Part 14

863 88 0
                                    

Hari pertama berada di kelas. Kimberly memandang ke sekeliling. Hanya ada mereka berempat. Bagaimana bisa satu kelas hanya ada empat siswa? Begitu sepi. Yuki menunduk sambil mencoret-coret kertasnya. Itu yang selalu ia lakukan saat ia merasakan kebosanan. Adi sibuk dengan dunianya sendiri, memperhatikan lekat wajah cantik Kimberly dari jarak kurang lebih 50 cm. Sedangkan Stefan, ia memejamkan kedua matanya sambil bersandar dikursi.

"Selamat pagi, anak-anak..." seru Adrian ketika berjalan masuk kedalam kelas.

"Pagi, Pak." jawab mereka serempak dengan nada yang begitu sumbang.

"Mari kita keluar kelas dan menuju ruang musik." ujar Adrian sambil tersenyum.

Mereka pun berjalan menuju ruang musik. Sesekali mata mereka memandang setiap kelas yang mereka lewati. Begitu ramai dan terlihat sangat menyenangkan. Harusnya mereka berada disalah satu kelas itu. Tapi karena sesuatu hal dan lainnya, disanalah mereka berada. Di kelas dasar. Akhirnya mereka tiba di ruang musik. Ketika masuk keempat murid itu tampak takjub melihat kelengkapan alat musik. Hampir semua alat musik ada disana.

"Penampilan kalian kemarin, ada yang mengkritik. Dia bilang, permainan kalian tidak terdidik dan tidak profesional. Dengan alasan, sebelum tampil kalian mengatakan akan menampilkan piano, gitar, dan drum. Tapi saat penampilan, kenapa kalian hanya memainkan piano dan gitar? Kemana si drum?" ujar Adrian.

"Saat itu si drum masih butuh penyesuaian diri, Pak." ujar Yuki sambil melirik Adi. Adrian menghembuskan napasnya pelan.

"Baik. Hari ini saya ingin mengetahui berapa banyak alat musik yang kalian dapat mainkan. Adi, kamu yang pertama." ujar Adrian sambil mengambil notebook-nya.

Untuk alat musik yang pertama, Adi mengambil gitar. Ia kemudian memainkan sebuah nada. Setelah selesai, Adi beralih ke piano. Beberapa baris nada ia mainkan dengan mulus. Meskipun ia tidak tahu apakah nada yang ia mainkan bagian dari sebuah lagu atau tidak. Lalu ia berjalan ke arah cello. Dulu, dulu sekali, saat ia masih kecil, ia ingat ia pernah memainkan cello. Entah sekarang ia masih ingat atau tidak. Tapi petikan cello-nya lumayan menghasilkan sebuah nada. Kemudian Adi berjalan lagi dan berhenti tepat didepan drum. Ia memperhatikakan drum itu lekat. Sekelebat bayangan masa lalunya terlintas.

"Saya sudah selesai, Pak." ujar Adi sembari berjalan kembali ke tempat duduknya. Yuki, Stefan, dan Kimberly memperhatikan Adi lekat. Mereka tahu betapa Adi ingin memainkan alat musik itu. Tapi mereka juga tidak tahu apa alasan Adi untuk tidak memainkan alat musik itu.

"Adi, ehmm... Gitar, standar. Piano, cukup. Cello, lumayan. Dan drum, buruk." ujar Adrian sambil membaca catatan di notebook-nya.

Seketika wajah Adi langsung berubah saat dikatakan permainan drumnya buruk. Padahal ia tahu begitu ia sangat menguasai alat musik itu, dulu. Sebelum insiden itu terjadi. Tapi untuk saat ini ia bisa menerima keputusan Adrian. Karena itu memang kenyataannya.

"Selanjutnya, Kimberly." ujar Adrian.

Kimberly mengambil gitar lalu memainkan sebuah nada lembut. Lalu berubah menjadi nada yang beat-nya lebih cepat. Kemudian, memainkan nada yang berirama jazz. Adrian tersenyum melihat permainan gitar Kimberly. Jari-jarinya begitu lihai memetik senar gitar dengan berbagai jenis musik. Kimberly mengakhiri permainannya dan kembali duduk ke kursinya. Adi yang melihat Kimberly bermain gitar jadi teringat akan hari itu. Hari dimana ia untuk pertama kalinya melihat Kimberly di bar tempat ia bersembunyi. Kimberly begitu cantik dengan pesona dan suara merdunya.

"Kimberly, permainan gitar kamu hebat." puji Adrian.

"Terima kasih, Pak." ucap Kimberly senang.

"Apa hanya itu alat musik yang dapat kamu mainkan?" tanya Adrian.

"Ekonomi saya terbatas, jadi gitarlah sebagai alat musik yang saya kuasai dan sebagai mata pencaharian saya." jelas Kimberly.

SuperstarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang