KATA-KATA itu seperti balok, bisa disusun menjadi bangunan. Dan bangunan-bangunan menjadi bagus jika punya banyak bentuk. Dan susunan kata akan bagus kalau punya akhiran sama. Mama bilang, itu namanya syair. Aku suka bersyair.
Biji kurma,
Tadinya hanya biji kurma,
Sekarang lahir seorang anak,
Tidak menunggu lahirnya,
Tidak ditunggui pula,
Tiba-tiba saja ia hadir ke dunia,
Ia suka bersyair ria.Aku bertanya-tanya, apakah dulu aku sebuah biji kurma yang Mama tanam sampai tumbuh menjadi anak perempuan. Seperti Thumbelina, yang lahir dari biji jelai dan tumbuh di balik kelopak tulip. Kecuali untuk bagian diculik katak dan berkelana tanpa arah, kami sama-sama ajaib.
"A-YA, aya; R-I, ri; K-H-A, kha; Ayarikha."
Waktu itu, susah sekali untuk bicara. Rasanya lidahku bergerak seperti mobil tanpa stir sampai aku kehabisan napas. Getaran huruf R dan asal bunyi X (bukan S) membuatku bingung.
Tapi akhirnya, hal pertama yang kuketahui adalah aku Ayarikha dan dia Mama. Aku juga bisa jadi Aikha karena begitulah Mama memanggilku, tapi ia jarang memanggilku. Aikha adalah anak dan Mama adalah ibu. Papa adalah ayah, tapi dia tidak ada. Dalam beberapa versi, biji kurma mungkin tidak ditanam ayah. Thumbelina pun tak punya ayah.
Mama mengajariku banyak kata dan nama benda, memperdengarkan dongeng sebelum tidur, bahkan mengajariku membaca kalimat. Acap kali dia bergumam heran tentang anak usia enam tahun yang bisa membaca sefasih orang tua.
Padahal, aku hanya suka kegiatan menyebut kata yang membentuk kalimat dan kejadian. Kejadian-kejadian itu namanya cerita. Dalam buku dongeng, ada banyak gambar warna-warni dan cerita yang menyenangkan. Aku akan lebih mudah melakukan sesuatu kalau aku suka.
"Lidah sepatu Jennifer meledek rambut gimbalnya ... dari kolong meja," aku menunjuk gambar Jennifer yang melongok ke arah sepatu, "gimbal?"
"Keriting, lebat, kusut."
Setelah menuntaskan kisah Sepatu yang Bicara, aku meraih buku lain. Kisah Alice di Wonderland, Belgeduel si Cemerlang, Penyihir Oz, Bebek yang Jelek, dan masih ada sederet penuh buku dongeng di rak.
Aku suka membaca cerita, cerita menyenangkan, membuatku lupa kalau aku sudah bukan biji kurma lagi dan punya kejadianku sendiri. Meskipun, keadaan jadi menyeramkan sejak kedatangan sebuah paket buku dongeng baru.
⛄❄⛄
Ketika Mama pergi, aku mendapati kardus kecil di teras depan. Bungkus plastiknya kugigit sampai sobek, lalu kardus kecilnya kutarik-tarik sampai sobek juga. Ada buku dongeng tebal dan berbau harum, ada banyak kisah berbeda. Aku membaca judulnya yang aneh dan membuka halaman pertama.
Kisah Pangeran Katak.
Puteri kerajaan bertemu dengan Katak Bicara di sumur dan terikat perjanjian. Tapi Puteri merasa jijik, menolaknya saat berkunjung ke istana. Raja marah dan menyuruh Puteri menepati janji. Puteri bermain dengan terpaksa sampai ia marah ketika katak ingin tidur di kasur, sehingga melemparnya ke dinding. Tapi katak berubah jadi pangeran. Henry, pembantu Pangeran, datang menjemput. "Tidak, Tuan, ini bukan gerbongnya. Itu adalah pita dari hatiku, yang diletakkan di sana dalam kesakitan yang luar biasa ketika kamu masih seekor katak dan dipenjara di dalam sumur."
Karena tidak mengerti, aku mencari cerita lain yang sudah pernah kuketahui: Gadis Bertudung Merah. Mungkin akan lebih mudah, karena hanya ada kue pai dan perjalanan riang.
Tapi, Nenek malah dimakan Serigala, lalu menyusul Gadis Bertudung Merah. Pemburu datang memukul Serigala sampai pingsan, lalu membelah perutnya dengan kapak. Dengan begitu, Nenek dan Gadis Bertudung Merah keluar. Sementara perut Serigala diisi batu sampai ia meninggal.
Aku melotot dan hampir menangis. Perlahan-lahan, aku yakin ada jalan cerita yang agak lain. Misalnya apel yang keluar dari kerongkongan Puteri Salju saat petinya jatuh dari iringan.
Aku membuka kisah lain: Cinderella. Mungkin akan menghiburku dengan Ibu Peri, kereta labu dan gaun biru. Tapi, lagi-lagi cerita itu berubah. Dua saudari tiri Cinderella memotong jempol kaki dan tumit mereka agar muat di sepatu kaca. Namun Pangeran mengetahui kebohongan itu saat darah merembes keluar. Lalu mereka buta karena matanya dipatuk burung-burung.
Aku menangis.
Tapi, aku terus membuka cerita lain: Burung, Tikus dan Sosis. Mereka tinggal di satu rumah dan berkerja. Burung mencari kayu, Tikus mengambil air, Sosis memasak dirinya. Tapi kemudian mereka bertukar peran. Burung mengambil air di sumur dan tenggelam, Sosis mencari kayu dan dimakan anjing, Tikus melemparkan dirinya ke penggorengan.
Aku menangis lagi.
Tikus dimakan Kucing istrinya, Rapunzel nyaris terbunuh dan dibuang ke gurun pasir, ibu tiri Puteri Salju menari dalam sepatu besi panas sampai mati. Bahkan tubuh Rumpeltiltskin terbelah jadi dua.
Kebingungan dan sedih. Takut. Berturut-turut kutemukan berbagai cerita yang tidak seperti dongeng dengan akhir bahagia, justru hukuman-hukuman kejam untuk pemeran jahat.
Ketika Mama pulang, dia terkejut melihatku bersimpuh di teras sambil tersedu-sedu. Dia membolak-balik buku dongeng itu. Berpikir sejenak, mengecek ponselnya, lalu mengeluh-eluh gundah.
Aku akan selalu ingat judul buku dongeng jahat itu:
Anak dan Rumah Tangga Grimm.
Dulu sekali, sebelum ini terjadi, dunia adalah segala kesenangan. Aku akan berjongkok dengan sepatu bot ungu muda di atas rumput dan melihat-lihat Dunia Rumput.
Bagaimana ulat menggeliat-geliat di atas daun, bagaimana kupu-kupu yang mengepakkan sayapnya dengan megah, bagaimana lebah membuat rumahnya rapi dan manis, bagaimana anak dandelion berterbangan diterpa angin--terbang ke langit dan hilang tanpa mengucap salam.
Itu adalah Dunia Rumput yang indah.
Sebelum aku membaca buku dongeng jahat.
Para ulat menjerit saat dilindas motor, sayap kupu-kupu sobek saat tersangkut di pohon, lebah menggigit bunga dengan beringas, anak-anak dandelion habis dimakan kodok.
Aku menangis, berteriak, dan lari masuk ke rumah tanpa melepas bot ungu muda. Dunia sudah berbeda, dan aku tahu itu perbedaan yang jelek.
⛄❄⛄
KAMU SEDANG MEMBACA
Once in a Blue Moon [✔]
Teen FictionDalam dunia Ayarikha, imajinasi dan kenyataan berbaur sedih. Ayarikha dikuasai dongeng dan terus bergantung pada seorang anak laki-laki yang sama sejak SD hingga SMA. Setelah Mama menghilang, Ayarikha terlunta-lunta demi menghidupi dirinya sendirian...