،، 09. SATE BULAYAK

30 2 0
                                    

Hari yang cerah untuk mengawali semuanya, Frapsy dan Helene telah bersiap menunggu jemputan dari Jeffrey, Juki, dan Dirga. Tetapi kata Juki, akan ada teman Dirga yang akan ikut mereka touring. Entah siapa namanya, kita lihat nanti.

Sembari sesekali memposting foto di snap, Frapsy dan Helene bermain gunting batu kertas, yang menang akan duduk di sebelah pengemudi dan tentu saja lebih leluasa melihat kota ini.

"Gunting, batu, kertas!" ujar mereka bersamaan, Frapsy menunjukkan telapak tangannya dan Helene genggaman tangannya.

"Yes! Aku menang, aku di depan!" teriak Frapsy kegirangan.

Helene menghela nafas. "Yaudah, iya."

Tin tin!

Seorang pria dengan beberapa anting di telinganya mengeluarkan kepala dari jendela mobil. "Frap, Lene! Ayo naik!" ajaknya.

"Iya, bang!" balas Frapsy dan bergegas membawa barangnya kemudian melihat bangku di belakang telah diisi tiga orang. Oh ternyata teman Dirga tengah duduk di sebelah Juki.

"Lo duduk di depan aja, Frap," tutur Dirga yang tengah mengunyah beberapa snack.

Frapsy mengangguk dan segera masuk ke dalam mobil. "Bang, itu temen abang siapa namanya?" tanya Frapsy seraya sesekali menoleh ke arah belakang.

Dirga menepuk keningnya. "Oh iya, itu si Agus. Dia dari Jawa, temen gue waktu kuliah di Gajah Mada, mau ikutan touring."

"Salam kenal semuanya, gue Agus," sapanya dengan medok Jawa dari belakang kemudian menatap Frapsy dan Helene bergantian.

"Halo, Kang Agus. Kula Frapsy, wong Bekasi, tapi dewe ki ndoe embah wedok neng Semarang, dadi yo iso-iso sitik¹," sahut Frapsy menggunakan bahasa Jawa.

"Owalah, ra usah nganggo Jowo yo mboten nopo-nopo, dek. Ben kabeh reti²," balas Agus.

"Eee ... aku Helene, kak," ujar Helene.

"Salam kenal, Helene."

"Keren banget jadi Frapsy. Bahasa Jawa bisa, Kalimantan bisa. Gue aja masih belepotan ngomong Sunda," sela Juki.

"Elo orang Sunda! Mainnya sama anak Jaksel, beda server!" sahut Jeffrey yang notabenenya tinggal di Jakarta.

Dirga meremas bungkus snack-nya yang telah habis dan berkata, "Kita nyari sarapan dulu, gue mau ngenalin kalian sate favorit gue, sate bulayak." Pria itu kemudian menancap gas mobilnya dan meluncur ke tempat tujuan.

***

Mereka berenam telah sampai di rumah makan sederhana pinggir jalan yang menjual sate bulayak dan beberapa kue tradisional lainnya. Melihat betapa uniknya sate bulayak, Frapsy mengambil kamera dan mulai menyalakannya.

"Hey yo what's up, buddies. Jadi aku sama yang lainnya udah ada di Lombok sejak tadi malam, cuma karena udah capek banget jadi opening-nya baru sekarang," sapa Frapsy kemudian melanjutkan perkataannya, "Tuh, mereka lagi ngantri buat makan sate bulayak, aku juga belum tau rasanya jadi yuk cobain!"

Gadis itu berjalan mendekati kawan-kawannya dan mengarahkan kamera ke arah Jeffrey, Juki, dan Helene.

"Hey, buddies! Aku lagi ngantri sate, nih. Banyak banget yang beli," ucap Helene sembari tersenyum.

Jeffrey dan Juki mendekat ke arah Frapsy dan melambaikan tangan mereka ke arah kamera.

"Kalian mau tau gak kita lagi sama siapa?" tanya Jeffrey dengan senyumnya.

"Waduh, sama siapa, ya? Coba kita panggil orangnya. Bang Dirga!" panggil Frapsy.

Dengan segera, Dirga menampakkan dirinya ke kamera. "Hey yo, buddies! Udah lama gak sapa kalian, kaget gak?" tanyanya narsis lalu menarik Agus yang sedang mengambil sambal. "Nah, gue gak sendirian. Gue bareng sama temen kuliah gue, namanya Agus. Say hi ke kamera, Gus."

Agus tampak malu-malu menatap kamera Frapsy, namun ia tetap tersenyum di hadapan kamera. "Hai, gue Agus," ucapnya malu-malu.

Dirga tertawa terpingkal-pingkal dan memukul bahu Agus. "Sok malu-malu! Biasanya juga kayak gasing."

"Heh, diem! Lagi pencitraan," balas Agus kesal.

Frapsy menahan tawa di balik kamera dan mengacungkan jempol tanda apresiasi terhadap sikap mereka di kamera. Gadis itu segera memesan sate bulayak dan langsung menghampiri Jeffrey, Juki, dan Helene untuk duduk bersama mereka.

Mereka berempat menunggu Dirga dan Agus mendapatkan jatah sate bulayaknya agar mereka semua bisa makan bersama-sama.

Frapsy melihat-lihat bentuk sate bulayak yang tidak beda jauh dengan sate pada umumnya. Hanya saja, karbohidratnya tidak dibungkus menggunakan daun pisang, melainkan daun kelapa.

"Jadi, sate bulayak itu kayak gini. Dia ga pake daun pisang buat bikin lontongnya, tapi pakai daun kelapa yang dililit gitu. Liat deh, seru banget waktu buka lilitannya." Frapsy mengarahkan tangannya ke kamera dan memperlihatkan caranya membuka bungkus daun kelapa itu.

"Wanginya juga beda, seriusan," sela Jeffrey yang duduk di seberangnya.

"Ini ga bisa dimakan kalau lagi buru-buru, buka lilitannya agak ribet," sambung Helene di sebelah Jeffrey.

"Tapi enak keliatannya," tutur Juki.

"Juki mah semua juga enak, cumi setengah mateng aja di ngap sama dia," ucap Frapsy seraya tertawa.

"Heh! Itu ga setengah mateng!" bela Juki.

"Yok, makan," ajak Dirga dan Agus yang telah duduk di dekat mereka.

Sebelum mereka menyantap hidangan yang ada di hadapan, mereka berdoa menurut kepercayaan masing-masing kemudian meminum air mineral terlebih dahulu.

Frapsy menyuapkan gigitan pertamanya pada bulayaknya kemudian mengunyahnya hinga tertelan. "Rasanya hampir sama, cuma dia lebih wangi gitu," ujarnya berbicara pada kamera.

"Lombok emang berani beda," sahut Dirga sembari mengunyah satenya. "Ketika semua orang pake daun pisang, kami pakai daun kelapa."

"Ashiap," balas Juki yang baru saja meminum teh hangatnya.

Jeffrey mengaduk-aduk sate dengan bumbu kacangnya. "Kapan-kapan, gue bakalan belajar bikin sate bulayak bareng bang Dirga," ujarnya.

"Ikut!" sahut Frapsy semangat.

Dirga terkekeh dan membalas, "Semua advanture team, gue ajak."

"Gue nggak?" tanya Agus dengan menunjuk dirinya sendiri.

"Nggak, lo siapa? Anak nyasar!" canda Dirga dan membuat Advanture team tergelak di sela-sela makannya.

"Asem!"

***

Kamus bahasa


¹ Halo, Kak Agus. Saya Frapsy, orang Bekasi, tapi aku punya nenek di Semarang, jadi ya bisa-bisa sedikit.

¹ Oalah, ga usah pakai bahasa Jawa ya tidak apa-apa, dek. Biar semua ngerti.

The IslandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang