Tragedi

17 5 1
                                    

Gadis itu mengerutkan keningnya, pasalnya ia sangat jarang melihat laki-laki yang ada di depannya ini.

"Kak Fajar?"

Fajar mengangguk seraya tersenyum tipis. Sangat manis memang, namun entahlah bagi Zahra Fajar mempunyai aura yang berbeda.

"Ngapain lo sendirian disini?" tanyanya celingukan.

"Jalan-jalan aja, oh iya ... Zahra ngga sendirian kok, ada Kak Dirga juga," jawab Zahra membuat Fajar mengangguk-angukkan kepalanya.

"Lo sedeket itu sama Dirga?" Zahra mengerutkan keningnya, apakah Fajar mengenal Dirga?

"Kakak kenal Kak Dirga?" Zahra memberanikan diri bertanya.

"Tau, dia temen gue dari SMP." Penuturan Fajar sangat jelas. Namun satu hal yang membuat Zahra bertanya, mengapa Dirga waktu itu menyuruhnya menjauhi Fajar.

"Tapi dulu sih," sambung Fajar. Dahi Zahra berkerut kecil, ia ingin tahu tapi ia tahu ia tak boleh kepo tentang masalah orang lain.

"Mau gue kasih tau sesuatu?"

"Kasih tau? Kasih tau apa Kak?"

"Gue suka dan tertarik sama lo." Zahra sedikit membulatkan matanya. Bisa-bisanya ada laki-laki seperti Fajar yang belum lama bertemu sudah dengan santainya mengatakan kalau ia menyukai Zahra.

"Tapi kita belum kenal lama, Kak."

"Cinta ngga butuh alasan dan waktu yang panjang buat tumbuh bukan?" Entahlah namun yang dirasakan Zahra sekarang adalah aura yang dikeluarkan oleh Fajar sangat menakutkan.

"Lo ngga usah takut sama gue, gue cuman suka sama lo bukan maksa lo jadi milik gue." Fajar kemudian mendekatkan wajahnya ketelinga Zahra membuat perempuan itu menutup matanya sedikit. "Kalau lo mau jadi milik gue, gue ngga keberatan."

Zahra merinding merasakan deru napas Fajar ditelingannya. Perempuan itu menjauhkan tubunya dari Fajar, Fajar menujukkan smirk-nya melihat Zahra sepertinya sangat takut kepadanya.

"Toh saingan gue ngga berat. Mudah disingkirin," ucap Fajar dengan santainya, Zahra menatap Fajar dengan tatapan ketakutannya. Apa maksud laki-laki ini dengan kata 'menyingkirkan'.

Beruntung sekali pesanan Zahra telah selesai. Ia segera membayarnya dan berniat kembali ke tempat Dirga tadi. Fajar segera menahan tangan Zahra yang hendak pergi membuat gadis itu menoleh dengan tatapan cengonya.

"Bareng gue aja, biar lo aman."

"Ngga usah, Kak. Gue bisa pulang sendiri." Zahra menolak dengan sangat hati-hati. Namun sepertinya Fajar tak mau menyerah, ia ingin membujuk Zahra lagi namun seseorang segera melepas genggamannya dari tangan Zahra.

Laki-laki itu menarik tangan Zahra kebelakang tubuhnya. Ia juga tak segan mencekik kerah kemeja yang dikenakan Fajar.

"Jangan pernah lo sentuh Zahra," geram Dirga mendekatkan tubuhnya ke arah Fajar. Bukannya merasa terintimidasi Fajar justru tertawa sinis.

"Lo aja yang jauhin Zahra, mau gue bayar buat itu?"

Emosi Dirga naik pitam mendengar perkataan Fajar. Namun saat ia ingin melayangkan bogemnya ke wajah Fajar, Zahra sudah terlebih dahulu mengenggam erat lengan kemeja sekolah Dirga seraya mengeleng.

Dirga menatap Zahra dengan tatapan seolah menyuruh Zahra jangan menahannya, namun lagi-lagi Zahra mengeleng kencang. Dengan emosi memuncak Dirga mendorong tubuh Fajar kencang. Namun laki-laki itu masih saja tertawa sinis.

Dirga menarik tangan Zahra menjauh, ia tak perduli dengan beberapa pengunjung toko yang sudah memperhatikan mereka.

Perkataan terakhir Fajar sungguh membuat Dirga hampir kelepasan kalau saja ia tak mengajak Zahra saat ini sudah habis ditangannya Fajar hari ini.

My FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang