،، 22. MATI

19 1 0
                                    

،، 22. MATI

Ssat!

Ini ke sepuluh kalinya Bima meluncurkan anak panahnya ke Gema. Penawar yang pria paruh baya tersebut agaknya tidak bekerja pada virus yang digunakan oleh Gema.

"Sadar lah!" ujar Bima sengit.

"Rafroada neakaa!" sahut Gema seraya tertawa lepas.

Gema menatap Bima dengan remeh, pria yang terlihat lebih tua dari Bima itu perlahan mulai menyerangnya.

"Rado!!"

Bima menangkis pukulan yang dilayangkan Gema kepadanya, ia tak menyangka kekuatan kakak kandungnya itu sangat kuat dengan virus sialan tersebut.

Ditusuk oleh anak panah pun sepertinya tidak akan pernah mempan. Tak ada pilihan lain, Bima harus berlari menghindarinya.

"Arrghh!" erang Bima dan menendang perut kakaknya hingga terpental beberapa meter.

Bima langsung berancang-ancang untuk kabur. Namun ia menggagalkan rencana melarikan diri ketika Frapsy dan kawan-kawan datang menghampirinya.

Dor!

Tak lupa Frapsy tembak kaki Gema agar penyihir licik itu tetap pada posisinya yang tumbang. "Diam di situ!"

Jeffrey memegang pundak Bima dan bertanya, "Bapak nggak apa-apa?"

Bima mengangguk samar. "Sepertinya, penawar yang aku racik tidak berefek kepada Gema. Pria itu terlalu kuat," ujar Bima sendu.

"Jadi kita harus gimana, pak?" tanya Frapsy cemas.

Juki melirik Gema kemudian menembak kembali kakinya menggunakan rifle amo.

Dor!

"Cukup, jangan terlalu menyakitinya," titah Bima.

Helene ternganga dibuatnya. "K-kenapa?"

"Dia kakak kandung saya." Bima menghela nafasnya berat.

"Tapi ... gimana caranya kita berhentiin dia?" tanya Frapsy.

"Cukup ikat dia saja."

"Kita harus tembak dulu biar dia tumbang, baru diikat," usul Juki.

"Kita gak bawa tali, Juk. Tali yang aku bawa itu gak terlalu kuat buat nahan dia yang udah kuat banget sekarang," sela Frapsy.

Bima mengusap pelipisnya. "Cari akar pohon di sekitar sungai, kita pakai itu saja."

"Ya udah, tunggu apa lagi? Kabur!!" ucap Helene.

Dor-dor!

Frapsy dan Jeffrey menembak kembali kaki Gema kemudian berlari sekuat tenaga menghindari penyihir tersebut.

"Jangan terlalu disakiti!" teriak Bima kepada Frapsy dan Jeffrey. Kemudian pria paruh baya itu berlari mengikuti para muda-mudi di depannya yang telah berlari beberapa meter.

"Aarrghhh!" jerit Gema sangat kencang.

Bima menengok ke arah belakang dan membelalakkan matanya. "Kakak!!"

Frapsy dan lainnya tersentak kaget dan melihat ke belakang. Astaga, sebuah tombak mendarat dengan mulus tepat di bagian dada Gema. Otomatis benda panjang runcing tersebut mengenai jantungnya dan pastinya ia akan ... mati.

***

The IslandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang