Bab 20. Matahari Hilang, Diganti Dengan Bulan

466 70 22
                                    

Savana masih tidak percaya dengan apa yang terjadi pada plot cerita ini. Perubahan yang pernah ia lakukan pada scene tertentu ternyata sangat memberi pengaruh besar pada cerita.

Seperti saat ini, di cerita asli tentu tidak ada acara mesra-mesraan sambil melihat matahari terbenam bersama Jonas yang notabane suaminya. Karena bab ini adalah bab kehancuran bagi Fana. Bab di mana wanita itu akan melihat Jonas melakukan hubungan terlarang dengan wanita lain.

Bukan hanya itu, di bab ini Laura melakukan sabotase pada mobilnya hingga ia mengalami kecelakaan. Hais! Mengingat hal itu membuat Savana merinding.

Ya, takut. Gimana enggak takut coba? Meskipun plot cerita sudah berubah, tapi jangan lupakan kalau Savana akan tetap dapat kesialan. Apalagi ... ada dua medusa di sini yang berpotensi membuat dewi keberuntungan menjauh darinya.

"Dulu, kita sering kayak gini. Pergi ke pantai setiap akhir pekan untuk menikmati sunset." Jonas kembali bersuara ketika sang surya nyaris menenggelamkan dirinya, hanya menghitung detik sebelum akhirnya matahari itu terbenam, menyisakan warna jingga di langit sebelum berganti malam.

"Iya." Savana ingat, kok, apa yang dikatakan Jonas tadi. Cerita itu berada di bab awal ketika mereka masih pacaran. Savana juga ingat pertemuan pertama mereka yang bisa dibilang konyol.

Ya, sebenarnya Savana sengaja, sih, membuat scene seperti itu agar pembaca tertarik untuk melanjutkan membaca ke bab selanjutnya.

"Udah malam, kamu pasti laper." Savana memegang perut. Iya, sih, lapar. Soalnya kan tadi ia sempat emosi gara-gara Laura dan ibu mertua yang aduhai mulutnya.

"Iya. Laper banget. Kasian lambung aku udah dipukul-pukul sama cacing."

Jonas berdecak, pria tampan itu menampilkan raut tidak sukanya. "Nanti, setelah makan aku ambil cacingnya satu-satu biar dia gak nakalin kamu lagi. Enak aja nakalin istri orang. Memangnya dia ngerasa lebih tampan dari aku?"

Savana terbahak. Ampun, deh, Jonas ini. Sama cacing di perut Savana saja dia cemburu. Heran! Tapi enggak apa-apa, sih. Lagian ... sifat Jonas ini kadang membuat Savana merasa terhibur. Setidaknya ... ia bisa merasakan bagaimana dicemburui. Ya, meskipun Jonas cemburunya sama cacing.

"Mas, cacing di perut aku itu udah kayak anak tau. Dia lapar aku kasih makan, dia ngamuk aku kasih obat biar diem selama-lamanya, dia demo aku enggak pernah marah. Karena ... dia itu udah kuanggap anak."

"Anak?" Suara Jonas berubah sendu. Ah, nampaknya Savana salah bicara. Ia lupa kalau Jonas selalu sensitif dengan kata 'anak'. Tahulah, apa yang membuat Jonas macam itu.

Ya, karena dia belum dikaruniai anak. Ditambah mama yang selalu merengek macam bayi besar meminta cucu pada Jonas. Hey, mama mertua! Memangnya minta cucu itu semudah meminta rumput hijau punya tetangga? Heran. Kenapa, sih, mama enggak pernah mikir kalau rezeki udah ada yang ngatur.

"Maaf, Mas." Savana tersenyum, mencoba menenangkan perasaan sang suami. "Aku enggak bermaksud ngebuat kamu sedih. Aku—"

"Enggak, Sayang. Aku enggak apa-apa. Setiap aku denger kata 'anak', aku cuman keinget mama. Kamu tau, 'kan, kalau mama itu pengin cucu. Beliau selalu nuntut cucu dari kita. Tapi ...." Laki-laki itu menghela napas berat. "Aku enggak mau ngelepasin kamu kayak saran mama."

Jleb!

Rupanya, si medusa tua itu sudah meminta Jonas untuk menikah lagi. Sementara Jonas tahu kalau ia tidak ingin dimadu. Ya, meski semua orang tahu kalau madu itu manis. Tapi Savana tetap enggak mau. Lagian manisnya cuman buat suami. Lah si istri? Asem mulu dapatnya.

"Kalau kamu mau .... aku ...." Berat juga ngomong kalau ia tidak apa-apa. Pun tujuannya di sini kan untuk mengubah nasib Fana. Jika di cerita asli Fana dan Jonas akan berpisah, maka Savana tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Tidak akan.

"Aku?"

"Mau makan di situ aja." Savana nyengir, lantas memeluk lengan berotot Jonas sembari menyandarkan kepalanya di sana. Benar-benar nyaman.

"Habis makan, mau jalan-jalan atau balik ke kamar?"

Savana diam sesaat, mencoba memikirkan apa yang ingin ia lakukan setelah makan. Kalau jalan-jalan, kakinya nanti pasti pegal terus siapa yang ngurutin? Masa dia harus pergi ke rumah Mbah Mila? Bukannya sembuh malah tambah sakit. Terus, kalau Savana pilih balik ke kamar ... ah, mending ia milih jalan-jalan saja daripada balik ke kamar. Bahaya.

"Jalan, Mas." Savana tersenyum ke arah Jonas. "Kayaknya seru kalau jalan-jalan di tepi pantai malam-malam."

***

Jonas menuruti keinginan Savana. Sepasang suami istri itu berjalan bergandengan menyusuri pantai tanpa alas kaki. Sesekali ombak menyapu kakinya, membuat Savana terkikik. Ia merasa bahagia.

Ya, tahu sendiri kan kalau Savana itu perawan paling malas? Kalau diajak ke sana jawabannya enggak mau. Di ajak ke situ, jawaban Savana tetap sama. Enggak mau. Lebih enak di rumah, nonton, baca, atau nulis sambil rebahan daripada ke sana ke mari.

"Hal yang ngebuat aku selalu tersenyum meskipun kerjaan numpuk kayak bedaknya Laura adalah kamu, Fana. Kamu adalah alasan utama aku buat tersenyum."

Ah, rasanya Savana pengin datengin malaikat buat meminjam sayapnya. Ya, antisipasi gitu. Kalau Savana terbang ketinggian, ia jadi tidak takut jatuh karena punya sayap.

"Aku enggak." Eh, Savana tidak salah bicara, 'kan? Soalnya, yah, Savana itu jujur. Jonas bukan selalu menjadi alasan buat Savana tersenyum. Seringnya, pria itu menjadi alasan buat Savana nangis lalu berakhir nyungsep ke pelukan suami fiksinya itu.

"Kenapa enggak?" Kening Jonas berkerut. Ih, ini laki kenapa lucu sekali kalau lagi mikir macam itu? Sebenarnya Savana ingin tertawa, tapi enggak. Ia enggak boleh tertawa kalau tidak mau dianggap gila.

"Ya, karena kamu enggak selalu jadi alasan aku buat tersenyum." Savana melepaskan tangannya dari lengan Jonas, beralih posisi menjadi bersedekap dada sembari menatap ombak yang berlarian. "Kamu sering jadi alasan aku nangis. Sering, banget, nget, nget!"

Kalau diingat-ingat, Jonas ini lebih sering buat Savana nangis daripada senyum. Jadi, Savana tidak salah kan kalau dia mengungkapkan apa yang ia rasakan?

"Kadang, seseorang itu enggak bisa ngendaliin emosi. Apalagi kamu tau, aku selalu sensitiv kalo berhubungan sama orang yang aku sayang. Mama, kamu. Kalian dua wanita paling berharga di hidup aku. Karena setelah papa pergi, cuman mama yang aku punya.

"Lalu takdir Tuhan mempertemukan kita. Terkadang aku ngerasa bingung harus ngebela siapa. Mau ngebela kamu, tapi aku enggak mau durhaka sama mama. Mau ngebela mama terus, aku juga enggak mau hubungan kita jadi taruhannya."

Dekapan hangat terasa dari belakang tubuhnya, embusan napas menyentuh tengkuk serta telinga sebelum akhirnya suara Jonas terdengar. "Aku sayang kalian, dan aku enggak bisa milih antara kamu sama mama," bisik Jonas.

Enyak ... Savana betah di sini!

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

21.10.2020.

Butuh waktu sehari semalam buat nulis ini. Enggak apa-apa kutang, yang penting Ze bisa nulis bagian ini walau dengan susah payah. Ya, susah, sih, karena Ze paling sulit nulis adegan baper-baperan. Ze juga enggak tau gimana sama adegan ini. Apakah ngebaperin atau justru ngebuat kalian bilang, alay.

See u next chapter!

Ze sayang kaleaannnn💋💋💋

Dilarang Jatuh Cinta! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang