Siswa-siswi Musarts mulai berdatangan untuk bersiap masuk asrama. Hari ini penentuan kamar masing-masing anak. Semuanya telah berkumpul di aula untuk menunggu pengumuman selanjutnya. Masing-masing membawa koper berukuran besar. Entah apa yang mereka bawa hingga koper yang ada berukuran besar.
Disudut ruangan ada sekumpulan gadis yang berpenampilan modis. Mereka adalah sekumpulan gadis borju yang tidak berminat bergaul dengan anak-anak yang tidak selevel mereka.
"Nat, ada hot news lho." ujar Shyla pada Natasha.
"Hot news apaan?" tanya Natasha.
"Ada empat murid khusus. Masuk Musarts tanpa seleksi. Mereka dipilih langsung oleh kepala sekolah." ujar Shyla.
Natasha menatap Shyla sekilas. Lalu tersenyum miring. Matanya menatap sinis ke arah anak-anak yang sibuk menunggu pengumuman. Ia mengibaskan rambutnya perlahan. Lalu berjalan pelan dan berdiri beberapa langkah didepan teman-temannya.
"Murid khusus?? Ehmm... Kedengarannya menarik. Gue jadi ngga sabar pengen ngeliat murid-murid khusus itu," ujar Natasha sambil tersenyum miring.
Di barisan lain, terlihat Max, Nina, dan Kevin sedang berbicara. Max dan Nina baru saja berkenalan dengan Kevin. Namun mereka sudah terlihat sangat akrab. Banyak anak-anak yang mengejek Kevin karena penampilannya old fashion. Namun, Max dan Nina tidak mempermasalahkan itu. Justru menurut mereka, penampilan Kevin itu unik. Berkarakter.
"Eh, kalian tahu ngga, katanya ada murid khusus yang masuk sekolah ini. Mereka dipilih langsung oleh kepala sekolah," ujar Nina.
"Wah, mereka pasti anak-anak yang hebat," ujar Max.
"Iya, buktinya kepala sekolah yang merekomendasikan mereka," tambah Kevin. Max dan Nina mengangguk setuju.
"Oh ya, satu lagi. Katanya ada pasangan artis yang bakal sekolah disini juga lho," ujar Nina.
"Gue ngga nyangka, sekolah kita banyak orang hebat," gumam Kevin. Max dan Nina mengangguk serempak.
Mereka terdiam sejenak. Memikirkan persiapan apa yang harus mereka lakukan untuk bersaing dengan anak-anak hebat lainnya disekolah ini.
-----
Yuki tiba di sebuah restoran ayam goreng yang lumayan ramai pengunjungnya. Ia kemudian melangkah masuk, lalu mengedarkan pandangannya kesekeliling. Matanya berhenti saat melihat seorang gadis sedang berjalan sambil membawa nampan berisi ayam goreng.
"Chika!" teriak Yuki.
Chika menoleh dan melihat Yuki melambaikan tangannya. Chika tersenyum dan mengucapkan kata sebentar tanpa bersuara. Tak lama kemudian Chika dan menghampiri Yuki. Keduanya saling berpelukan erat.
"Gue kangen banget sama lo," ucap Chika.
"Gue juga. Ehmm...makasih ya, lo udah mau nampung Pioni gue," ujar Yuki seraya melihat ke arah grand piano putih yang bertengger disudut restoran.
"Iya, ngga masalah. Oh ya, gue turut sedih atas musibah yang menimpa keluarga lo," ujar Chika pelan. Yuki tersenyum dan mengangguk pelan.
"Ehmm... Gue kesini pengen minta saran sama lo," ujar Yuki seraya menyodorkan selembar kertas.
Chika mengambil kertas itu dan membacanya. Formulir Pendaftaran Music Art School. Mata Chika membulat sempurna. Ia menatap Yuki dan kertas itu bergantian. Lalu sedetik kemudian menatap Yuki lekat.
"Lo mau masuk Musarts?" tanya Chika pelan. Yuki menarik napas pelan.
"Sebenarnya bukan keinginan gue. Tapi ada seseorang yang datang menemui gue. Dia bilang kepala sekolah Musarts yang ingin aku menjadi salah satu muridnya." cerita Yuki.
"Tapi itu kan sekolah..."
"Justru itu. Masa iya gue masuk sekolah standar rendah itu. Tapi penawaran yang diajukan bikin pertimbangan sendiri buat gue," sela Yuki pada ucapan Chika.
"Emang apa yang ditawarin?" tanya Chika.
"Tempat tinggal dan biaya hidup. Lo tahu sendiri gue ngga punya tempat tinggal ataupun pekerjaan. Gue rasa..." Yuki menggantung kalimatnya.
"Gue akan terima tawaran itu," ujar Yuki kemudian.
"Itu artinya lo akan ketemu dengan musuh abadi lo," ujar Chika sambil tersenyum geli. Yuki menaikkan sebelah alisnya.
"Maksud lo?" tanya Yuki bingung.
"Natasha, dia juga sekolah disana." jawab Chika.
"Apa?" ucap Yuki sedikit kaget. Chika hanya tersenyum menanggapi keterkejutan Yuki.
-----