KATA buku, malam adalah waktu ketika segala kejahatan merayap. Seandainya manusia bisa melihat mereka, tentu tidak ada yang berani keluar. Semua lampu menyala remang dan hangat. Aku berdiri di ambang pintu ruang tengah, tangan menggenggam gorden dengan gemetar. Kulihat gerak-gerik seorang wanita yang baru masuk ke ruang tamu dengan ransel berat dan tampang penat, seperti orang obesitas setelah lari marathon siang-siang.
"Mama."
Dia terkesiap, mengunci pintu dan menghampiriku. Rambutku dibelainya. "Jam berapa ini, Aikha? Tidur, ayo tidur."
"Mama kenapa belum tidur?"
"Mama kerja dulu."
"Kerja apa?"
"Mengajar berhitung."
"Sampai jam dua belas malam?"
"Aikha mau baca dongeng?"
"Mau."
Mama meletakkan ranselnya di sofa dan menggiringku ke kamar. Dia mengambil sebuah buku besar, berkover keras, dan warna-warni. Itu kisah 1001 Malam. Aku menyusup ke dalam selimut dan cengar-cengir saat Mama sudah bersandar di kepala kasur.
"Aikha yang baca, ya. Mama mau dengar."
Aku mengangguk senang. Malam itu, aku membacakan dongeng untuk Mama yang telah berkerja keras dan kelelahan sepanjang hari. Langit Timur Tengah yang biru gelap, ini Syahrazad yang terus menceritakan kisah untuk menunda hukuman kematiannya ....
Selamat tidur, Mama.
⛄❄⛄
"AYO CEPAT, CEPAT BARIS YANG RAPI! JANGAN LAMBAT KAYAK SIPUT!"
Aku tergopoh-gopoh menyusul barisan Kelas 7-E sampai topiku terbang dan jatuh. Seseorang yang lewat menginjaknya. Aku merengut, membersihkan topi itu. "Anak jahat," gumamku.
"Eh kamu ngapain bengong di situ? Cepat ambil barisan!"
Aku terkejut dan bergegas. Acara telah dimulai, si panitia sedang memberikan arahan tentang kegiatan workshop yang akan kami lakukan di taman kota. Bis-bis sudah menunggu di depan gerbang, yang beberapa menit kemudian akan kami tumpangi. Anak-anak masuk dengan berebutan, semuanya ingin duduk paling depan dan dekat jendela. Entah apa yang mereka cari.
"Kamu duduk di mana?"
Si Kuncir Kuda menepuk pundakku dengan keras. Aku tak mau mengingat namanya, aku tidak suka dia.
"Tidak tahu."
"Ih merepotkan banget, sih? Sana, duduk sama Dannis." Dia menarik lengan seragamku sampai berpindah ke sebelah anak laki-laki gemuk di kursi belakang. Aku meringis saat dihempas ke kursi yang keras itu, sakit sekali! Anak berkuncir kuda itu sangat kasar dan menyebalkan.
"Sudah kubilang jangan cari masalah sama dia."
"Aku tidak cari masalah, memangnya aku detektif?"
"Kamu mau wafer stoberi? Nih, makan aja biar kamu enggak usah ngomong."
Anak laki-laki gemuk yang dipanggil Dannis itu menyumpalkan wafer stoberi ke mulutku. Tadinya aku akan marah, tapi ternyata wafer stoberi juga enak. Jadi aku meminta sebungkus lagi, dan dia memberikannya, karena dia masih punya stok jajanan yang sangat penuh di dalam tas. Dannis punya kantung Doraemon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once in a Blue Moon [✔]
Novela JuvenilDalam dunia Ayarikha, imajinasi dan kenyataan berbaur sedih. Ayarikha dikuasai dongeng dan terus bergantung pada seorang anak laki-laki yang sama sejak SD hingga SMA. Setelah Mama menghilang, Ayarikha terlunta-lunta demi menghidupi dirinya sendirian...