Apakah tawaran Pak Farid sangat menguntungkan atau justru gila? Lima siswa mengabaikan hal itu dan menerimanya, merawat seorang bayi agar Excellent batal dibubarkan.
Excellent merupakan program favorit sekolah berisi lima siswa berprestasi unggulan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Yaya masih ingat ketika pertama kali bertemu Ranya di kelas sepuluh. Kemudian, kian dekat karena sering berada di satu ruangan—kelas bimbingan OSN fisika.
Pernah kala itu Yaya hanya berniat pergi aula SMA Jagadhita. Tak sengaja melirik gerbang, Ranya berdiri sendirian di sana. Meski ada satpam, Yaya tetap memanggil nama gadis itu dan menemaninya hingga orang tua menjemput.
Mulai saat itu, ayah dan ibu Ranya mengenal Yaya. Terkadang mereka mengirim pesan—menanyakan kabar putrinya atau hal lain—seperti sekarang.
'Dek Yaya pernah ikut bimbingan fisika di luar sekolah, ya? Di mana itu, Dek? Habis biaya berapa perbulannya? Tapi efektif, 'kan? Dek Yaya dulu bisa mewakili sekolah, usahanya gimana? Oh, ya, Dek Yaya, saya titip Ranya, bilangin gapapa kalo pun dia gak bisa maju ke lomba lagi.'
Yaya mengetik cepat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan. Dia tak pernah mengikuti bimbingan di luar sekolah. Namun, ada beberapa tempat yang bisa direkomendasikan. Untuk usaha, Yaya lebih suka belajar sendiri.
Tiba-tiba, jemari Yaya berhenti mengetik ketika memikirkan beberapa pesan terakhir. Dia tahu, Ranya sendiri yang ingin menjadi juara OSN. Sementara orang tuanya bersedia mendukung sebisa mungkin, tanpa memaksa berhasil.
Ranya tahun lalu menangis, setelah gagal mewakili sekolah. Mereka pasti khawatir hal itu terjadi lagi.
Yaya kini mengerti, apa yang terus menahannya. Rasa berat hati untuk tetap berjalan di depan dan membiarkan Ranya dua kali dikalahkan. Namun, dia berada di Excellent. Keberhasilan OSN fisika tahun ini berada di pundak.
Yaya menghela, lalu mengetik balasan terakhir. Kurang lebih, dia akan mengawasi Ranya dan menyampaikan amanatnya.
Tangisan melengking Baby Ece memecah lamunan Yaya. Ponsel segera ditaruh, dua tangan sibuk mengangkat si bayi ke udara. Namun, suasana hatinya tak kunjung membaik.
Yaya sesungguhnya telah mendengar rengekan lirih beberapa kali sejak tadi, tetapi dia terlalu fokus pada pesan dari orang tua Ranya sehingga mengabaikannya. Dia menyesal telah berhenti menggoda Baby Ece dalam waktu cukup lama, sampai bayi itu kesal.
"Lu gimana, sih?" Raven entah sejak kapan berhenti bermain bola basket. Kini dia melangkah mendekat. Baby Ece dengan mudahnya diambil alih. Tak lupa menatap Yaya sinis. "Jagain yang bener."
Yaya memutar bola mata malas. Dia tak bisa berkata apa-apa, Baby Ece berangsur tenang hanya dengan berada di dekapan Raven.
Entah mengejek atau ingin menyembunyikan sesuatu dari Yaya, Raven memutar tubuh agar membelakanginya. Baby Ece seolah terhipnotis oleh sentuhan lembut pemuda itu, juga sorot mata yang seperti memancar rayuan-rayuan damai.
Meski hanya bisa menenangkan—tanpa membuat Baby Ece tertawa lagi—setidaknya lebih baik daripada membuat bayi menangis. Raven semula merasa baik-baik saja. Namun, gelagat si cantik mungil itu tiba-tiba berubah, menimbulkan kejanggalan di benak.