penampilan?" ujar Den antusias. Perhatiannya tercuri ruang sebelah yang ramai oleh aksi empat musisi sekolah. Masing-masing memegang drum, keyboard, gitar, dan satu sebagai vocalist.

"Iya, kita bakal tampil di Dies Natalis SMA Jagadhita." Niam—Den mengenalnya, kelas siswa lelaki itu tepat bersebelahan dengannya—si penyanyi vokal sekaligus pimpinan Sketsa, salah satu band sekolah.

"Ada beberapa band yang tampil. Kami beruntung kebagian acara puncak, momen yang paling dinanti."

"Luar biasa ...." Binar-binar pada sepasang mata bulat Den menjelaskan semua. Berdiri di atas panggung bersama teman, alat musik masing-masing, penampilan kompak, penuh nada, irama, lirik demi lirik berlalu. Dia tahu, hal itu tak mungkin terasa hambar.

Belum lagi bila penonton bersorak gembira, ikut bernyanyi bersama, berdansa mengikuti langkah melodi. Sungguh adegan yang dibalut bingkai simbol-simbol nada mempesona.

"Oh, ya." Naim membuat lamunan Den buyar. "Sebenarnya kita lagi nyaris gitaris tambahan sih, biar makin ramai iringan musiknya. Den, lu ada kenalan gak? Misal musisi SMA Jagadhita yang berbakat, tapi belum gabung sama band lain?"

"Emm ...." Den mengalihkan tatapan. Memaksa sudut bibir terangkat. "Gak ada seseorang yang nongol di pikiranku sekarang. Kalo nanti ada musisi SMA Jagadhita yang bisa direkomendasikan, aku kabarin kok."

Den masih mengingat betul percakapan mereka pagi menjelang siang tadi. Dia sungguh ingin menyebut nama sendiri. Lagipula, tampil sebagai bagian dari band bersama teman sempat menjadi utopia. Namun, apa kata ayahnya bila Den melakukan hal itu.

Kini yang bisa dia lakukan hanyalah mengamati Studio Musik Dua yang menjadi saksi setia Sketsa berlatih. Sementara Den, sibuk mengulur waktu karena enggan memasuki ruang utama.

Den tahu, dia seharusnya sekarang berlatih piano. Namun, kaki tak kunjung bergerak. Kian lama memandang para anggota Sketsa bersenang-senang menghayati lagu, Den semakin ingin mendobrak dinding tebal yang mengelilingi.

Kilas balik mencuri tempat tanpa izin. Di tengah kerja keras karena menanggung hanya empat tahun pelajaran di sekolah dasar, Den selalu menyempatkan diri berlatih gitar ketika sesi belajarnya usai.

Begitu pun di sekolah menengah pertama. Hampir keseluruhan waktu dihabiskan bersama buku selama dua tahun berkutik di kelas. Namun, dia pandai menyisakan hari untuk bermain gitar bersama teman.

ExcellentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang