hadiah

22 9 6
                                    

Seorang Deno Fernando sedang membeli sebuah boba untuk dirinya dan Andisa, siapa lagi kalau bukan pacarnya yang kesekian. Dan satu hal yang nenganjal Deno, sampai sekarang seorang Dirga Libreo belum juga mencari mangsanya. Deno sibuk bersenandung menyanyikan lagu kesukaannya.

"Ini kak bobanya," ujar perempuan pelayan boba itu, terlihat sekali bahwa perempuan itu terpesona dengan ketampanan Deno.

"Makasih mbak cantik," balas Deno membuat mbak itu jadi semakin salting.

"Ngga berubah tingkah lo," suara itu membuat Deno menoleh, disana ia mendapati Laura yang sedang berdiri dengan kedua tangan dilipat didepan dada.

"La..ura," Deno menatap cengo kearah perempuan dengan perawakan manis itu.

"Apa?" Tanya Laura ketus, ia sudah tau apa yang akan keluar dari mulut Deno.

"Lo kok bisa disini?" Deno sangat heran bagaimana bisa setelah 2 tahun lost contact dengan mantan pacar Dirga ini.

"Gue butuh ngomong privasi sama lo," Laura segera berjalan kearah salah satu cafe didekat sana, Deno hanya mengikuti kemana perempuan ini pergi.

"Jadi," ucap Laura saat mereka telah sampai kedalam Cafe.

"Jadi apaan dah." Deno sama sekali tak mengerti apa yang dimaksud perempuan ini, memang terkadang perempuan hanya berbicara singkat dan ingin laki laki menebaknya sendiri, mereka pikir semua laki laki itu seperti Dilan apa bisa menebak apa yang dipikirkan mereka.

"Ceritain semuanya," jawab Laura singkat.

"Ngapain lo nanyanya sekarang, dulu kemana lo?" Ucap Deno tegas.

"Gue minta lo ceritain, bukan nyeramahin gue Den," Laura tau dia telah salah, ini terjadi juga atas salahnya.

"Kenapa? Kenapa lo masih perduli sama orang yang udah lo sakiti." Deno memang anak yang tidak bisa serius, namun jika itu menyangkut sahabatnya ia tak bisa diam.

"Gue butuh cerita lo, gue butuh ngembaliin keadaan,"

"Gue rasa Dirga ngga butuh belas kasihan lo," ketus Deno, ia tahu ucapannya menyinggung Laura. Tapi ia sudah sangat lepas kendali.

"Den, gue mohon," Laura pantang menyerah, ia harus tau mengapa Dirga berubah seperti sekarang.

"Oke gue kasih tau, semenjak lo ngelakuin kesalahan itu dia jadi urak urakan. Semua perempuan dijadiin dia mainan, tapi sekarang dia sedikit berubah, itu karena kehadiran Zahra." Jelas Deno panjang lebar, Laura menautkan alisnya, ia tak salah dengarkan yang baru saja disebutkan Deno, Zahra kan?

"Zahra?" Ulang Laura membuat Deno mengganguk.

"Nama panjangnya Zahra Kanaya?" Lagi lagi Deno mengganguk.

"Lo kenal?" Kali ini Deno yang bertanya, Laura hanya diam.

"Tapi Zahra ngejauh dari Dirga karena merasa Dirga ganggu hidupnya." Sekarang sesuatu hal Terlintas dipikiran Laura.

"Makasih infonya Den," ujar Laura.

🌹🌹🌹

Pagi pagi sekali Zahra sudah tiba di Sekolah karena hari ini adalah hari Senin, dan mereka harus upacara bendera pagi maka dari itu kebiasaan Alqa dan Zahra tak pernah mau terlambat. Zahra berdiri dengan  mata yang menjelajah sekitar melihat sekolah yang masih sepi. Alqa masih memarkirkan motornya, setelah selesai ia menghampiri Zahra.

"Kenapa?" tanya Alqa heran melihat Sahabatnya ini seperti kebingungan.
Zahra hanya mengeleng.

"Ya udah gue ke kelas ya Al," pamit Zahra yang dibalas deheman oleh Alqa.

My FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang