🍀VII : Aderida dan Ras Sayap (a)🍀

1K 312 82
                                    

22 April - Waktu Bumi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

22 April - Waktu Bumi

Aku melihat kain satin berwarna putih bercorak emas begitu mata terbuka dan segera kupegang kepala saat denyutan nyeri menyerang. "Awww!"

Segalanya jadi terlihat hitam berbintang-bintang. Ini gara-gara aku menangis lalu tertidur semalam.

"Pagi, Athyana."

Han duduk tegak di samping tempat tidurku dengan kedua tangan terlipat sopan di atas paha. Entah sudah sejak kapan dia ada di sana.

Di sampingnya terdapat nampan yang terbang dengan stabil, bergerak naik dan turun di udara lambat-lambat. Di atasnya terdapat sepiring roti cotta dan segelas susu. Aromanya segera membuat pikiranku jernih. Tanpa disuruh, nampan besi itu terbang mendekat, mendarat di atas pangkuanku.

Aku meraih segelas besar susu, meneguknya, kemudian tersedak. "Ini susu cokelat?" ucapku mengerutkan dahi. Aku tidak berpikir akan merasakan manisnya cokelat karena susu itu berwarna putih.

"Ya. Tadinya aku ingin membawakanmu susu jeruk."

W-wuah. "Di sini susunya tetap berwarna putih walau rasanya beragam?" tanyaku, kemudian meneguknya lagi dengan lebih khidmat.

Senyum tipisnya merekah "Memangnya di bumi sana berbeda?"

"Yah, memang ada sih yang warnanya tidak mengikuti rasa, tapi untuk susu cokelat yang berwarna putih, itu terlalu mengherankan."

Han tersenyum. "Aku lega kamu tidak kenapa-kenapa. Aku dengar semalam ada penyerangan tiba-tiba, ya?"

Aku menaruh gelas di nampan lalu termenung, mengingat penyerangan di rumah Radit semalam.

Saat itu, usai kami tiba di area depan Istana Putih Iredale, Kakak segera menawarkan diri untuk mengantar Saga dan kedua orang tuanya ke Nascombe.

"Kakak—" Aku memanggilnya dengan panik. Dia tidak boleh pergi dulu. Dia harus menjelaskan apa yang kami lihat tadi.

Siapa robot itu?

Dari mana dan kenapa mereka begitu menyerupai orang tua angkat kami?

Kak Amma menoleh, menatapku dengan wajah sedih. "Nanti, ya?"

Tanganku berhenti di udara, berhenti mencoba melarangnya ketika Kakak segera pergi dengan alat teleportasi. Jadi, karena aku tidak mendapat kepastian, pikiranku dipenuli spekulasi yang sangat mengada-ada, membuatku berburuk sangka pada Papa dan Mama yang jauh di sana, dan menangis karena aku tidak bisa menyingkirkan itu dari pikiran.

Aku tidak suka diriku mencurigai Papa dan Mama. Mereka orang-orang yang paling kusayang di seluruh semesta. Mungkin saja mereka robot yang suka meniru wajah manusia demi penyamaran dan kebetulan mirip dengan kedua orang tua angkatku.

Ya, pasti begitu.

Lagi pula, tidak mungkin orang tua angkatku adalah robot. Kami sering berenang bersama dan mereka tidak korslet, tuh. Mereka bahkan tidak mengeluarkan suara desingan saat bersamaku di rumah—

Forestesia | Putri, Peri dan Pengkhianat ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang