🍀IV : Peri (a)🍀

1.4K 369 196
                                    

20 April-Waktu Bumi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

20 April-Waktu Bumi

Sejak lahir, aku tumbuh bersama seorang kakak angkat perempuan. Melihat keakraban Rav dan Saga, aku jadi mulai membayangkan bagaimana rasanya punya seorang kakak laki-laki.

Kalau laki-laki, kayaknya bakal menyebalkan.

Saat ini, aku dan Han yang sudah mengenakan pakaian adat Nascombe berada di rumah Rav. Ibunya sedang melukis wajahku dengan bubuk warna merah dan putih yang dicampur sedikit air sampai jadi kental. Beliau menorehkan beberapa garis di sisi wajah, kening, dan area dekat mata.

Rav duduk di belakangku, mengepang rambutku di sebelah kanan sementara Han mengepang rambut sebelah kiri. Padahal aku sudah bilang untuk mengepang sendiri, tapi mereka berdua tidak mau mendengar.

Ibu Rav tertawa kecil. "Tidak usah gugup begitu. Kamu sudah hapal tariannya, 'kan?"

"Sudah, tapi aku takut lupa tempo gerakannya," jawabku melas.

"Tenang saja, Adipati tidak akan marah jika tarianmu agak kaku. Dia sangat baik. Apalagi kamu pendatang."

Sebaik itu? "Aku jadi ingin bertemu Adipati secara langsung," gumamku.

Han sudah terlebih dulu dirias. Surai peraknya dikepang satu, terlihat cantik dengan wind flower pink yang terselip di setiap kepangan. Aku menorehkan warna merah padanya, menghiasi kelopak mata seperti seorang geisha.

Suhu yang masih menggigit membuatku mengusap-usap lengan atas yang tidak dilindungi oleh bahan pakaian. Tim pawai harus berkumpul sebelum secercah sinar matahari terlihat di balik langit gelap, karena itu kami mesti bergerak turun secepatnya.

Sesuai rencana, Rav dan Lofi akan mulai menyusup ketika semua orang sudah berkumpul di depan benteng kastel Adipati. Saat itu, orang-orang penting kerajaan sudah berkumpul di atas benteng, dan hanya segelintir pelayan dan pengawal yang menjaga area dalam.

"Kamu jadi penari, 'kan?" tanya Ibu Rav pada putranya. Rav—yang memiliki bulatan merah di pipi, membuatnya terlihat agak feminin—tertawa kecil sambil mengusap tengkuk. "Jangan jauh-jauh dari dua temanmu ini, ya?"

Tidak, putramu akan menyusup ke kastel Adipati Wandra, Bu Mare.

Kisahnya udah tersedia di Google Play Book, loh (⁠人⁠ ⁠•͈⁠ᴗ⁠•͈⁠) segera miliki

Kisahnya udah tersedia di Google Play Book, loh (⁠人⁠ ⁠•͈⁠ᴗ⁠•͈⁠) segera miliki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Referensi lagu scene pawai : Wadruna & Aurora - Havelgen

Scene upacara pohon seribu bunga : Vuelie (FEAT CANTUS) - Frozen Ost

Forestesia | Putri, Peri dan Pengkhianat ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang