Al memainkan ponsel yang ada ditangannya. Sekilas ia melirik tajam ke arah gadis yang ada dihadapannya. Al melihat jam dipergelangan tangannya. Sudah berjam-jam ia duduk menunggu ditempatnya.
"Masih lama ya?" tanya Al. Si gadis menatap Al melalui cermin didepannya. Ia tersenyum saat melihat wajah Al yang terlihat sudah merasa bosan.
"Sebentar lagi" ujar gadis sembari tersenyum. Pfuuhh... Al menghembuskan napasnya pelan. Kemudian ia kembali asyik berkutit dengan ponsel ditangannya.
"Al, Ariel, sebentar lagi kalian tampil." ujar salah satu crew tempat Al mengisi acara.
Keduanya mengangguk pelan. Al memandangi Ariel yang masih sibuk di make up oleh penata rias. Ia pun beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati Ariel.
"Gue tunggu dibelakang panggung ya," ujar Al kemudian pergi dari ruang make up. Ariel hanya tersenyum menanggapi kepergian Al.
Al dan Ariel, keduanya diundang untuk mengisi salah satu acara di stasiun TV. Karena skandal yang terjadi, keduanya jadi sering diundang berdua. Beberapa menit kemudian, Ariel telah selesai berdandan. Ia pun segera menyusul Al.
-----
Seorang lelaki paruh baya sedang duduk dikursinya sambil memandangi tulisan dikertas dan empat lembar foto yang ada ditangannya. Ia tampak memikirkan sesuatu.
"Tolong aku, Kenzo. Aku tidak ingin masa depannya hancur karena aku..."
"Bimbinglah dia jadi lebih baik, Kenzo. Saya percaya sama kamu..."
"Dia anak yang susah diatur. Terlalu keras kepala. Aku tidak sanggup lagi mengurusnya. Tolong kamu urus dia untuk aku..."
Beberapa kalimat permohonan mengitari pikiran Kenzo. Ia seorang kepala sekolah di Musarts. Sejenak ia perhatikan lagi kertas yang bertuliskan empat buah nama serta empat lembar foto. Kenzo memejamkan kedua matanya. Kemudian menarik napas pelan. Lalu ia mengangkat gagang telepon dan menekan angka satu.
"Tolong panggilkan Ibu Nadine, Ibu Tamara, Pak Adrian, dan Pak Indra. Suruh mereka ke ruangan saya sekarang juga." ujar Kenzo.
Saat ini empat orang guru tengah berdiri dihadapan Kenzo. Ia memperhatikan keempat orang itu bergantian. Ia percaya keempat orang ini pasti bisa membantunya. Empat orang guru muda dengan kualitas yang luarbiasa.
Tamara dan Nadine, dua guru tari yang berprestasi di Musarts. Ditambah lagi, Indra dan Adrian, dua guru vokal dengan nilai terbaik di Musarts. Jadi, Kenzo yakin mereka pasti bisa menemukan dan meyakinkan keempat anak yang ia cari.
"Saya ingin kalian mencari mereka..." ujar Kenzo seraya memberikan selembar kertas dan sebuah foto.
"Temukan dan bawa mereka kemari," ujar Kenzo kemudian.
Keempat orang itu memperhatikan foto yang ada ditangan mereka masing-masing. Lalu membaca profil dan latar belakang mereka pada kertas yang dipegang.
"Kenapa kami harus menemukan mereka, Pak?" tanya Tamara. Kenzo tersenyum kecil.
"Mereka adalah anak-anak yang bertalenta. Sayangnya, karena ego anak muda membuat mereka harus menyembunyikan bakat itu." jelas Kenzo.
Keempat orang itu mengangguk mengerti. Kemudian mereka pergi meninggalkan Kenzo. Mereka mulai berpencar untuk menemukan keempat anak seperti yang dikatakan Kenzo pada mereka.
-----
"Woiii... jangan main keroyokan dong," ujar seseorang dari arah belakang.
Adi mendongakan kepalanya dan melihat Yuki berdiri sambil menatap dingin tanpa ekspresi orang-orang yang mengelilingi Adi. Seseorang dari mereka maju mendekati Yuki dan bersiap menyentuh bahu gadis itu. Dengan sigap Yuki menarik tangan orang itu dan menekuknya ke belakang.
Satu persatu dari mereka mulai mendekati Yuki. Dengan lincah dan gesitnya Yuki bergerak, berhasil mengalahkan mereka. Pukulan dan tendangan bertubi-tubi datang dari Yuki menghantam tubuh mereka. Mereka semua kesakitan dan memutuskan untuk pergi.
Adi tercengang melihat aksi Yuki yang mengalahkan mereka satu persatu. Ia tidak menyangka gadis itu begitu kuat. Adi menelan ludahnya pelan. Ada sedikit rasa takut menjalarinya.
"Thanks ya, lo udah nyelamatin gue." ujar Adi gugup. Yuki menatap Adi.
"Jangan-jangan lo pencopet ya? Makanya mereka pada ngejar lo," tukas Yuki. Dengan cepat Adi menggeleng.
"Bukan. Mereka anak buah rentenir. Oke, gue cabut dulu. Sekali lagi, makasih udah nyelamatin gue." ujar Adi seraya berlalu pergi.
Yuki merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan. Napasnya ngos-ngosan. Ia mulai merasa lelah dan haus. Yuki merogoh tas mencari dompetnya. Mata Yuki membulat sempurna saat ia tidak menemukan dompet itu.
"Sial!! Beneran kan tuh orang copet. Akhh..." kesal Yuki.
Yuki berjalan cepat ke arah Adi pergi. Setelah lama berjalan, ia juga tidak menemukan sosok Adi. Yuki mengacak rambutnya frustasi. Bisa-bisanya ia menolong orang yang telah mencopet dompetnya. Yuki melihat halte, kemudian ia duduk disana.
"Mas, saya boleh request lagu ngga?" tanya Yuki pada seorang lelaki yang memegang gitar yang duduk disebelahnya. Lelaki itu mengerutkan dahinya. Bingung.
"Apa? Maaf, Mba, tapi saya..."
"Udah deh lupain aja. Lagi pula saya ngga punya uang." ujar Yuki pelan. Lelaki disebelah Yuki tersenyum kecil melihat Yuki.
There's a song that's inside of my soul
It's the one that I've tried to write over and over again
I'm awake in the infinite cold
Would you sing to me over and over againYuki mulai bersenandung kecil. Matanya menatap kosong ke arah jalanan yang penuh dengan kendaraan. Lelaki disebelah Yuki menatap Yuki lekat. Perlahan ia memetik senar gitarnya mengiringi nyanyian Yuki.
So, I lay my head back down.
And I lift my hands and pray
To be only yours, I pray,
to be only yours
I know now you're my only hope.Yuki mengakhiri lagunya dengan desahan panjang yang terdengar putus asa. Lelaki itu pun menghentikan permainan gitarnya. Kemudian ia memasukkan gitarnya ke dalam guitarbag-nya.
"Hidup itu sederhana kalau kita menjalaninya dengan senang hati, Mba. Tanpa keluh kesah. Jangan menyulitkan diri sendiri dengan hal sepele." ujar lelaki itu sembari tersenyum. Yuki hanya menatap lelaki itu datar.
Sebuah motor sport warna putih berhenti tepat dihadapan Yuki. Seorang lelaki turun dari motor dan langsung berlari ke arah lelaki yang ada disebelah Yuki.
"Stefan, sorry ya telat. Nih, makasih ya..." ujar lelaki yang turun dari motor seraya memberikan kunci motor pada lelaki disebelah Yuki.
"Iya, sama-sama. Gue balik dulu." ujar Stefan seraya berjalan ke arah motornya. Lalu pergi berlalu.
Yuki tercengang. Lelaki disebelahnya tadi pergi dengan motor. Pengamen punya motor?
"Ehmm... Mas, cowok tadi bukannya pengamen ya?" tanya Yuki.
"Oh, Stefan. Bukan, Mba. Dia penyanyi cafe di seberang sana." ujar lelaki tadi seraya menunjuk Muzee Cafe yang ada diseberang.
"Ohh..." Yuki ber-Oh pendek.
"Apa? Maaf, Mba, tapi saya..." Yuki mengingat ucapan lelaki tadi. Sebenarnya ia ingin mengatakan kalau ia bukan pengamen. Tapi Yuki keburu memotong ucapannya.
"Malu banget gue..." keluh Yuki.