Galvin

6 4 1
                                    

Seperti yang telah dijanjikan Zahra kepada Dirga, mereka pergi kesebuah cafe untuk menemui Galvin. Zahra sempat sedikit gugup saat mengatakan ia akan pulang bersama Dirga, untungnya Alqa setuju. Namun entah mengapa Zahra tak tahu Alqa seperti lebih dingin kepadanya saat meminta izin. Alqa kenapa ya?

Angin menerpa wajah Zahra membuat beberapa helai rambut gadis itu beterbangan. Ia tak merasa canggung lagi bersama Dirga, ya mungkin ia sudah terbiasa dengan hadirnya Dirga dihidupnya.

Tatapan Dirga sesekali menatap kaca spion motornya mengamati senyum tipis yang tercetak di wajah Zahra. Ia merasa dejavu, ia pernah mengalami ini bersama perempuan yang sangat ia cintai dulu. Sekelibat kenangan menyakitkan menghantam Dirga.

Ketika rasa cinta itu terlalu besar disitulah rasa sakit tak diinginkan hadir. Orang yang amat ia percaya akan menemaninya menghianatinya tanpa memikirkannya. Sakit? Tentu.

Gadis itu berhasil merubah Dirga menjadi begini. Tapi Dirga tak menyalahkannya, pilihan dia bukan untuk bahagia bersama siapa?

"Jangan sering senyum nanti, Ra." Dirga berucap sambil menatap lurus ke depan. Zahra yang awalnya tak melihat Dirga sekarang mengalihkan tatapannya ke spion motor Dirga.

"Kenapa Kak?"

"Ngga mau orang lain jadi jatuh cinta sama lo, saingan gue dah banyak," ungkap Dirga. Entahlah, tapi Zahra saat ini menjadi sedikit salah tingkah. Sedikit!

"Ngga papa dong, Kak. Senyum kan sedekah," jawab Zahra membuat Dirga berdecak.

"Kalo mau sedekah ke gue aja." Terdengar jelas nada cemburu dari nada suara Dirga membuat Zahra sedikit tersenyum. Bisa-bisanya Dirga menjadi seperti anak kecil di dekat Zahra, bandingkan saja Dirga saat berada di depan orang lain. Sangat jauh beda.

Mereka telah sampai di cafe Mandelio, cafe keluarga milik salah satu siswa SMA Marga.

Dirga ber-hifive menyapa Galvin yang duduk di sudut cafe. Ia segera menarik kursi untuk Zahra duduk, kemudian ia juga segera duduk.

"Cantik, Bro. Modus doang ngatas namain gue," bisik Galvin terkekeh. Dirga hanya membalas dengan kekehan.

"Kenalin Galvin." Galvin menjulurkan tangannya memperkenalkan diri, namun segera Dirga menepisnya.

"Ngga usah salaman, bukan mukhrim!" sinis Dirga, Galvin tertawa melihat respon Dirga.

"Zahra, Kak." Zahra memperkenalkan diri seraya tersenyum kepada Galvin membuat Dirga berdecak sinis.

"Jadi gini Ra, gue punya cewe yang gue suka. Gue mau tanya apa yang pas buat ulang tahun cewe ini?" Galvin langsung to the point, ia tak mau terus mendapat tatapan cemburu dari manusia yang bernama Dirga.

"Kalo menurut gue sih, Kak, cewe lebih suka kaya diajak dinner di tempat yang cantik gitu. Pasti kesannya romantis," saran Zahra sepengetahuannya. Menurutnya jika diajak dinner di tempat yang berkesan itu sangat mengemaskan, mereka bisa melihat bintang dan bulan bersama mengukir kisah bersama. Sungguh indah!

"Lo mau gitu ngga, Ra?" tanya Dirga.

"Hah? Kan gue cuman kasih saran ke Kak Galvin."

"Jadi gitu bisa disebut romantis?" Zahra mengangguk mengiyakan ucapan Galvin.

"Buat hadiah?" tanya Galvin lagi.

"Kalau itu sih bisa aja Kakak kasih, kalung, gelang atau apa gitu yang bisa dia pake dan ingetin tentang Kakak." Galvin sekarang beruntung bertanya kepada Zahra, tadi saat ia bertanya kepada Keano--sahabatnya--ia menjawab hadiah yang bagus adalah pakaian dalam. Dasar tidak normal.

My FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang