9

1.5K 291 65
                                    

Auth POV

Jennie berjalan memandangi kilauan lampu dari tempat yang tinggi. Ia bisa melihat dengan jelas setiap gerakan dari kilauan cahaya tersebut.

"Kamu bisa tau tempat ini dari mana?" Tanya Jennie yang masih terpukau dengan pemandangan yang ada di hadapannya.

 Haruto mengamati wajah Jennie,Ia ikut tersenyum melihat hal tersebut.
"Iseng aja mbak, tau nya ada tempat sebagus ini"

Jennie tersenyum mengamati pemandangan yang begitu menyejukan matanya .
semilir angin malam menerpa tubuh Jennie, dan saat itu pula Jennie merutuki kebodohannya yang memakai pakaian lamanya di malam hari.

Jennie memeluk tubuhnya berusaha untuk menghangatkan diri.

Bodoh jika haruto tak sadar Jennie sedang kedinginan. Namun dia bisa apa? ia sendiri juga tidak membawa jaket.

"Mbak kedinginan ya?"Tanya Haruto.

Jennie tersenyum menanggapi pertanyaan Haruto, "Gak kok. salah saya juga yang pake baju ginian."

Haruto mendekatkan tubuhnya ke Jennie, memeluk erat Jennie dari belakang.

"Saya gak bawa jaket buat nge-hangatin mbak Jennie, jadi saya hangatin mbak Jennie pake badan saya,mbak gak keberatan?"

Jennie hanya mengangguk pelan dan menikmati pelukan hangat Haruto. Angin,bumi, serta langit malam menjadi saksi bisu deguban jantung kedua insan berbeda usia tersebut.

"Haru, saya boleh tanya sesuatu?" Ijin Jennie.

Haruto menggaguk, ia samakin mengeratkan pelukan nya.
"Boleh mbak."

"Kenapa kamu gak bosen ngedeketin saya? Kamu taukan saya bukan gadis muda, saya sudah janda.  Dan kamu juga tau kalo saya udah punya anak." Tanya Jennie.

"Kalo  saya jawab insting, gimana mbak?" Tanya balik Haruto.

Sebelum Jennie menjawab, Haruto kembali mengeratkan pelukan nya. Memejamkan matanya, menikmati aroma tubuh Jennie yang memabukan. 

"Saya ngerasa kalo mbak Jennie kelak jadi tanggung jawab saya. Saya harus buat mbak Jennie bahagia, saya harus ngehapus air mata mbak Jennie, dan saya rasa saya harus ada di samping mbak Jennie buat kasih dukungan..."

"... Saya gak pernah mikir aneh-aneh perihal mbak Jennie yang udah janda. Saya gak peduli apa kata orang tentang mbak Jennie, mereka gak tau apa-apa soal mbak Jennie..."

"... Saya juga gak masalah in kalo mbak Jennie udah punya Julio. Saya malah bahagia, dengan adanya Julio saya jadi belajar lebih banyak tentang mbak Jennie. Saya juga udah anggap Julio kayak anak saya sendiri..."

"... Saya sayang sama mbak Jennie dan segala hal yang berhubungan sama mbak." Jelas Haruto.

Jennie terdiam mendengar rentetan penjelasan Haruto. Otaknya terasa berhenti sejenak, mencoba memahami setiap maksud yang disampaikan Haruto.

Haruto tertawa menyadari Jennie yang tengah salah tingkah, "Gimana mbak? Udah deg-deg an belum ama ucapan saya?"

~~~

Haruto dengan telaten melepas helm yang di pakai Jennie. Ikut merapikan helaian rambut Jennie yang berantakan.

"Makasih ya, saya nikmatin banget pemandangan tadi." Ucap Jennie.

"Sama-sama mbak. Harusnya saya yang makasih karena mbak Jennie udah mau jalan sama saya. Tapi lain kali ajak Julio aja mbak, biar saya simulasi jadi suami dan ayah." Jelas Haruto.

Jennie ikut tertawa pelan menanggapi ucapan Haruto, "Gak perlu simulasi. Seiring berjalan waktu bakal terbiasa."

Tunggu!
Jennie baru saja mengklaim bahwa dirinya akan menikah dengan Haruto?
Haruto tak salah dengar bukan?

JANDA'S BOYFRIEND ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang