🍀I : Menguntit Saga (a)🍀

13.7K 1.1K 698
                                    

16 April 2019

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

16 April 2019

"Apa? Penelitian di Madagaskar selama sebulan?" ulangku, ragu dengan ucapan Papa dan Mama barusan.

Kami sedang makan malam di meja makan ruang dapur. Kak Amma baru saja dari kampus dan langsung bergabung tanpa mengatakan apa pun.

"Tim kecil dari National Geographic akhirnya mengundang kami untuk ikut serta hanya untuk penelitian kali ini." Mama meyakinkanku dengan suara yang lembut, seperti yang biasa dia lakukan. Terlihat dari wajah orang Jawa-nya yang sudah lima puluhan kalau dia juga tak ingin jauh dariku—anak angkatnya yang paling manis.

"NatGeo, Ma? Keren," lirihku kagum sembari membelalak. Mama terkikik senang dan Papa tersenyum lebar, setuju pada pendapatku.

"Ya, kan? Ini mimpi terpendam Mama sama Papa dari zaman kuliah," ujar Papa, menoleh ke Mama dengan mata sipit dibalik kacamata berbingkai persegi panjang. "Mama kamu yang rajin kirim proposal kerjasama penelitian ke mereka dan akhirnya kerja keras Mama terbalas. Sudah begitu, kita akan meriset lemur berbulu merah, mamalia khas hutan hujan Masoala!"

"Dan menyelami laut di dekat hutan Maosala," tambah Mama tak kalah antusias. "Wahhh, dari foto saja, airnya sangat biru kehijauan, Na."

"Tunggu, warnanya seperti kausku, bukan?" tanya Papa ke Mama sembari mencubit kecil lengan pendek kaos polo berkerah warna hijau tosca yang ia kenakan.

Mama menatap daster lengan pendek yang warnanya sebelas-dua belas dengan warna baju atas Papa. "Kita pakai warna baju yang sama lagi?" bingungnya sembari tertawa. Aku pun tersenyum melihat interaksi mesra mereka.

Mama dan Papa angkatku adalah Biologiwan yang mengkontribusikan waktu serta tenaga untuk melakukan evakuasi, pemeliharaan, penelitian atas nama alam sampai ke wilayah jauh dalam kurun waktu tertentu. Biasanya Papa dan Mama pergi ke daerah-daerah pelosok negeri yang masih belum dijamah, hutan yang dilindungi atau cagar alam nasional. Itu pun hanya memakan waktu paling lambat sampai dua minggu—setelah aku merengek meminta mereka pulang.

Sejak kecil, mereka selalu menceritakan tentang penjelajahan National Geographic padaku sebagai dongeng tidur atau obrolan ringan di tengah makan, jadi aku tidak mungkin tidak tahu sehebat dan sekeren apa tim itu.

Aku tahu betul dan tidak tega untuk menghalangi mimpi mereka terwujud. Di tambah mereka seantusias ini. Namun, sebulan tanpa melihat kedua orang tuaku, membayangkannya saja terasa berat juga pilu.

Pernah suatu hari Papa pulang dengan kaki kanan patah karena tergelincir di batuan sungai saat hujan setelah mengunjungi alam Nusa Tenggara Timur. Kejadian itu terjadi enam bulan lalu dan sejak itu aku membujuk mereka untuk tidak pergi ke hutan karena aku khawatir.

Sangat khawatir.

Sudah begitu, usia mereka yang sudah lima puluhan dan badan yang cukup gempal, meningkatkan presentase kecelakaan kerja yang akan terjadi.

Forestesia | Putri, Peri dan Pengkhianat ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang