"Gue mau ngomong sama lo," ujar Yuki datar. Kedua orang itu, Al dan Ariel saling berpandangan. Bingung.
"Lo mau bi..."
"Bukan sama lo, tapi dia..." potong Yuki cepat seraya menunjuk Ariel.
"Lo mau ngomong sama gue. Soal apa?" tanya Ariel dingin.
"Stefan. Gue mau tahu alamat rumah Stefan." jawab Yuki tanpa basa-basi. Ariel tersenyum kecil. Seketika wajah Al berubah. Ia menatap Yuki lekat.
"Kenapa lo tanya sama gue?" tanya Ariel.
"Gue ngga tahu. Tapi gue yakin, lo pasti tahu." jawab Yuki datar.
"Stefan jarang tinggal dirumahnya. Dia lebih suka tinggal ditempat kostnya," ujar Ariel seraya menuliskan sebuah alamat pada selembar kertas. Lalu memberikannya pada Yuki.
Yuki hendak melangkah pergi, namun tangannya ditahan oleh Al. Yuki menatap Al datar. Terlihat Al menarik napas pelan.
"Lo mau pergi?" tanya Al.
Tidak ada jawaban. Yuki perlahan melepaskan pegangan tangan Al dari tangannya. Ia pun berjalan berlalu meninggalkan Al dan Ariel. Al menatap kepergian Yuki hingga tubuh gadis itu menghilang ke bawah. Ariel menepuk bahu Al pelan.
"Belajarlah menerima kenyataan, Al. Semuanya udah berubah," ujar Ariel pelan. Al menatap Ariel lekat. Ia pun berjalan meninggalkan Ariel sendiri.
-----
Yuki tiba di tempat yang diberikan alamatnya oleh Ariel. Ia terdiam sejenak sambil memperhatikan sekeliling. Rumah bertingkat, persis rumah susun. Sepertinya memang area kost-an. Yuki tanpa sengaja membaca papan nama yang ditempel di dinding rumah, 'KOST KHUSUS COWOK'
Gleekk... Yuki menelan ludahnya pelan. Ia menarik napas pelan sebelum akhirnya ia melangkah masuk ke dalam. Baru satu langkah kaki Yuki memasuki tempat itu, ia pun langsung diserbu dengan puluhan siulan."Suiiitt... Suiiittt... Cewek... Sini doooonnggg..." teriak para penghuni kost yang bertengger di salah satu sudut ruangan itu.
Yuki menatap mereka satu per satu. Tidak ada yang normal dimata Yuki. Semuanya hancur. Berantakan. Ada yang kulitnya hitam pekat. Rambut ala gimbal. Topless. Bertato. Mereka semua memasang senyum lebar sambil mengedipkan matanya menggoda. Yuki bergidik ngeri. Tiba-tiba kepalanya terasa pusing melihat semua yang ada didepan matanya.
"Maniiisss... Come here..." teriak yang lain. Yuki mendelik tajam.
"Dia pikir gue kucing dipanggil manis," gerutu batin Yuki.
Yuki pun mengalihkan pandangannya mencari lelaki yang sedikit normal dimatanya. Seorang lelaki yang baru tiba sambil membawa tas ransel dipunggungnya. Penampilannya rapi. Sedikit membuat Yuki tenang. Yuki berdiri dihadapan lelaki itu.
"Sorry," ujar Yuki pelan. Lelaki itu memandang Yuki lekat, kemudian ia tersenyum.
"Iya, kenapa?" tanya lelaki itu sedikit bingung.
"Lo kenal sama Stefan. Anak Musarts yang nge-kost disini," ujar Yuki. Lelaki itu tampak berpikir.
"Ohh, Stefan. Cowok yang sering bawa gitar itu kan?" tanya lelaki itu lagi. Yuki mengangguk pelan
"Kamar kita berhadapan. Tapi kalo jam segini Stefan ngga ada. Palingan dia di Cafe. Tapi bentar lagi pulang kok. Lo tunggu aja disini. Oh ya, kenalin... gue, Dimas." ujar Dimas seraya mengulurkan tangannya.
"Gue Yuki. Kalo gitu, gue tunggu diluar aja." ujar Yuki seraya hendak pergi.
"Tunggu disini aja, diluar bentar lagi kayaknya mau turun hujan," ujar Dimas. Yuki mendongak ke atas, memandang langit. Mendung. Benar, sebentar lagi akan turun hujan.