Frapsy mengejar suku tersebut dengan cara mengendap-endap. Bahkan ia sampai lupa akan perkataan Jeffrey yang melarang mereka untuk berpisah.
Gadis itu berhenti di sebuah pemukiman adat penduduk asli sini. Ia bersembunyi di balik bangunan kuat nan kokoh yang berdiri tepat di depannya. Frapsy memandang mereka yang berkumpul di tengah-tengah dengan seorang pria berjubah hitam berdiri di tengah-tengah mereka.
"Prameto anoe hyuana ke," ucap pria itu.
Entah apa artinya, Frapsy tak mengerti. Gadis itu terus saja memperhatikan gerak gerik mereka yang seperti dikendalikan oleh pria berjubah tersebut.
"Langore!" seru sang pria dan mulai berjalan ke arah utara menuju suatu menara yang tak terlalu tinggi di ujung sana.
Lantas, semua anggota suku langsung mengikuti ketuanya dengan langkah yang aneh. Mereka lesu, namun juga wajah mereka sangar dalam waktu yang bersamaan.
Frapsy baru saja ingin melangkahkan kakinya, namun ia dikejutkan dengan seseorang yang mencekal lengannya. Sontak, gadis itu berbalik dan menodongkan pistolnya.
Frapsy ternganga sejenak. "Juki?"
"Astaga, Frap. Lo dicariin kemana-mana taunya di sini," tutur Juki dengan berbisik.
Tak lama kemudian, Jeffrey dan Helene datang menghampiri mereka dengan nafas yang memburu.
"Duh, Frap. Jangan pergi sendirian, bukannya gue udah bilang?" sergah Jeffrey kesal.
Helene mengangguk membenarkan. "Untung kami denger suara terompet itu, baru kami sadar kamu udah ngilang. Dicari-cari taunya di sini," sambungnya.
"Sorry, aku ngikutin mereka. Any way, om Louis sama tante Jessica mana?"
"Om Louis ga mau ikut, katanya takut istri kena sasaran lagi. Jadi kami sembunyiin di goa tadi malam, terus gue kasih satu pisau sama satu golok punya Jeffrey," terang Juki.
Frapsy mengangguk pertanda paham. "Kalian semua, ayo ikutin mereka. Sambil jalan, aku bakal ceritain apa yang aku liat tadi," ajak gadis itu yang mulai berjalan kembali.
Ketiga temannya mulai mengikuti Frapsy dengan langkah hati-hati sekaligus waspada kalau saja ada jebakan yang ditaruh di sini.
"Jadi tadi, waktu mereka semua denger suara terompet itu, mereka langsung pergi dan gak nyerang aku lagi. Aku ikutin mereka, sampai di pemukiman sini," jelas Frapsy seraya berjalan mengendap-endap.
Jeffrey mengangguk samar. "Terus?" tanya pria itu sambil mengikuti Helene yang ada di depannya.
"Ya aneh aja gitu, itu suara kayak punya kuasa akan mereka. Waktu sampai sini juga, mereka kumpul di dekat aku sembunyi tadi. Terus ada cowok, pake jubah hitam ngomong gak jelas banget, bahasa asing gitu, yang denger suara dia cuma ngangguk-ngangguk kayak mereka paham gitu, lho."
Juki mengisi kembali pelurunya seraya berkata, "Gue yakin itu cowok dalang dari semua ini. Pasti itu ketuanya."
Frapsy mengangkat bahunya dan menyambung penjelasannya, "Bisa aja sih. Soalnya waktu si jubah hitam itu pergi ke menara itu, yang itu tuh." Frapsy berkata seraya menunjuk menara yang ada di bagian utara.
Jeffrey, Juki, dan Helene mengangguk-angguk sambil melihat menara tersebut. "Gak terlalu tinggi, sih," sela Helene.
"Nah, mereka semua ngikutin si cowok itu juga. Aneh gak sih? Mana jalannya lesu banget, tapi muka mereka garang gitu, gak bersahabat."
Jeffrey membenarkan tas yang bergelantung di pundaknya sejenak kemudian kembali berjalan. "Dari awal ketemu juga, mereka udah marah banget waktu liat kita datang."
Frapsy menghentikan langkahnya tiba-tiba dan memberi aba-aba untuk berhenti. Helene yang hampir saja menyentuh punggung Frapsy pun bertanya, "Kenapa?"
"Sshh, kita udah sampai di gerbang menaranya. Tuh, ada yang jaga." Frapsy menunjuk dua pria berpakaian khas suku tersebut dengan hati-hati.
"Kalau kita tembak mereka berdua, nanti yang lainnya tiba-tiba datang terus nyerang kita," celetuk Jeffrey.
Juki menjentikkan jarinya dan berujar, "Alihin aja perhatian mereka. Pakai botol bekas atau apa kek gitu, terus kalau udah, kita langsung masuk aja, gimana?"
"Nah, ide bagus!" sahut Frapsy setuju.
Helene mencari-cari botol bekas minuman ion yang sempat gadis itu selipkan di antar makan dan minuman lainnya. Setelah mendapatkannya, gadis itu menyerahkan ke Juki. "Nih."
Juki mengambil botol tersebut kemudian berdoa di dalam hati agar lemparannya kali ini bisa mengalihkan perhatian kedua pengawal itu.
Hap!
Bunyi yang sedikit bising dari kejauhan membuat kedua pengawal tersebut merasa terkejut. Langsung saja mereka pergi menghampiri apa yang terjadi di sana.
"Wuhu!" Mereka berempat bertos ria dan segera berlari ke arah gerbang lalu memanjatnya.
Jeffrey naik terlebih dahulu, sesampainya di atas, tangan pria itu membantu Frapsy menaiki gerbang dan Juki menahan Frapsy dari bawah.
"Juk! Awas aja kalau modus!" seru Frapsy yang merasakan adanya pergerakan di bagian bokongnya.
"Anjir kagak," balas Juki.
Frapsy pun sampai di atas gerbang bersama dengan Jeffrey. Lalu mereka berdua membantu Juki beserta Helene yang masih berada di bawah.
"Juk, lo turun duluan," titah Jeffrey.
Juki mengangguk dan melompat ke bawah. Disambung oleh Frapsy, Helene, kemudian Jeffrey.
Brak!
Mereka berempat tersentak ketika mendengar suara gaduh dari dalam gudang yang dekat dengan pintu masuk.
Brak!
Lagi-lagi, suara itu terdengar dari dalam gudang. Frapsy berlari kemudian bersembunyi di samping bangunan berbentuk kubus tersebut.
Gadis itu mengangkat dagunya kemudian menoleh ke arah pintu masuk gudang bermaksud meminta pertolongan untuk merusak kuncinya.
Jeffrey bersiap di tempatnya dan berlari kencang lalu mendobrak pintu tersebut.
Bruk!
Pintu tersebut ambruk dan mereka berempat pun bergegas masuk. Namun alangkah terkejutnya ketika Frapsy dan lainnya melihat seseorang yang sangat diagungkan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Island
Phiêu lưuAtmanya menelaah dimensi yang terguncang, di pulau abnormalitaslah ia dan kawan berpetualang. Satu yang ditanyakan, akankah mereka kembali dengan riang? Warning! NSFW 17+