Apakah tawaran Pak Farid sangat menguntungkan atau justru gila? Lima siswa mengabaikan hal itu dan menerimanya, merawat seorang bayi agar Excellent batal dibubarkan.
Excellent merupakan program favorit sekolah berisi lima siswa berprestasi unggulan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sebelum sempat membahas tentang siapa yang harus menjaga Baby Ece hari ini, Sadi telah meninggalkan apartemen lebih dulu. Raven sepertinya tak keberatan bila diminta, tetapi Atra lebih dulu mengajukan diri sendiri.
Den hendak membantu dengan ikut tidak menghadiri kelas. Namun, Yaya menariknya dan bersikeras membiarkan Atra merawat Baby Ece sendirian hari ini. Raven pun mengekor, berangkat sekolah.
Den mengikuti kelas hari ini—biasanya dia menghabiskan waktu di studio musik sekolah. Setidaknya sampai jam pelajaran—ke sekian—tepat sebelum istirahat pertama karena dia mendapat dispensasi khusus yang berlaku sampai besok.
Den bergegas kembali ke Apartemen Excellent. Dia tak langsung bersuara usai membuka pintu. Dia menatap Atra yang sedang membaca buku rencana beserta jadwal-jadwal penting untuk Excellent, terlihat gusar.
"Kenapa, Mas Atra?" Den menutup pintu kembali, lantas berjalan mendekat.
Atra mengerutkan alis heran. "Lu gak sekolah?"
"Aku harus menghadiri pertunjukan sore ini. Di situ tertulis, 'kan?" Den menunjuk buku menggunakan dagu.
Atra mengangguk. Secara berkala, dia mendapat informasi tentang tempat dan waktu tiap-tiap pertunjukan yang Pak Kresna Adi, guru seni budaya terbaik sekolah, mengkonfirmasinya akan dihadiri Den.
"Aku diminta siap-siap, makanya boleh gak ikut kelas." Den melompat kecil gembira, "Mumpung ada waktu, mau lihat Baby Ece dulu."
"Oh, ya. Ngomong-ngomong soal Baby Ece. Maaf ya, Den, kayaknya nanti gue gak bisa nonton pertunjukan lu karena dia rewel terus." Belum segap sedetik, apa yang Atra bicarakan terjadi. Bayi merengek nyaris tanpa henti.
"Gak apa-apa, Mas Atra." Den justru merasa kasihan pada Baby Ece. Namun, dia tak tahu apa pun tentang mengatasi bayi yang mungkin sedang menginginkan sesuatu, tetapi kita kesulitan memahaminya.
Atra menjaga Baby Ece tetap dalam dekapan. Selain tak mau diam, bayi juga terkadang menghentakkan kaki seperti hendak lepas dari gendongan. Jika tak berhati-hati, bisa berbahaya. "Eh, emang apa yang perlu lu siapin, Den? Kayak biasa?"
Den mengangguk. "Saat ini, cuma butuh kostum. Aku bakal ambil sendiri." Dia melesat menuju ruangan pribadinya.
Berselang sebentar, Den keluar dengan membawa kemeja putih, dasi kupu-kupu merah, serta rompi, jas, dan celana hitam. Menggantung rapi lengan bawah kirinya yang diangkat setinggi perut. "Aku pengen pakai tuksedo, tapi acaranya gak seformal itu."
"Konser musik klasik outdoor, spesial hari jadi kota sebelah." Atra melirik buku sekali lagi, membaca acara yang akan dihadiri Den sore ini. "Mungkin lu harus main piano di pernikahan orang penting biar bisa pakai tuksedo."
"Semoga aku yang ditunjuk." Den tertawa kecil.
Perhatian keduanya teralih oleh Baby Ece yang sempat tenang saat Den baru saja kembali dari ruangan pribadi, tiba-tiba merengek lagi. Entah berapa kali Atra menghadapinya, hanya bisa menghela.