"Kalian siap bersaing dengan yang lain?" tanya Kenzo, kepala sekolah Musart.
Yuki, Stefan, Kimberly, dan Adi hanya terdiam. Sedetik kemudian Kimberly tersenyum dan mengangguk semangat. Kenzo tersenyum senang. Lalu ia memandang Adi dan Stefan bergantian. Adi dan Stefan mengangguk kecil. Hal itu membuat Kenzo tersenyum geli. Kemudian ia memandang Yuki lekat. Yuki hanya diam dan memandang Kenzo datar.
"Kalau ada pilihan lain, saya tidak mungkin berada disini," ujar Yuki datar. Kenzo tertawa kecil mendengar ucapan Yuki.
"Selamat berjuang. Semoga berhasil." ucap Kenzo.
Tak lama kemudian Adrian, Nadine, Tamara, dan Indra datang. Mereka berempat tampak terkejut melihat kedatangan keempat guru Musarts. Kenzo menugaskan mereka untuk mengantarkan keempat murid itu ke kamarnya masing-masing. Serta mengenalkan Musarts pada mereka. Mereka pun mengikuti keempat guru Musarts yang berjalan didepan mereka.
"Apa yang membuat kamu berubah pikiran, heh?" tanya Adrian pada Yuki yang berjalan disampingnya. Yuki menoleh sebentar lalu mengedikan bahunya pelan. Adrian tersenyum geli. Yuki mendeliknya kesal.
"Hanya ada dua pilihan. Berenang hingga ke tepi atau berjalan diatas kerikil tajam tanpa alas kaki. Dan saya memilih yang kedua, karena saya tidak bisa berenang." ujar Yuki kemudian. Adrian menatap Yuki takjub. Kemudian ia mengangguk pelan.
Yuki tidak pernah menolak ataupun menerima penawaran ini sepenuhnya. Ia hanya tidak punya pilihan lain. Musarts menawarkan begitu banyak hal yang dibutuhkan gadis itu saat ini. Meneruskan sekolahnya dan mendapatkan tempat tinggal. Untuk saat ini itulah yang ia perlukan. Tetap bertahan sampai akhir.
Nadine menoleh sekilas pada Stefan. Tanpa bertanya pun ia sudah tahu alasan lelaki itu berada disini. Hanya satu... Demi orang yang ia cintai. Alasan klise. Namun alasan seperti itu mampu membuat Stefan menerima penawaran dari Nadine.
"Terima kasih kamu sudah mau datang kemari," ujar Tamara. Kimberly tersenyum.
"Belajar di Musarts adalah impian saya," ujar Kimberly senang. Tamara pun turut tersenyum senang.
Beruntung menjadi Kimberly. Impiannya perlahan menjadi kenyataan. Ia hanya harus terus berusaha menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Menghadapi berbagai rintangan dengan bersaing pada orang-orang yang benar-benar bertalenta dibidang masing-masing.
Sedangkan Adi, sekeras apapun ia menutupi apa yang ia miliki, namun pada akhirnya apa yang ia sembunyikan itu muncul dengan sendirinya. Hidup keras dijalanan merupakan salah satu penyebab ia dengan terpaksa memunculkan apa yang ia sembunyikan selama ini.
Mereka telah tiba dikamar masing-masing. Yuki dan Kimberly berbagi kamar yang sama. Begitu juga dengan Stefan dan Adi, keduanya pun berbagi kamar. Beberapa menit setelah kedatangan mereka ke Musarts sudah menjadi trending topik, pembicaraan anak-anak Musarts yang lain. Mereka merasa tidak adil karena keempat anak itu masuk Musarts tanpa ikut seleksi.
"Kita ngga boleh diam aja, kita harus protes soal ini. Karena ini ngga adil, kita ngga tahu gimana kemampuan mereka. Eh, tiba-tiba mereka jadi murid khusus. Lolos tanpa seleksi." ujar salah satu siswa Musarts. Kemudian matanya melirik ke arah seorang gadis, Nasya. Bisa ditebak, pasti gadis itu yang telah mengompori mereka tentang soal ini.
Tok... Tok... Tok... Ketukan keras dipintu Kepala Sekolah membuat Musarts terganggu. Kenzo berjalan pelan menuju pintunya, lalu membuka pintu itu. Terlihat seorang lelaki paruh baya bertubuh kurus dengan kumis tipisnya. Pak Ijan, tukang kebun sekolah. Napasnya terengah-engah karena habis berlari.
"Ada apa, Pak Ijan?" tanya Kenzo.
"Gawat, Pak Kenzo. Anak-anak pada demo dihalaman sekolah." ujarnya terburu-buru. Kenzo terkejut mendengar berita itu. Ia pun segera keluar melihat keadaannya.