truth or dare

13 6 3
                                    

Malu, satu kata yang mendekripsikan Zahra saat ini. Sudah lebih dari 15 menit Dirga tak kunjung pergi dari hadapannya. Bukan apa, masalahnya saat ini mereka sedang ada di kelas Zahra.

Bahkan Bagas, orang yang biasa duduk di bangku depan Zahra terpaksa pindah duduk dilantai belakang kelas, memang tak ada akhlak Dirga.

"Ngapain," lirih Zahra sambil terus memegang dahinya dengan tangan kirinya.

"Ngga tau," jawaban Dirga terus sama selama 15 menit terakhir. Zahra sendiri sampai kesal setengah mati, kenapa laki laki ini bertingkah seperti perempuan yang sedang gabut.

"Enaknya Ketos akhir jaman ini di apain sih," ucap Vina yang sedari tadi duduk didekat Zahra sambil memandang Dirga dengan tatapan datar.

"Enaknya dicubit lah kan gue gemesin," balas Dirga dengan pedenya.

"Sumpah demi Alex gue pengen nyekek lu kak," balas Vina sinis.

"Udahlah Kak, mending Kakak ke kelas Kakak," suruh Zahra yang dibalas tatapan memelas Dirga.

"Jangan ya pliss," ucap Dirga dengan nada manisnya, sungguh sudah banyak perempuan di kelas ini yang tercengang dan menjadi gemas melihat tingkah Dirga. Beda halnya dengan Vina dan Zahra yang hanya menghela napas berat.

"Plis deh Kak, lo kayak biasa aja udah buat gue kesel, apalagi gini." Vina sungguh sudah sangat muak sekarang, sekarang ia merutukki guru bahasa indonesianya. Pasalnya dengar seenak jidatnya ibu itu ikut jalan jalan bersama orang olimpiade.

Guru nyentrik dengan gaya selalu seperti anak muda padahal umurnya sudah hampir berkepala 3. Walau ia menjadi guru terfavorit disini karena sifat humblenya itu.

"Udah udah Kak, gue ngga mau jadi pusat perhatian gini," balas Zahra.

"Tapi gue ngga bisa ke kelas," bukan tanpa alasan Dirga bersikap seperti ini, dia juga sedari tadi juga sudah malu. Wibawanya di depan adik kelasnya sekarang tercemar.

Gue bunuh lu No,

🌹🌹🌹

"Bebeb dedek gabut," ujar Deno kepada Ilham yang hanya membalasnya dengan tatapan tajam.

"Jijik anjing belok," balas Austin bergidik ngeri.

"Bayangin pacar lu tau, lu belok," timpal Dirga.

"Anjir gue tuh ngga belok!" tegas Deno.

"Ngga belok, cuman suka ama pisang aja ngga suka jeruk," ujar Austin dengan nada santainya, sontak itu mendapat pukulan dari Deno.

"Gue normal anjir, tadi gabut doang," balas Deno tak mau disalahkan.

"Gabut lu meresahkan," ujar Dirga tanpa dosanya.

"Woi! Gimana kita main aja!" ujar Deno mengebrak meja yang ada di depannya, untung saja tak ada orang di rumah Ilham.

"Apaan, kalo sesat gue ngga mau," jawab Austin.

"Kita main true or dare aja," ucap Deno antusias, ia sudah memikirkan banyak ide gila di otaknya.

"Gue ngga ikut," ucap Ilham cepat.

"Alah, ngga boleh ngga ikut, ngga ikut jadi bebeb gelap gue seminggu." acaman Deno sontak mendapat tatapan sinis Ilham, mengapa bisa Ilham terjebak disini sekarang.

My FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang