🍀IX : Satu Lagi yang Bersembunyi (b)🍀

1K 299 61
                                    

Aku bangun lagi ketika ketukan terdengar di pintu berkali-kali dengan ketukan yang stabil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku bangun lagi ketika ketukan terdengar di pintu berkali-kali dengan ketukan yang stabil. Aku menunggu suara terdengar dari balik sana atau pintunya segera terbuka, tapi keduanya tidak kunjung terjadi sampai lebih dari setengah menit.

Saat aku hendak memejamkan mata lagi, pintu didorong ke dalam, lalu terdengar suara, "Selamat uuulang taaahun ...."

Aku menyibak selimut yang menutupi dari ujung kepala sampai ujung kaki dan langsung duduk, menoleh ke kiri, ke arah pintu.

Kudapati Kak Amma membawa kue dua tingkat, diselimuti krim warna soft lilac dan dimahkotai bunga Gompherena dan Geranium ungu.

Di sekelilingnya ada Saga, Radit, Han, Lofi dan Rav. Selagi mereka masuk sambil terus menyanyikan lagu 'Selamat Ulang Tahun', aku terkejut bukan main mendapati Yoku, Paduka Raja dan Ratu ikut masuk dan menyanyi juga.

Aku turun dari sisi kanan kasur, mengelap wajah, merapikan gaun tidurku secepatnya dan mendekati Kak Amma dan yang lain dengan jantung melompat-lompat, hendak keluar dari tenggorokan.

"Selamat uuulang taaahun, Aaanna ...."

Lofi berkata dengan cepat dan datar di tengah jeda nyanyian. "Selamat, Na."

"Selamat uuulang taaahuuun ...." Mereka bertepuk tangan setelahnya.

Benar juga, kalau dihitung sejak tanggal aku ke mari, sekarang adalah harinya. 26 April. Aku sama sekali tidak ingat.

Aku bertutur dengan suara parau yang kupaksakan menjadi agak lantang. "Makasih banyak, Kakak. Paduka Raja, Paduka Ratu—" Aku terbatuk. "Semuanya ...."

Ratu menghampiriku. "Di Iredale, ada tradisi untuk mengecup dahi yang berulang tahun, sebagai doa agar tuhan menyayangi dan meringankan segala kesusahan yang akan menimpa orang tersebut dalam setahun ke depan." Wanita itu meraih kedua tanganku dan menangkupnya dengan hangat. "Boleh aku melakukannya?"

Aku mengangguk asal. Tak enak menolaknya yang sudah menampungku yang bukan siapa-siapa ini.

Ibu Kak Amma mengecup dahiku cukup lama. Kurasakan wajahku memanas mendapatkan kasih sayang yang meluap-luap begini. Duh, aku jadi ingin menangis karena alasan berbeda.

Aku memejamkan mata kuat-kuat. Tidak. Aku sudah lelah menangis. Di tambah, aku tidak mau banyak orang melihatku menangis.

Aku tersentak merasakan lengan Yoku merangkulku dan kecupan kilat darinya di pipi kananku. "Haaa, tradisi seperti ini hanya untuk anak kecil dan dia sudah setinggi pohon pepaya," katanya sembari menjauh dengan sikap sombong. "Aku tidak mau dipaksa melakukan ini lagi, ya, Paduka Ratu."

Katakan itu pada Rav dan Saga, dong. Masa' ke aku.

"Dia sungguh mengecup anak perempuan seperti itu?" ungkap Lofi. "Kasarnya."

Ratu berkata. "Ketiga anak Yoku tidak ada yang perempuan, loh. Makanya aku mengajak dia agar bisa sedikit merasakannya."

Apa hanya aku yang merasa penasaran pada anak-anak Yoku?

Forestesia | Putri, Peri dan Pengkhianat ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang