"Jun kamu marah sama aku ya," ujar Cinta pelan.
Saat ini mereka sudah ada di tempat parkir, dikarenakan bel pulang sekolah berbunyi beberapa menit yang lalu.
"Aku minta maaf ya jun," ujar Cinta lagi.
"Pasang helmnya," Arjun menyodorkan helm yang biasa Cinta pakai.
Cinta memasang helmnya sendiri, biasanya sih Arjun yang pasangin. Cinta yakin, pasti Arjun beneran marah.
"Yuk berangkat," Cinta menepuk bahu Arjun dan memeluk Arjun erat.
"Junn," panggil Cinta dengan suara yang agak keras.
"Jun jangan marah, nanti gantengnya hilang lohh," teriak Cinta karena suaranya yang kecil rentan terbang terbawa angin.
"Kok ga jawab sih. Kan kalo aku marah sama kamu, pas kamu ngomong gitu aku langsung ga marah," ucap Cinta.
"Junn, jawab ish."
Arjun tak menjawab, hanya saja menatap Cinta dari kaca spionnya.
"Jun ngomong jangan gini dong, awas kena azab ga bisa ngomong beneran."
"Yaudah aku peluk kamu terus, sampe kamu berhenti marahannya," Cinta mengeratkan pelukannya sambil bersandar ke bahu Arjun.
"Aku ga suka kamu marah gini, maaf ya."
Arjun tersenyum, ia mulai luluh.
Susah banget memang punya pacar kayak Cinta. Gak bisa marahan bawaannya pengen senyum terus.
*****
"Udah nyampek, sana turun," ujar Arjun."Aku ke rumah kamu aja, gaada orang," jawab Cinta masih dengan tangannya yang melingkar di perut Arjun.
"Ga ganti baju dulu?" Cinta hanya menjawab dengan gelengan kepala.
Arjun kembali menjalankan sepeda motornya beberapa detik.
"Udah sampe, turun dulu," perintah Arjun.
Cinta nurut dan kemudian berusaha untuk membuka helm.
"Sini aku yang buka," Arjun berdiri di depan Cinta dan membuka helm itu.
Arjun merapikan rambut-rambut Cinta yang berantakan dan kemudian dia acak lagi.
"Mulai besok, kalau rapatnya berdua kamu kabur aja, banyak setan." Arjun meninggalkan Cinta dan segera masuk ke dalam rumahnya yang kemudian disusul oleh Cinta.
"Baru pulang kak?" tanya Nadia yang sedang duduk santai di sofa sambil menikmati jajanan yang Cinta yakin ia beli di sekolahnya.
"Iya, kok kamu udah pulang Nad?" Cinta duduk di sebelah Nadia.
"Tadi gurunya lagi rapat."
"Ohh gitu, ya udah kakak ganti baju dulu ya," Cinta segera menaiki tangga
****
"Junn, jangan main game terus dong," ujar Cinta lalu duduk di sebelah Arjun, tepatnya di kasur Arjun."Hmm," Arjun tetap fokus dengan game-nya.
"Kamu masih ngambek?" tanya Cinta.
"Nggak kok."
"Beneran?"
"Iya beneran."
"Okey makasih Arjun," Cinta memeluk Arjun dari samping.
"Iya," Arjun membalas pelukan Cinta.
"Jun aku mau nanya, boleh ga?"
"Kenapa?"
"Kalau misalnya ada yang suka kamu selain aku gimana?" tanya Cinta.
"Ya gapapa, terserah mereka sih menurut aku."
"Kalau misalnya dia lebih cantik dari aku gimana?"
Arjun menaikkan sebelah alisnya.
"Kamu pasti bakal milih dia yang lebih cantik dari aku kan?"
Arjun tersenyum lalu menatap Cinta.
"Tuh kan, aku ngambek ihh," ujar Cinta lalu sedikit menjauh dari Arjun.
"Kenapa ngambek?"
"Kamunya ga setia."
"Siapa bilang?"
"Kamu tadi senyum-senyum, kan berarti—"
"Aku akan tetap pilih kamu."
"Aku akan tetap cinta sama kamu."
"Aku akan tetap setia sama kamu, selamanya."
Tiga kalimat delapan belas kata, membuat Cinta diam dan memunculkan rona merah di pipinya.
"Kurang jelas? Ngapain aku pilih yang lain, kamu tetap paling yang sempurna buat aku," ujar Arjun lagi.
"Jangan bandingin diri kamu sama yang lain, meskipun mereka lebih cantik, lebih pintar, lebih tinggi ataupun lebih lebih lebih dari kamu, aku tetap pilih kamu."
Cinta memeluk erat Arjun.
"Ehh kenapa tiba-tiba meluk gini," ucap Arjun sambil tertawa.
"Jun diem dulu, aku masih malu," ucap Cinta semakin mengeratkan pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Really Just Friends? ✔
Novela Juvenil[COMPLETED || Belum Revisi] Kita terlalu dekat untuk disebut teman dan tidak ada status untuk disebut pacaran, jujur aku bimbang. . Kalian pernah denger kalimat, "Gaada sahabat antara seorang cewek dan cowok yang salah satunya gak melibatkan perasa...