Chapter 10

1K 153 42
                                    




































Happy Reading!

































Jam tangan menunjukan pukul setengah 6 pagi, sudah terhitung setegah jam Yuri lari pagi sebelum berangkat kesekolah. Sudah mulai menjafi kebiasaan Yuri memulai harinya dengan bangun lebih pagi dan mulai lari pagi sebentar, baru saja ia kembali dari mengelilingi komplek perumahan.


Ada Yena yang duduk di depan rumahnya, masih menggunakan piyama dan terlihat mengantuk.


" Kenapa kau disini? "


Yen berdiri lalu menghampiri Yuri, memberikan segelas air dan handuk kecil. Ia bergerak mengelap setiap keringat Yuri walau dalam keadaam mengantuk.


" Lelah? " Tanya Yena.


" Tidak terlalu "


" Jangan terlalu sering kau bisa sakit "


" Aku sudah biasa "


" Aku hanya mengingatkan "


Yuri benar-benar tersentuh dengan yang Yena lakukan , pemuda itu benar-benar seorang sahabat yang sempurna. Ia rela bangun lebih pagi untuk menyambut Yuri dan mengelap keringatnya, Yuri merasa benar-benar beruntung mempunya Yena sebagai sahahabatnya.


" Kenapa saat berkeringat kau semakin cantik? "


" Benarkah? Lalu kenapa kau mengelapnya? "


" Aku tidak ingin kecantikanmu di lihat orang lain "


" Setiap hari orang lain melihatku "


" Mereka hanya melihat wajah bukan hatimu, aku melihat semua apa tentangmu "


Walaupun Yuri menganggap Yena sahabatnya, namun tak memungkiri Yena juga sering membuat Yuri merasa salah tingkah seperti saat ini.


" Jangan merayu "


" Aku tidak merayu, kau saja yang tak bisa melihatku "


" Aku melihatmu "


" Melihat hatiku Yuri " - Batin Yena.


" Aku pulang dulu untuk bersiap, jangan lupa sarapan oke? Bye Joyull "


Yena pergi untuk segera memasuki rumah, Yuri memandangi Yena dari belakang. Ia baru menemukan pemuda semanis Yena, ia juga berharap Yujin akan bisa semanis Yena suatu saat nanti.





























Dengan terburu-buru Yena memasukan semua nasi goreng yang ibunya buat kedalam mulut, ia terlihat ingin cepat untuk menghabiskan sarapannya.


Terlihat dari setiap suapan yang memenuhi mulutnya tak pernah di biarkan kosong, pipinya menggembung karena terus di masuki nasi.

" Pelan-pelan Yena "


" Hmm "


" Kau bisa ter— "


" Uhuuuukkkk "


Ucapan yang ayah terpotong karena Yena menyemburkan semua yang ada di mulut ke depan dan mengenai wajah sang ayah.


" Baru saja ayah akan bilang "


GLOW UPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang